Happy reading guys
*****
Dua bulan berlalu semenjak kejadian di taman malam itu. Dua bulan juga, Acha berusaha merangkul sedikit luka yang timbul akibat kejadian itu, mencoba mengikhlaskan dan menyerahkan semuanya kepada Sang Pencipta. Percaya bahwa segala yang terjadi padanya adalah hal yang terbaik dari Sang Maha Cinta.
Acha membuka jendela. Memejamkan mata menikmati angin yang menerpa setiap inchi dari wajahnya. Hari ini, mentari terlihat malu-malu menyembul dari balik awan. Acha yang melihat itu, langsung siap dengan kamera ponselnya. Memotret hamparan langit biru pada pagi di Sydney. Ia tersenyum kagum kala menengok hasilnya. Satu foto yang menurutnya paling bagus, ia jadikan look screen dan profil WhatsApp.
Puas dengan acara memotret, ia beralih ke meja belajarnya. Menyandang tas kuliah lalu bergegas turun ke bawah. Bergabung dengan Arka dan Novi dalam acara sarapan sederhana. Hari ini, ia ada kuliah pagi. Sementara Arka dan Novi akan menghadiri acara pertunangan anak dari kolega bisnis Revan.
Sebenarnya, Arka menawari dirinya untuk ikut. Tapi Acha tak bisa. Materi kuliah kali ini adalah materi favoritnya. Ia tak mau melewatkannya begitu saja. Berbicara tentang kuliah, ia jadi ingat dengan Nadine. Beberapa hari usai Acha datang ke rumahnya, Nadine masuk kuliah.
Acha rasa, ada yang berbeda dari gadis itu. Kini, ia menjadi lebih pendiam, tak seceria dulu. Ketika Acha bertanya mengenai maksud 'dipaksa' pada hari itu, Nadine hanya tersenyum, memilih tak menjawab. Acha mengerti, mungkin saja itu terlalu pribadi untuk diceritakan. Tak apa, toh itu semua hak Nadine untuk bercerita padanya. Yang penting, Nadine sekarang baik-baik saja.
"Selamat pagi, kakak-kakak!" Acha menarik kursi di sebelah Novi. Mendaratkan dirinya untuk duduk disana.
"Selamat pagi juga, Cha! Yuk, sarapan dulu." Novi datang dari arah dapur membawa piring berisi lauk yang baunya menggunggah selera. Seolah memanggil-manggil untuk segera dimakan.
Acha mengambil piring, mulai menyendok sedikit demi sedikit nasi kuning untuk Arka. "Segini cukup, kak?" Ia menunjukkan piringnya pada Arka.
"Cukup kok, Cha. Makasih. Sini, lauknya biar kakak aja yang ambil. Kamu cepetan sarapan gih, katanya ada kuliah pagi." Arka mengambil alih piring dari Acha. Kemudian mengacak hijab adiknya. Membuat Acha memberengut.
"Ih, kakak mah! Kan udah rapi tadi, masa diacak-acak lagi." Pelototan tajam langsung diterima Arka dari adiknya. Acha beranjak dari kursi, menghentak-hentakkan kakinya pertanda marah. Berjalan menuju kamar mandi untuk memperbaiki hijabnya kembali. Menyisakan Arka yang terkekeh karena berhasil menggoda kembarannya.
Usai membenarkan hijabnya, Acha bergabung ke meja makan. Menyusul Arka dan Novi sarapan pagi. Acha mulai menikmati sarapannya dengan diam. Nasi kuning yang hangat dan gurih, kering tempe yang manis pedas, serta suwiran ayam bersatu padu menciptakan rasa yang nikmat dan enak.
*****
"Fina, tunggu!!"
Satu teriakan yang meluncur dari bibir Acha berhasil membuat Fina berhenti. Ia mendapati Acha sedang berjalan mendekatinya. Memintanya untuk menunggu gadis itu terlebih dahulu. Begitu posisinya sejajar dengan Fina, ia mengulas senyum.
"Assalamu'alaikum, Fina. Ke aula bareng ya? Jadwal kita hari ini sama, kan?"
"Wa'alaikumsalam, iya, Cha. Jadwal kita samaan. Yuk ke aula, sebelum dosennya datang." Fina merangkul Acha, berjalan beriringan menuju ke aula tempat kelas mereka berlangsung.
Ting!
Ting!
Bunyi nyaring dari ponsel Acha menghentikan langkah keduanya. Ia merogoh tasnya, mencari-cari benda pipih itu disela buku yang dibawanya. Begitu menemukan benda itu, ia langsung menghidupkannya. Mengernyit kala ada dua notifikasi chat dari orang yang berbeda. Ia membukanya satu persatu dan membalasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Acha ✓
Spiritualité[ Sequel Maudya ] Kehidupan Acha-Arsha Indira Brawijaya yang semula tenang seketika berubah. Berawal dari pertemuan yang tak sengaja dengan Edward, seorang pemuda blasteran Indonesia-Australia, kini dunianya serasa dijungkir balikkan oleh Edward. Ac...