Bagian 16

546 42 0
                                    

Happy reading

*****


Ketiga gadis itu terlihat kompak tengah menelungkupkan wajah mereka di sela tangan yang mereka lipat. Di sekitar mereka, terdapat beberapa kertas yang berceceran, serta tiga laptop yang masih menyala. Ya, mereka adalah Acha, Nadine, dan Fina.

Memutuskan untuk melanjutkan S2 ternyata butuh perjuangan ekstra. Tugas-tugas yang makin hari makin meneror membuat mereka semakin kewalahan. Apalagi, jika deadline tugas itu bersamaan. Habis sudah! Mereka harus rela meniadakan waktu tidurnya untuk mengerjakan tugas.

"Hah ... makin kesini tugasnya makin banyak aja. Jadi agak susah nih, nyeimbangin sama kerjaan!" Sungut Fina kesal.

"Iya nih Fin, tiap hari diberondong tugas aja. Dari mulai makalah, presentasi, kuis dadakan setiap pagi. Lengkap banget, kayak menu nasi campur," sambung Nadine. Wajah mereka bertiga terlihat kusut bak pakaian yang belum di setrika.

"Sudah, kalian nggak boleh ngeluh begitu. Semangat dong! Namanya kan kita belajar, ya berat lah. Apalagi dengan tugas setumpuk begini. Tapi, coba kalian lihat sisi positifnya. Kita jadi lebih bisa bagi waktu kan sekarang? Selain itu, kita juga bisa ngukur kemampuan kita bukan?"

Nadine dan Fina mengangguk. "Iya juga sih Cha. Benar kata kamu. Tapi, ya nggak setiap hari juga kali diberondong tugas! Masa udah mau hari libur juga masih dikasih tugas! Kita kan perlu mengistirahatkan jiwa, raga, dan otak kita!" Keluh Nadine frustasi. Acha tak sangka, teror dari tugas yang bejibun bisa membuat Nadine tumbang seperti ini.

"Ya, kalau begini, aku cuma bisa bilang sabar aja sama kamu. Dan ya, segala sesuatu itu tergantung kita buat menyikapinya. Jadi, stop anggap tugas itu beban Na. Nanti kamu capek sendiri kalau begini. Kalau misalnya kamu anggap tugas-tugas itu pasti bisa kamu selesaikan dengan mudah, insyaallah akan ringan. Percaya deh sama aku."

"Hmm ... thanks Cha buat nasihatnya. Lain kali biar aku coba oke. Tapi sekarang, kayaknya aku perlu nyari referensi materi deh buat tugas makalah ini. Soalnya udah mentok banget ini."

Fina terlihat berpikir sejenak. "Gimana kalau kita ke perpustakaan aja? Disana kan banyak buku tuh, sama makalah-makalah yang dibuat kakak tingkat yang lain. Siapa tahu bisa jadi referensi buat kita."

Acha mengangguk antusias. "Nah boleh banget tuh! Tapi sebelumnya, mungkin ada baiknya kalau kita pesan kopi dulu. Biar ngantuknya agak berkurang."

"Iya nih, harus minum kopi dulu. Kalau nggak gitu, bisa-bisa nanti aku tidur sambil jalan ke perpustakaan." Kekeh Nadine.

Mereka sudah memutuskan untuk meminum kopi dulu. Ah, jika dilihat lagi, alangkah indahnya pertemanan yang mereka jalin. Saling mengingatkan dan support satu sama lain untuk keberhasilan bersama. Semoga saja, pertemanan mereka diberi keberkahan oleh Allah lewat pertemanan ini. Aamiin.

*****

Raut serius terlihat jelas pada wajah Acha. Saat ini, baik dia dan ketiga temannya sedang sibuk untuk mencari referensi guna mengerjakan tugas makalah yang diberikan oleh dosen pagi tadi. Acha membolak-balik sebuah jurnal yang cukup tebal. Lantas, ia berhenti sejenak, kemudian mengetikkan sesuatu di laptopnya. Begitu seterusnya.

Sementara kedua temannya terlihat sibuk mencatat poin-poin penting pada jurnal yang mereka baca. "Loh, kalian nggak langsung ngetik makalahnya? Tadi kalau nggak salah, kalian kan bawa laptop?" tanya Acha.

"Iya nih Cha, maunya sih begitu. Tapi baterai laptop kita habis, kita juga lupa bawa charger. Ya mau gimana lagi, mungkin nanti malam kita harus begadang hehe."

Acha menutup laptopnya. "Oh begitu. Kalian ada nyimpan makalahnya di flashdisk nggak? Kalau ada, pakai laptop aku dulu aja. Aku udah selesai kok, dan kebetulan baterai laptopnya juga masih lumayan. Jadi kalian pakai gantian aja nggak papa."

Nadine dan Fina saling berpandangan. Binar mata semangat kembali terlihat lagi di manik mata mereka. "Wah, beneran Cha? Boleh?"

Acha mengangguk. "Boleh kok. Ini pakai aja. Tapi gantian ya, jangan rebutan." Acha lalu menyodorkan laptopnya.

"Asyik, makasih Cha. Kalau begitu, Fina dulu aja yang pakai. Soalnya nanti kan Fina harus kerja sambilan. Kalau aku sih sebenarnya masih santai, banyak waktu luangnya nanti malam."

Baiklah, bermodal pinjaman laptop dari Acha, Fina melanjutkan mengerjakan tugasnya. Sementara itu, Acha memiiih untuk memainkan ponselnya dan Nadine masih setia mencatat poin-poin penting yang ia butuhkan. 

Tidak terasa, satu jam berlalu begitu saja. Suasana di perpustakaan mulai sepi akibat pengunjung yang berkurang. Fina meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku akibat terlalu lama mengetik di laptop.

"Makasih ya Cha buat pinjaman laptopnya. Berkat bantuan kamu, alhamdulilah makalahku udah mau selesai, nanti tinggal dirapikan lagi di rumah. Dan Nadine, maaf ya, karena aku ... kamu jadi nggak kebagian pinjam laptopnya Acha deh."

"Udah nggak papa Fin, santai aja. Lagipula, nanti kan aku bisa ngerjain tugasnya pas pulang kuliah. Ini aku udah dapat bahan-bahan buat makalah nya kok. Jadi tenang aja."

Fina tersenyum lega. Ia merogoh tas yang dibawanya dan mengeluarkan secarik kertas. Lebih tepatnya, kertas itu adalah sebuah selebaran. Lantas, ia menyodorkan selebaran itu di meja , agar Acha dan Nadine bisa melihatnya.

"Eh, kalian kenal Kak Ashlyn kan? Kakak tingkat kita itu loh yang bule?"

"Kenal, emangnya kenapa?" jawab Nadine.

"Jadi gini, dua hari yang lalu, Kak Ashlyn ngasih ini ke aku. Dan dia ngajak aku buat gabung ke komunitas islam di Sydney. Komunitasnya dia. Selebaran ini isinya informasi tentang komunitas itu. Kalian mau join nggak? Siapa tahu, ini bisa bermanfaat buat kita. Nambah-nambah pengalaman gitu."

Nadine meraih selebaran itu dan membacanya dengan seksama bersama Acha. "Kami mau gabung!" Koor mereka berdua dengan lantang.

"Alhamdulillah, makasih ya teman-teman. Sekarang, kita pulang yuk. Jam kuliah udah selesai juga."

Ketiga gadis itu membereskan barang-barangnya. Lalu beranjak meninggalkan perpustakaan yang sudah sepi. Sayangnya, tatkala sampai di persimpangan jalan, tali sepatu Acha terlepas dan ia menginjak tali sepatunya sendiri. Akibatnya, dia dan buku-buku nya harus rela mencium tanah alias terjatuh.

"Aduh! Yah, jatuh semua deh." Acha segera membenarkan tali sepatunya. Kedua temannya juga membantu memunguti buku-bukunya yang ikut jatuh. Saat Acha ingin berdiri, seseorang dari arah berlawanan  memberikan buku miliknya.

"Excuse me? Is this yours?"

Deg!

Suara itu? Acha mengenali suara itu. Ia memberanikan diri untuk mendongak, menatap sang empunya suara. Betapa terkejutnya Acha kala melihat manik mata hazel dari sang empunya suara. Di detik itu juga, jantung Acha berpacu dengan cepat. Ia tertegun kala orang itu menyebut namanya.

"Acha?"

"E-Edward?"

*****

Terima kasih yang udah mau baca

See you next chapter.....



11 April 2021

dif_ran


Takdir Cinta Acha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang