Kaelyn tidak bisa!
Ia tidak bisa menjauhi Aero, bahkan menghindar sedikit saja tidak bisa. Sejak tidak sengaja bertemu Aero di depan mini market beberapa hari yang lalu, Aero seperti tidak melepaskan pengawasannya dari Kaelyn. Aero selalu muncul dimana pun dan kapan pun, seperti tahu jika Kaelyn akan menghilang lagi jika ia lengah sedikit saja. Laki-laki itu juga memastikan bahwa ponsel Kaelyn tidak rusak dan selalu bisa dihubungi. Pergerakan Kaelyn jadi terbatas karena merasa diawasi terus-menerus oleh Aero. Aero tidak ingin kecolongan lagi dan ntah kenapa laki-laki itu terlalu peduli dengan keberadaan Kaelyn di sekitarnya.
Layaknya pagi ini, saat Kaelyn masih sedang bersiap-siap untuk kerja, Aero sudah nongkrong di depan pintu apartemen Kaelyn. Entah apa tujuan laki-laki itu yang selalu menyempatkan diri bertemu Kaelyn di pagi hari lalu mengantarkan Kaelyn sampai ke mobilnya di basement dan nantinya saat malam tiba akan menemui Kaelyn lagi meskipun hanya sebentar. Kaelyn jadi berpikir apakah pekerjaan Aero sedang tidak sibuk hingga laki-laki itu punya waktu luang untuknya?
"Udah?" Aero menegakkan tubuhnya dari posisi bersandar ke dinding saat pintu unit apartemen Kaelyn terbuka dan menampilkan Kaelyn yang sudah rapi.
"Udah."
"Mau langsung berangkat atau cari sarapan dulu? Gue bisa tema–"
"Langsung berangkat. Gue sarapan di kafe klinik aja," sela Kaelyn. Aero mengangguk singkat lalu berjalan bersisian dengan Kaelyn.
"Lo nggak kerja, Ro?" Pertanyaan yang selalu Kaelyn tanyakan beberapa hari kebelakang, sejak Aero selalu muncul di depan unitnya di pagi hari.
"Kerja, lah. Lo nggak lihat gue udah rapi gini?" Aero menunjuk pakaian di tubuhnya dengan mata. Kemeja dongker, celana bahan hitam, dan sepatu pantofel yang mengkilap melekat sempurna di tubuh laki-laki itu. Oh, jangan lupakan IWC yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya. Semakin mendukung penampilan ala-ala eksekutif mudanya.
"Lo kerja nggak pernah pakai dasi sama jas?" tanya Kaelyn saat mereka menunggu pintu lift terbuka. Lift sedang berada di lantai dua.
"Pakai."
"Tapi gue nggak pernah tuh lihat lo pakai pakaian formal lengkap gitu."
"Gue pakenya kalau udah sampai basement kantor. Males banget dari apart makainya. Sejujurnya, gue nggak terlalu nyaman makai jas sama dasi. Ngerasa jadi bapak-bapak gue," curhat Aero.
"Emang lo calon bapak-bapak. Bentar lagi mau tunangan sama Chlava, nikah, terus punya anak."
"Ya ... itu kan nanti, bukan sekarang. Lagian meskipun udah nikah nanti, gue yakin gue masih kayak single man." Kaelyn terpaku, ia termakan candaannya sendiri.
"Pede banget, sih, lo," jawab Kaelyn canggung.
"Ganteng gini, harus pede. Ya, nggak?" Aero menaik-turunkan kedua alisnya seraya mengusap dagunga yang memancing tawa Kaelyn. Wajah laki-laki itu terlihat lucu. "Gue seneng liat lo ketawa gini."
"Eh ...." Tawa Kaelyn terhenti begitu saja, digantikan dengan tatapan bertanya dari kedua matanya. "Maksudnya?"
"Nggak maksud apa-apa, sih."
"Bohong. Pasti ada maksud tertentu kan? Apa, Ro, apa?" paksa Kaelyn. Ia sampai menggoyang-goyangkan lengan Aero saking penasarannya.
"Ih, penasaran banget Mbaknya," ledek Aero seraya terkekeh.
"Lo sih ngo–"
Perkataan Kaelyn terpotong dengan bunyi denting lift. Aero menarik pelan tangannya yang masih dipegang Kaelyn, berganti dengan menarik lembut pergelangan tangan gadis itu. "Liftnya udah kebuka, Kae. Yuk, buruan masuk."

KAMU SEDANG MEMBACA
Voltar
Romance[Sequel of Amare] Biasanya di cerita romance novel, tokoh utama yang menjadi pihak tersakiti saat pasangannya masih bertaut dengan masa lalunya. Sayangnya di kisah hidupnya, Kaelyn tidak berada di posisi si tokoh utama yang tersakiti, melainkan sang...