Tiga Puluh Tujuh

600 64 13
                                        

Aero meremas rambutnya frustasi. Ia baru saja pulang dari kantor saat ibunya menelepon. Ia kira Ghiana menghubunginya karena rindu—alasan yang selalu dikatakan Ghiana saat menelepon anak sulungnya itu. Awalnya suara Aero riang menyahuti ibunya. Tapi sejurus kemudian ia terdiam saat ibunya memberi kabar buruk.

"Tadi orang tua Chlava nelepon Pop. Mereka bilang kalau pernikahan kalian akan segera dipersiapkan. Seingat Mom, kamu bilang nikahnya setahun lagi. Nggak mau buru-buru. Kamu sama Chlava ngubah rencana, ya?"

Ternyata ancaman Chlava tidak hanya isapan jempol belaka. Tidak butuh waktu lama sejak keributan yang terjadi di unitnya, Chlava sudah mengambil langkah. Aero tidak banyak menanggapi saat ibunya menjelaskan hal-hal lain karena terlalu syok. Pernikahannya dan Chlava akan segera dilaksanakan dan itu berarti hubungannya dengan Kaelyn terancam.

Tidak, Aero tidak mau. Ia sudah melangkah sejauh ini. Ia tidak akan menyerah dan putus harapan. Masih ada yang bisa ia lakukan. Ia akan berbicara dengan orang tua Chlava, menyampaikan permintaan maaf serta memutuskan hubungannya dengan Chlava secara baik-baik. Ia yakin orang tua Chlava bisa mengerti dan menerima keputusannya. Dua paruh baya itu berhati malaikat—penialaian Aero sejauh ia mengenal kedua orang tua Chlava.

Namun sebelum itu, ada beberapa hal yang harus ia lakukan. Persiapannya bertemu orang tua Chlava harus matang. Ia butuh beberapa saran dari orang lain. Selain itu, orang tuanya harus tahu lebih dulu.

Aero menggapai ponselnya. Menghubungi salah satu sahabatnya. Suara dering pertanda teleponnya tersambung terdengar. Aero menghembuskan napas gugup. Orang ini akan menjadi orang pertama selain Chlava dan Teddy yang tahu tentang hubungannya dengan Kaelyn.

"Kenapa, Ro?" tanya orang tersebut langsung tanpa salam pembuka.

"Lo dimana, Bi?"

Sahabat Aero yang dihubungi adalah Abi. Aero dan Abi bersahabat sejak SMP, sedangkan dengan Revan dan Haikal saat SMA. Oleh karena itu Aero lebih dekat dengan Abi daripada sahabatnya yang lain. Aero beberapa kali curhat tentang masalahnya yang hanya diketahui oleh Abi. Sifat Abi yang dewasa dan sering memberinya masukan jadi alasan lain Aero curhat ke laki-laki itu.

Meskipun begitu, tidak semua masalah Aero diketahui Abi. Aero tipe orang yang tidak suka berbagi masalah. Jika ia bisa, ia akan memendam dan menyelesaikannya sendiri. Seperti saat putusnya hubungannya dengan Kaelyn tujuh tahun lalu. Sampai saat ini, tidak ada satu pun dari sahabat Aero yang tahu apa alasan sesungguhnya laki-laki itu meninggalkan Kaelyn.

"Kantor. Kenapa lo?"

"Sibuk nggak?"

"Lo kenapa, sih, Ro? Tumben-tumbennya nanyain gue lagi sibuk atau enggak. Langsung bilang aja, deh. Nggak usah sok basa-basi." Abi heran dengan tingkah Aero. Sahabatnya itu terlihat ragu-ragu, terdengar jelas dinada suara Aero. Tidak biasanya Aero begini.

"Bi ...."

"Gue tutup ya kalau lo nggak jelas gini. Mending gue ngurus kerjaan," kata Abi tidak sabaran.

Decakan Aero terdengar. Ia bingung bagaimana cara mengatakannya. Sahabatnya itu malah mendesak. "Yang sabar bisa nggak, sih?"

"Nggak. Lo kayak cewek kalau gini. Bingung nggak jelas. Buntingin Chlava lo?"

Aero refleks mengumpat. "Mulut lo, ya, Bi. Gue masih inget Allah, inget orang tua gue, inget juga kalau gue punya adek cewek. Nggak mungkinlah gue ngerusak anak gadis orang. Gue nggak sebrengsek itu."

"Kalau enggak santai aja kali. Ngegas amat lo," gelak Abi di seberang sana. "Lo kenapa, Ro? Nggak biasanya aneh gini."

"Gue mau ceritain sesuatu. Tapi sebelum itu, gue mohon lo untuk dengerin semuanya. Jangan potong cerita gue sampai gue selesai. Bisa kan?" pinta Aero. Ia tidak ingin Abi memandang hanya satu sisi kalau tidak mendengar cerita lengkap.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang