Empat Puluh Sembilan

538 70 5
                                    

"Kamu yakin mau kerja di tempat praktek Bunda? Nggak mau ke klinik atau rumah sakit?"

Sudah tiga kali Aletta menanyakan pertanyaan yang sama pada Kaelyn. Kaelyn sampai malas menjawabnya.

"Iyaaa, Bunda," jawab Kaelyn dengan nada panjang di kata iya. "Kenapa, sih, Bunda nanyain mulu? Nggak suka jam kerjanya dibagi dua sama Kae? Bunda tenang aja, gaji terbesar tetap di tangan Bunda. Kae kasih sepertiganya aja."

Cubitan otomatis mendarat di pipi Kaelyn. "Dikira Bunda mata duitan apa."

"Ish, sakit," ringis Kaelyn sambil mengusap-usap pipinya yang habis dicubit. "Lagian Bunda nanya mulu."

"Bunda kamu itu cuma heran. Dulu susah banget nyuruh kamu kerja di sana. Ada aja alasannya biar diizinin ngelamar kerja di tempat lain. Sekarang tiba-tiba berubah pikiran," jelas Cakra tapi matanya fokus membaca koran paginya. Sesekali laki-laki itu menyeruput teh hangat di hadapannya.

"Males kerja jauh-jauh. Kalau di praktek Bunda dekat, tinggal jalan ke depan komplek."

Sejak menikah dan tinggal di komplek perumahan ini, Aletta yang berprofesi sebagai dokter gigi bekerja di praktek pribadinya yang terletak di depan komplek perumahannya. Bangunannya tidak terlalu luas, tapi sangat pas untuk praktek mandiri. Sebenarnya, bangunan serta isinya itu merupakan hadiah pernikahan dari Cakra saat mereka menikah puluhan tahun yang lalu. Cakra tidak ingin istrinya bekerja jauh dari rumah, hingga berinisiatif membeli rumah kosong di depan komplek dan merombaknya menjadi praktek dokter gigi.

Di sana, Aletta memperkejakan tiga orang. Satu asisten, satu resepsionis, dan satu cleaning service. Jam kerjanya dari pagi sampai sore, enam hari dalam seminggu. Prakteknya tidak beroperasional karena ia tidak sanggup harus bekerja selama itu sendirian. Makanya saat Kaelyn lulus dan resmi menyandang gelar sebagai dokter gigi, Aletta menawarkan anaknya bekerja di tempatnya saja. Kalau ada Kaelyn, jam operasional tempat prakteknya bisa ditambah sampai malam. Sayangnya, Kaelyn menolak. Ntah kenapa gadis itu tidak mau bekerja di tempat yang sama dengan ibunya. Banyak sekali alasan yang diutarakannya sampai ibunya pusing sendiri.

Makanya saat Kaelyn bilang ia ingin bekerja di tempat praktek Aletta, Aletta tidak yakin dan bertanya berulang kali. Siapa tahu anaknya iseng saja dan berubah pikiran. Nyatanya sampai hari pertama Kaelyn mulai bekerja, tidak sekalipun gadis itu mengubah keputusannya.

"Kesambet apa, sih, kamu tiba-tiba mau?"

"People change, Bun," jawab Kaelyn sekenanya. Gadis itu sibuk mengunyah roti isi. Hari ini jadwal Kaelyn yang bekerja, lebih tepatnya hari pertama. Kaelyn dan Aletta bekerja bergantian tiap harinya. Keinginan Aletta menambah jam operasional praktek sampai malam ditolak mentah-mentah oleh Cakra. Cakra tidak mau istri dan anaknya masih bekerja saat malam hari. Bagi Cakra, malam itu waktunya berkumpul dengan keluarga dan beristirahat. Jadilah jam praktek tetap seperti biasa. Bedanya, Aletta bekerja tiap senin, rabu, jumat dan Kaelyn di hari selasa, kamis, sabtu.

"Kae berangkat jam berapa? Mau sekalian sama Ayah ke kantor?"

"Kae jalan aja, Yah, ke sananya. Sekalian olahraga."

Kaelyn menolak bukan karena hubungannya dan Cakra masih dingin. Tidak, ayah-anak itu sudah berbaikan. Cakra tidak tahan perang dingin dengan anaknya terus-terusan. Kaelyn juga tidak mau menambah dosa dengan marah pada ayahnya lebih lama lagi. Meskipun masih ada sedikit kecewa di hati masing-masing, ayah-anak itu sepakat untuk berbaikan dan melupakan persitegangan mereka. Toh, tidak ada gunanya lagi mereka bersitegang. Sumber masalah mereka, yaitu Aero, sudah dihilangkan dari hidup Kaelyn.

Tawaran Cakra ditolak murni karena Kaelyn mau bergerak lebih banyak dan menikmati suasana pagi. Sejak kembali ke Jakarta, Kaelyn hampir tidak pernah keluar rumah. Gadis itu lebih suka mendekam di kamarnya sambil membaca novel atau menonton series. Akhir-akhir ini Kaelyn sedang kecanduan series Thailand.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang