Selamat malam minggu sayang-sayangnya Aero❣️
Luas unit Aero sama luasnya dengan unit Kaelyn. Tata letak ruangnya pun sama persis, yang membedakan adalah dekorasi dan segala macam isi unit tersebut. Jika unit Kaelyn didomonasi dengan warna pastel, Aero memilih warna hitam, putih, dan abu-abi. Warna laki-laki sekali.
"Duduk dulu, Kae. Gue mandi bentar," pamit Aero.
Sepuluh menit kemudian, Aero muncul dengan tubuh yang lebih fresh dan membawa rantang serta alat makan lainnya. Kaelyn buru-buru bangkit dari duduknya, segera membantu Aero menyusun semua peralatan tersebut di atas meja.
"Kita makan di sini aja nggak papa, kan? Biar lebih santai." Kaelyn mengangguk setuju. Tidak masalah mau makan di ruang makan atau ruang santai seperti ini, yang penting bersama Aero.
Ini kali pertama Kaelyn memasak untuk Aero. Oleh karena itu Kaelyn membiarkan Aero mengambil makanan duluan meskipun Aero sudah menyuruhnya ikut mengambil makanan juga. Ia ingin tahu tanggapan Aero mengenai masakannya.
"Lo di sini nggak untuk liatin gue makan doang, kan?" tegur Aero ketika Kaelyn tak jua bergerak mengisi piringnya. Kaelyn meringis kecil, mengisi piringnya dengan porsi lebih sedikit daripada porsi makannya yang biasa. Bukan karena Kaelyn sedang diet atau jaga imej di depan Aero. Ia hanya masih sedikit kenyang.
"Ro," tahan Kaelyn sebelum Aero menyuap makanannya. "Kalau nggak enak, jangan dipaksa makan, ya."
"Belum juga gue makan, udah bilang nggak enak aja," kekeh Aero. Laki-laki itu dengan santai menyuap nasi dengan potongan daging ayam dan wortel. Mata Kaelyn menatap was-was wajah Aero, meneliti perubahan ekspresi sekecil apapun saat Aero mengunyah. Ia akan tahu makanannya enak atau tidak dari ekspresi yang ditampilkan Aero, sekecil apapun.
Aero tidak mengatakan apapun, tetapi laki-laki itu terus menyuap. Tidak ada kerutan atau ekspresi mencurigakan lain yang ia keluarkan. Boleh kah Kaelyn berharap makanan buatannya sesuai dengan lidah laki-laki itu?
"Enak, Ro?" Kaelyn tidak bisa menahan untuk tidak bertanya. Ia tidak puas dengan menebak saja. Ia ingin tahu komentar langsung dari laki-laki itu.
"Udah mau habis gini lo masih nanya, Kae?" Aero menunjuk piringnya dengan sendok. "Enak banget masakan lo. Gue nggak tahu lo bisa masak seenak ini."
Wajah Kaelyn merona dipuji Aero. Jantungnya ikut berdebar-debar. "Makasih. Gue mulai belajar masak setelah selesai koas. Kata Bunda, gue harus punya skill yang satu itu selain nyabut gigi orang."
Tawa Aero menguar, padahal yang dikatakan Kaelyn tidak terlalu lucu. "Pantesan. Gue pasti sering minta lo masakin kalau lo bisa masak seenak ini du ... lu."
Suasana tiba-tiba menjadi canggung ketika Aero tidak sengaja menyinggung masa lalu mereka. Kepala Kaelyn menunduk, tangannya meremas kuat pinggiran piring yang masih berisi makanan. Jika saja ia tidak bodoh dahulu, meskipun kemampuan memasaknya baru meningkat saat ini, ia pasti bisa merasakan bagaimana rasanya dimintai memasak berbagai macam makanan oleh Aero. Lagi-lagi penyesalan menghantam Kaelyn dengan kuat.
"Kae, gue nggak bermaksud ngungkit masa lalu," lirih Aero. Wajah laki-laki itu terlihat sangat menyesal.
"Santai aja, Ro." Kaelyn mengangkat wajahnya dan memaksakan mengulas senyum yang terlihat patah. "Lo udah selesai makannya? Biar gue yang cuci piring."
"Jangan. Biar gue aja. Gue yang tuan rumah, masa ngerepotin tamu. Lagian makanan lo belum habis," cegah Aero.
"Nggak papa, biar gue aja. Gue udah kenyang. Tunjukin di mana dapurnya aja, Ro."
Kaelyn menyusun piring-piring kosong ke dalam satu tumpukan agar bisa dibawa ke wastafel langsung semuanya. Aero membawa mangkuk dan piring yang masih berisi makanan ke meja makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Voltar
Lãng mạn[Sequel of Amare] Biasanya di cerita romance novel, tokoh utama yang menjadi pihak tersakiti saat pasangannya masih bertaut dengan masa lalunya. Sayangnya di kisah hidupnya, Kaelyn tidak berada di posisi si tokoh utama yang tersakiti, melainkan sang...