Happy reading
*****
Joan benar-benar tak habis pikir dengan putra tunggalnya itu. Kemana agaknya Edward saat ini? Apakah Edward lupa, jika Joan menyuruhnya untuk pulang sore? Oh, atau jangan-jangan, putranya itu terlalu asyik bersenang-senang di pesta ulang tahun temannya.
Hah ... pening rasanya. Seharusnya, sore tadi, Edward hadir di pertemuan penting yang telah Joan rancang jauh-jauh hari bersama rekan bisnisnya. Namun, Edward malah belum pulang hingga sekarang. Alhasil, Joan menghadiri pertemuan itu sendiri. Ia menghembuskan napas kasar. Harus bagaimana lagi Joan menghadapi putra semata wayangnya itu?
Suara deruman mesin mobil yang berhenti membuyarkan lamunan Joan. Itu pasti Edward! Ia segera berlari, membuka pintu utama rumahnya. Siap menyembur Edward dengan kemarahannya yang sudah mencapai ubun-ubun. Berharap jika putranya itu akan sadar dan berhenti bermain-main.
Edward keluar dari mobilnya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah tidak menyenangkan dari daddy nya. Sorot matanya menghunjam menyiratkan kemarahan. Ketika sampai di hadapan ayahnya, Edward membungkuk. Membentuk posisi tubuh sembilan puluh derajat.
"Maaf daddy, Edward terlambat pulang lagi."
"Hmm ... apakah kamu terlalu menikmati pestanya? Atau terlalu kenyang makan kue disana, Edward? Hingga kamu lupa untuk pulang! Lupa pada apa yang Daddy suruh tadi!"
Edward bergeming. Menunggu daddy nya yang sedang bersiap memuntahkan kalimat demi kalimat yang ditujukan untuknya. "Apa kamu pikir, perintah daddy itu hanya angin lalu, Edward? Apa kamu pikir ... perintah daddy tadi itu main-main huh?!"
"Apa kamu tahu? Tadi itu adalah pertemuan yang sangat penting, Edward! Kamu malah tidak datang dan asyik berpesta!" Sinis Joan pada Edward.
Edward, ia menggumamkan kata maaf berkali-kali yang belum tentu dapat didengar oleh Joan. Edward tahu, dirinya salah. Bukan hanya salah karena pulang terlambat, namun dirinya juga salah karena telah berbohong pada daddy nya. Mau bagaimana lagi? Edward sangat terpaksa melakukan itu.
Hening melanda keduanya. Indera pendengarannya tak lagi menangkap suara sinis penuh penekanan dari daddy nya. Ia memberanikan diri untuk menatap daddy nya.
"Daddy ... udah nggak marah sama Edward?" tanyanya dengan takut.
Joan menggeleng. Merentangkan tangan, mengisyaratkan agar Edward memeluknya. "Edward, sebenarnya daddy nggak pernah berniat untuk marah padamu. Daddy begini, karena kamu itu pewaris tunggal daddy. Kelak, semua aset yang daddy punya akan diwariskan padamu. Jadi, kamu perlu belajar banyak."
"Makasih dad. Kalau Edward boleh tanya ... daddy tadi meeting sama siapa?"
Mereka berdua berbincang sembari masuk ke dalam rumah. "Tadi, ada pertemuan dengan Alexander's Corporation. Mereka menawarkan kerja sama dengan perusahaan kita." Joan sengaja menjeda ucapannya sejenak. Melihat Edward yang tengah mencerna apa yang ia katakan barusan.
"Alexander's Corporation?" Edward mengernyit. Antara terkejut dan bingung. Mimik mukanya mulai menunjukkan keseriusan untuk membahas ini lebih lanjut.
"Bukannya ... itu perusahaan makanan kemasan dan restoran besar di Sydney dad? Dan kabarnya ... mereka hampir bangkrut kan? Kenapa Daddy menerima kerja sama dengan mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Acha ✓
Spiritual[ Sequel Maudya ] Kehidupan Acha-Arsha Indira Brawijaya yang semula tenang seketika berubah. Berawal dari pertemuan yang tak sengaja dengan Edward, seorang pemuda blasteran Indonesia-Australia, kini dunianya serasa dijungkir balikkan oleh Edward. Ac...
