Bagian 26

430 38 0
                                    

Happy reading guys

*****

Langkah kakinya membawa Edward ke taman di dekat pusat perbelanjaan itu. Sangat jauh dari rumahnya. Ia sendiri heran karena bisa berlari sejauh ini. Lampu-lampu taman sudah menyala, menemani rembulan dan berbagi tugas untuk menerangi taman malam ini. Edward kembali berjalan, menyusuri taman itu sendirian. Ia meraup wajahnya kasar. Mengacak rambutnya frustasi.

"ARRGGHH!!" Teriaknya dengan kencang. Berusaha melepaskan sesak di hatinya. Ia berjalan gontai, memilih untuk duduk di salah satu kursi taman. Mengistirahatkan kakinya yang lelah.


Hening Edward rasakan. Hanya ada suara jangkrik dan suara kendaraan yang lalu lalang. Ia mendongak, menatap hamparan bintang di langit. Berkelap-kelip laksana berlian dengan background gelapnya langit malam.

Andai saja ibunya masih hidup, mungkin ini tak akan terjadi. Andai saja hari itu orang tuanya tidak memutuskan untuk bercerai, mungkin hidupnya tak akan sekacau ini. Andai saja, daddy nya dulu mau mengikuti keyakinan ibunya.

Hah ... kini semuanya hanya andai, andai, dan andai. Edward tahu, pengandaian yang saat ini ia pikirkan tak akan pernah terjadi. Karena waktu tak akan pernah bisa berjalan mundur. Kini ia juga tahu, apa penyebab kedua orang tuanya berpisah dulu.

Ketika itu, Edward masih berusia enam tahun. Masih cukup kecil untuk mengerti apa maksud dari perceraian mommy dan daddy nya. Hari itu, saat Edward masih asyik bermain mobil-mobilan di halaman rumah, tiba-tiba saja, Joan datang dan menggendongnya pergi. Joan tak menghiraukan Edward yang mulai menangis karena masih ingin bermain.

Tak banyak bicara, Joan langsung mendudukkan Edward di mobil. Melajukan mobil dengan kecepatan sedang, membuat Edward kecil merasa pusing. Dalam hati ia bertanya, mengapa daddy nya diam saja? Mengapa nggak ada mommy disini? Edward mau dibawa kemana?

Namun pertanyaan itu hanya ia simpan sendiri. Karena ia tahu, daddy nya sedang menahan marah. Mobil berhenti, Joan kembali menggendong Edward, memasuki sebuah rumah yang Edward kenal sebagai rumah kakeknya. Tapi ... tunggu dulu, mengapa disini sangat ramai? Mengapa banyak tetangga yang datang?

Karena rumah kakeknya penuh dengan pernak-pernik hiasan, Edward kecil menengok kesana kemari, mengamati hiasan bunga dan janur yang terpasang apik di setiap sudut rumah itu. Tanpa tahu jika sebentar lagi akan terjadi keributan yang besar. Begitu masuk ke dalam rumah, Edward melihat mommy nya tengah duduk bersama seorang lelaki yang tak ia kenal. Mommy nya cantik sekali, menggunakan kebaya berwarna putih. Warna yang senada dengan setelan jas yang dikenakan lelaki disebelahnya.

Edward beringsut di gendongan daddy nya. Berusaha untuk turun. Begitu berhasil, ia langsung berlari, menghambur ke pelukan mommy nya. Tak tahu jika mommy nya akan dinikahkan lagi oleh kakeknya. Tentunya dengan pria yang seagama dengan mommy nya.

"Mommy! Kenapa disini? Terus ... om ini siapa?" Edward menatap bingung lelaki di sebelah mommy nya.

Kanaya—mommy nya, tak menjawab. Ia malah tersenyum sembari memangku Edward. Di belakang sana, Joan mengepalkan tangannya. Amarahnya meluap seketika. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik kerah lelaki di sebelah Kanaya, meninju nya beberapa kali hingga tercetak luka lebam kebiruan. Semua tetangga sontak berteriak, berusaha meredam amarah Joan dan melerai mereka.

Takdir Cinta Acha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang