Dua Puluh

671 48 20
                                    

"Kae!"

Kaelyn refleks menjauhkan ponselnya dari telinga begitu mendengar suara melengking Mikaela. Dahi gadis itu sampai mengernyit dan mulutnya berdesis pelan. Suara Mikaela benar-benar memekakkan telinga.

"Itu mulut atau toa mesjid, sih?" omel Kaelyn setelah menetralisir telinganya yang tadi berdengung.

"Maaf maaf," cengir Mikaela dari seberang sana. "Ke sini, dong."

"Sini kemana? Rumah lo? Resto?"

"Manten's Boutique. Temenin fitting."

"Hah? Lo mau nikah? Kok nggak ngasih kabar?" protes Kaelyn kesal. Setahunya, Mikaela dan Peter akan menikah tahun depan. Kenapa pernikahan mereka tiba-tiba dimajukan? Tanpa kabar berita pula.

"Bukan gue. Gue kan tahun depan. Lo lupa?"

"Loh, kalau bukan buat nikahan, lo ngapain di sana? Mau tunangan sekali lagi?"

"Ish, bukan!" decak Mikaela kesal. "Gue lagi nemenin Chlava fitting kebaya buat acara tunangannya. Lo ingat Chlava sepupu gue itu, kan? Kata Chlava, kalian saling kenal karena lo temenan sama calon tunangannya Chlava."

Kaelyn ber-oh pelan. Ternyata yang ada kepentingan di sana adalah Chlava.

"Ngapain gue ke sana? Gue kan nggak ikutan fitting."

"Ya elah, lemot banget jomblo satu ini. Lo ke sini samperin kita terus kita hang out bareng. Manten kan deket sama tempat kerja lo. Udah lama kita nggak main bareng, nih. Ya ya ya?" pinta Mikaela setengah merengek. Kaelyn diam sejenak, tidak langsung menjawab. Ia sedang berpikir mana yang lebih baik dan menyelamatkan hatinya, datang dan menyaksikan kebahagiaan calon tunangan Aero atau menolak permintaan Mikaela.

"Kayaknya ngg–"

"Kaelyn!" Kini terdengar suara Chlava, bukan Mikaela lagi. Gadis itu merebut paksa ponsel sepupunya begitu mengetahui Mikaela sedang menelepon Kaelyn. "Ini gue, Chlava. Lo ke sini, dong. Gue mau minta pendapat lo."

"Kan udah ada Ela di sana."

"Gue sama dia nggak satu selera. Seleranya jelek." Kaelyn dapat mendengar protesan Mikaela setelahnya.

"Tapi gue ngg–"

"Please, Kae. Gue mohon. Gue mau tampil maksimal di pertunangan gue nanti."

Bukan jenis rengekan yang dikeluarkan Chlava, melainkan suara sendu yang dipadukan dengan ekspresi memelas agar Kaelyn mengiyakan permintaannya. Kaelyn memejamkan matanya. Ia paling tidak bisa menolak jika sudah seperti ini. Lebih baik Chlava merengek seperti Mikaela, jadi Kaelyn tega menolaknya.

"Tap–"

"Please ...." Baiklah, sepertinya tidak ada pilihan lain. Kaelyn tidak tega mendengar suara sendu itu. Dengan penuh keraguan dan menyabarkan hatinya agar tetap kuat, Kaelyn mengiyakan permintaan Chlava.

"Oke, deh," sahutnya pelan.

"Yaiy! Thank you so much, Kae. Buruan ke sini, ya."

Sambungan telepon dimatikan begitu saja oleh Chlava. Gadis itu sepertinya kegirangan sekali. Berbeda dengan Kaelyn yang mendesah berat. Cobaan seperti apa lagi yang harus ia hadapi? Sampai kapan karma ini menghukumnya?

***

Keputusan Kaelyn salah, salah besar malahan. Bukan karena ada Aero di sana. Kata Chlava, Aero masih sibuk sama urusan kantor. Tapi ia harus menelan bulat-bulat sakit hatinya saat Chlava dengan riangnya menunjukkan kebaya yang akan ia pakai di malam pertunangannya dengan Aero.

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang