Happy reading
*****
Acha memasuki rumahnya tepat pukul tujuh malam. Apa boleh buat, tadi hujan turun semakin deras. Sehingga Acha harus berteduh di rumah Nadine dulu. Beruntung, keluarga Nadine menerimanya dengan baik. Mereka tidak memandang, apakah Acha adalah orang kaya atau bukan.
Bahkan, tadi Acha sempat makan malam disana. Ternyata, kue yang dipesan Nadine tadi adalah untuk perayaan ulang tahun kedua keponakannya. Kata Nadine, keponakannya sangat menyukai kue red velvet yang dibawakan Acha dulu. Jadi Nadine berinisiatif untuk memesannya lagi.
Begitu melewati ruang tamu, Acha dapat melihat bahwa Arka dan Novi sedang menunggunya, dengan laptop yang sudah mereka siapkan di atas meja. Arka melirik Acha sejenak.
"Kenapa pulang terlambat? Kan kakak udah bilang, jangan pulang malam-malam." Arka berusaha menekan suaranya agar tidak terdengar marah di depan adiknya.
Acha merotasi bola matanya malas. "Kan hujannya tambah deras kak, yaudah aku neduh dulu di rumahnya Nadine. Emangnya kakak mau, adik kakak yang tercinta ini kedinginan?" Acha mengerlingkan matanya jahil, kemudian mendudukkan dirinya di sofa.
Arka menyusul Acha duduk. "Iya deh, iya. Tapi, kamu udah shalat isya kan Cha?" Arka kembali melirik adiknya, menuntut jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilemparnya.
"Sudah dong kak. Walaupun orderan banyak, shalat itu nomor satu. Kan shalat itu tiang agama kak, kalau nggak shalat, berarti tiang agama Acha roboh dong?" Baik Novi maupun Arka mengangguk, seraya mengangkat masing-masing dua jempol mereka, memberikan apresiasi pada Acha.
"Ish! Kok cuma empat sih? Sepuluh dong kak!" Acha memberengut kesal. Pipinya menggembung layaknya anak kecil yang tidak diberi permen. Mengundang tawa dari Arka dan Novi.
"Kalau sepuluh kakak nggak punya dek." Arka membuka laptop.
"Ayo, sekarang kita video call ayah sama bunda. Mau tanya permintaan kamu tuh. Kalau kakak pribadi sih, nggak ngizinin."
Acha tak menjawab, dia memilih fokus kepada laptop yang sedang dioperasikan oleh kakaknya. Menunggu panggilannya tersambung. Jujur, ia sangat merindukan bunda dan ayahnya disana. Tapi, disatu sisi, Acha pun masih ingin kuliah disini. Oh, mengapa ia jadi dilema begini?
*****
Nun jauh disana, Revan sedang bekerja di ruang kerjanya. Matanya dengan teliti mengamati dokumen di sampingnya, sembari mengetik sesuatu di laptopnya. Tiba-tiba saja, muncul notifikasi video call dari Arka dan Arsha. Sontak saja, Revan berlari ke bawah, memanggil Maudy, istrinya.
"Azza! Sini cepetan!" Teriak Revan sembari menuruni tangga. Maudy yang sedang masak terpaksa menghentikan kegiatannya itu. Ia mematikan kompor dahulu, kemudian menghampiri Revan yang berdiri di ujung anak tangga rumah mereka.
"Ada apa sih mas? Aku lagi masak tuh, nggak bisa ditinggal!" Maudy memberengut, seraya menunjuk ke arah kompor dengan dagunya.
"Si kembar video call tuh, yuk naik dulu. Emang kamu nggak kangen apa sama mereka?"
Begitu mendengar tentang si kembar, wajah Maudy langsung semringah kembali. Maudy memang sangat merindukan kedua buah hatinya itu. Sudah lama sekali, mereka menetap di Australia.
"Ayo mas cepat! Nanti si kembar nunggu!" Maudy langsung menaiki tangga, meninggalkan Revan yang menggelengkan kepala karena tingkahnya.
Dasar, tadi aja marah-marah. Begitu dengar si kembar video call langsung semangat. Batin Revan. Ia menyusul Maudy yang ternyata sudah duduk di kursi kerjanya. Sesekali, Maudy tertawa menghadap ke laptop. Pasti Maudy sudah bicara dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Acha ✓
Espiritual[ Sequel Maudya ] Kehidupan Acha-Arsha Indira Brawijaya yang semula tenang seketika berubah. Berawal dari pertemuan yang tak sengaja dengan Edward, seorang pemuda blasteran Indonesia-Australia, kini dunianya serasa dijungkir balikkan oleh Edward. Ac...