Aciee kena pehape yaa😙🤭✌️
✯
Grace menatap orang-orang di sekelilingnya dengan kagum, mereka terlihat bahagia sekali.
Di sebelahnya Draco ikut berteriak dengan semangat menyebut nama Viktor Krum. Laki-laki itu memang mengidolakan Krum.
Draco tiba-tiba menoleh ke arah Grace. "Kau mendukung siapa??" Tanya Draco dengan sedikit berteriak.
"Aku mendukung Tim yang menang." Jawab Grace sambil menatap ke depan, mendengar itu Draco menghela nafas dengan pasrah.
"Ayolah Grace! Dukung Bulgaria saja!!" Draco mencoba untuk merayu Grace, tapi tetap saja gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Kalau Bulgaria menang maka aku akan mendukung Bulgaria."
Draco mengacak rambut Grace dengan gemas, ia kembali menatap ke depan dan mencoba untuk menikmati keseruan yang ada sebelum keseruan ini di hancurkan.
Cornelius Fudge menyuruh orang-orang untuk diam, dengan senang ia menyambut para tamu dan penonton dalam pertandingan Piala Dunia Quidditch tahun ini.
Pertandingan kali ini Bulgaria melawan Irlandia. Sorakan penonton kembali terdengar saat melihat pemain dari masing-masing Tim.
Draco berseru dengan heboh saat melihat Krum terbang mengelilingi stadion, Grace menatap Krum dengan santai. Tidak ada yang spesial selain ia menjadi seeker termuda di dunia.
Lucius hanya menatap anaknya dengan maklum, kapan lagi melihat Draco berseru dengan semangat seperti ini.
Pertandingan berlangsung dengan sengit, pada akhirnya Irlandia memenangkan pertandingan meskipun Krum sudah mendapatkan Golden Snitch.
Skor Irlandia lebih unggul 10 poin dibanding Bulgaria. Draco merasa kecewa karena Bulgaria tidak dapat menenangkan pertandingan.
"Untuk apa dia menangkap Snitch kalau poin mereka masih tertinggal?!" Dari tadi Draco tidak henti-hentinya menggerutu.
Saat ini mereka sudah kembali ke dalam tenda, Grace meminum minumannya dengan rakus. Ia kehausan sekarang!
"Makanya dukung saja Tim yang menang, kau tidak akan kecewa." Jawab Grace dengan santai, ia mendudukkan diri di atas sofa di samping Draco.
Draco langsung meletakkan kepalanya di bahu Grace dan bersandar dengan nyaman di sana. "Aku lelah."
"Kau berteriak sangat keras tadi, aku tidak pernah melihatmu seantusias ini sebelumnya."
Draco tidak membalas, ia semakin menyamankan posisi tubuhnya pada Grace. Tiba-tiba Draco menegakkan tubuhnya secara tiba-tiba, ia teringat pesan Ayahnya.
"Grace, sepertinya kita harus segera pergi dari sini." Ucap Draco sambil memandang Grace dengan khawatir.
"Tapi kenapa?? Bukankah kau lelah? Lalu dimana Uncle Lucius?? Apa kita akan meninggalkannya sendiri di sini??" Tanya Grace dengan bertubi-tubi.
Draco mengacak rambutnya dengan frustasi mendengar rentetan pertanyaan dari Grace. Ia memegang kedua bahu Grace dengan erat.
"Pokoknya kita harus pergi dari sini, tenang saja father pasti akan baik-baik saja. Ayo."
Draco langsung menggenggam tangan Grace untuk mengikutinya keluar dari tanda, saat mereka keluar orang-orang sepertinya sedang merayakan kemenangan Tim Irlandia.
Draco semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Grace. Ia takut gadis itu akan terseret oleh lautan manusia di sekeliling mereka.
"Draco pelan-pelan." Ucap Grace yang mencoba untuk menyeimbangi langkah besar Draco.
Mereka kemudian sampai di bukit, letaknya cukup jauh dari area perkemahan. Sebelum pergi, Lucius memang mengatakan pada Draco untuk kembali ke Manor menggunakan portkey.
DUARR
Grace mengalihkan pandangannya, di sana ia melihat perkemahan yang sudah terbakar di lahap oleh api. Grace dapat melihat sekumpulan orang berjubah hitam dan mengenakan topeng meluncurkan mantra agar tenda-tenda terbakar.
Orang-orang berlarian sambil berteriak, Draco langsung menutup mata Grace agar gadis itu tidak melihat pemandangan menyeramkan yang terjadi di sana.
"Jangan dilihat, sebaiknya kita segera pergi." Draco langsung menuntun Grace ke depan portkey. Saat keduanya menyentuh portkey, mereka seperti terhisap ke dalam pusaran kemudian mendarat di tanah dengan selamat.
"Draco tadi itu apa?? Kenapa mereka menyerang perkemahan??" Tanya Grace dengan penasaran.
Sesaat Draco gelagapan menjawabnya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Sebaiknya kita segera pulang ke Manor."
Mereka berjalan cukup lama sebelum akhirnya sampai di Malfoy Manor. Di depan pintu sudah ada Narcissa yang menunggu mereka, saat melihat kedatangan keduanya Narcissa menghela nafas dengan lega.
Narcissa langsung memeluk Grace dengan erat, ia mengelus punggung gadis itu dengan lembut.
"Syukurlah kalian tidak apa-apa. Aunty mendengar perkemahan di serang tiba-tiba, apa itu benar??"
Dalam pelukan Narcissa, Grace mengangguk dengan pelan. "Benar, mereka membakar tenda-tenda perkemahan. Untung saja aku dan Draco sudah berada di dekat portkey saat kejadian itu."
Diam-diam Narcissa melirik ke arah Draco, setelah pelukan mereka terlepas Narcissa beralih memeluk Draco di hadapannya.
"Tidak apa-apa, kau berhasil menjaga Grace." Ucap Narcissa dengan senyum hangat di bibirnya.
"Sebaiknya kita ke dalam, kalian pasti sangat terkejut melihat kejadian barusan." Narcissa menuntun keduanya masuk ke dalam Manor.
Grace dan Draco langsung berjalan ke atas, keheningan menyelimuti keduanya saat berjalan melewati tangga.
"Tadi itu sangat menyeramkan." Ucap Grace, Draco menoleh ke arah gadis itu.
"Tidak usah dipikir kan Grace."
Grace menghela nafas dengan pelan, bagaimana dengan Uncle Lucius? Apa dia baik-baik saja?
✯
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush [Draco Malfoy]
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [Cerita ini dimulai pada tahun ketiga] Semua karakter adalah milik J.K. Rowling. Di sini aku cuman minjam karakter serta latar cerita dan nambahin beberapa karakter lain untuk keperluan book ini. "I think i have a crush on you"...