Dua Puluh Delapan

622 58 37
                                    

"Chla." Kaelyn memanggil Chlava dengan nada ragu-ragu. Chlava yang tadinya sibuk mengunyah makanan langsung mengalihkan fokusnya pada Kaelyn. Saat ini mereka bertiga sedang makan siang di salah satu kafe yang ada di The World—nama tempat wisata milik Om Chlava.

"Kenapa, Kae?"

Kaelyn menggigit pelan bibir bawahnya. Sebenarnya ia ragu dan segan untuk mengatakannya, tapi seseorang yang sedari tadi meneror ponselnya juga tidak bisa ia abaikan.

"Gue sebenarnya nggak enak bilang ini ke lo, segan. Tapi gue kepaksa."

"Lo nyolong wayang yang tadi?" celutuk Aero yang mendapat pelototan kesal Kaelyn. Tadi sebelum makan siang, mereka mengunjungi sebuah gedung yang berbentuk seperti candi. Gedung tersebut memamerkan berbagai kerajinan khas Indonesia. Kaelyn tertarik melihat wayang kulit yang dipamerkan di sana dan bercelutuk spontan ingin punya satu.

"Sembarangan itu mulut ngomongnya."

"Mas."

Aero ditegur oleh dua orang perempuan sekaligus. Laki-laki itu tertawa kecil. Ia kembali fokus makan dan membiarkan Kaelyn dan Chlava berbicara.

"Kenapa, Kae? Bilang aja," tanya Chlava lembut.

"Teddy boleh nyusul ke sini, nggak?"

"Astaga, ternyata itu. Gue kira apaan. Boleh dong. Bilang aja ke Teddy buat nyusul langsung ke sini. Ntar gue telepon Om buat bilang ke satpam di gerbang ngizinin Teddy masuk."

Sejam kemudian Teddy sudah sampai di The World. Teddy tersenyum cerah begitu melihat Kaelyn setelah kebingungan berkeliling The World. Tempat wisata itu sangat luas dan Kaelyn—yang masih kesal ia recoki terus—tidak memberi tahunya informasi yang detail mengenai keberadaan gadis itu.

"Capek banget gue keliling nyariin lo." Teddy spontan merangkul bahu Kaelyn. Kaelyn melotot risih. Ia berusaha melepas rangkulan Teddy, tapi Teddy makin mengeratkan rangkulannya. Gadis itu tidak nyaman sedekat ini dengan laki-laki lain di hadapan Aero.

"Lo kan bisa tanya petugas disekitar di mana kami. Kaelyn udah ngasih tahu nama tempatnya kan?" tanya Chlava yang mendapat gelengan keras dari Teddy.

"Nih anak sengaja ngasih info yang nggak jelas biar gue bingung. Niat banget ngusilin gue."

"Kurang kerjaan banget gue. Jauhan lo, sana." Akhirnya Kaelyn punya kesempatan menjauhkan Teddy dari tubuhnya. Ia sempat melirik beberapa kali pada Aero, tapi Aero terlihat biasa saja. Kaelyn terlalu berharap mendapati tatapan cemburu dari laki-laki yang ia cintai itu.

"Nggak kangen apa lo sama gue?"

"Ngarep!"

Tawa Chlava menghentikan perdebatan sengit Kaelyn dan Teddy. Hubungan Kaelyn dan Teddy tidak begitu berubah meskipun mereka berdua sepakat mencoba bersama. Teddy tetap jahil dan Kaelyn selalu sewot menanggapinya.

"Kalian berdua pacaran, gih. Chemistry-nya dapet banget."

"Kami emang udah pacaran. Ya kan, Say ... aw!" Teddy memekik keras saat Kaelyn mencubit pinggangnya tanpa ampun.

"Kata siapa pacaran?" Kaelyn dalam mode garang.

"Iy ... iya-iya, belum pacaran. Masih PDKT. Ssh, sakit, Kae. Lepasin cubitannya," ringis Teddy meminta ampun. Ia yakin pinggangnya pasti membiru setelah ini.

Belum pacaran aja udah dapat KDRT, huh!

"PDKT?" Sekalinya Aero buka mulut, pertanyaannya langsung nyelekit sampai ke hati Kaelyn.

"Iyalah!" Teddy tidak peduli jika nanti ia dicubit Kaelyn lagi. Ia merangkul kembali bahu Kaelyn. Memperlihatkan pada Aero bahwa saat ini ia lah yang berhak atas Kaelyn. "Lo sama Chlava udah tunangan. Gue sama Kaelyn nggak boleh ketinggalan jauh, dong."

VoltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang