Bagian 34

461 35 0
                                    

Happy reading

*****

Beberapa jam sebelum Acha kecelakaan

Arka terlihat mondar-mandir di ruang tamu. Raut wajahnya yang bisa dibilang tak santai membuat Maudy dan Revan yang baru saja tiba bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan putranya ini? Dari lima belas menit yang lalu, Arka sudah begini. Kalau tidak mondar-mandir ya memeriksa teleponnya.

Cukup sudah. Revan tidak tahan lagi melihat ini lebih lama. Ia harus menuntaskan rasa penasarannya.

"Ka, sebenarnya ada apa sih? Kamu daritadi mondar-mandir nggak jelas gini? Terus periksa telepon. Emangnya siapa yang bakalan nelpon kamu?"

"Ini, yah. Arka tuh nunggu telepon dari pegawai Arka yang lagi sama Acha. Nunggu laporannya. Mana udah hujan lagi, sementara Acha nya belum pulang-pulang. Ya, wajarlah Arka khawatir."

"Eh, tunggu dulu, Ka. Maksud kamu dengan pegawai itu apa? Kamu nyuruh pegawai kamu buat mata-matain Acha, gitu?"

"Ya ... jadi gini, bun, yah. Bukannya Arka butuh buat mata-matain. Tapi, Fina itu Arka suruh buat temenan sama Acha. Nah, kan mereka udah temenan tuh, terus Fina itu Arka kasih tugas buat jagain Acha selama Arka nggak ada di sekitarnya. Biar kalau ada apa-apa, dia bisa ngabarin Arka."

Maudy dan Revan saling pandang beberapa saat, sebelum akhirnya tawa mereka pecah. Mereka tidak habis pikir dengan Arka yang begitu protektif terhadap Acha. Mereka juga tak sangka bahwa Arka akan melakukan ini.

"Loh, ayah sama bunda kok malah ketawa sih? Apa yang Arka lakuin ini salah?"

"Bukannya salah, tapi yang kamu lakuin itu terkesan terlalu berlebihan, nak. Dan, apa Acha tahu, kalau salah satu temannya itu ternyata orang suruhan kamu?"

Arka menggeleng. Tentu saja Acha tidak tahu tentang hal ini. "Nggak, bunda. Acha nggak tahu. Dan Arka nggak bakalan ngasih tahu. Arka takut ... nantinya Acha malah marah."

Revan menghela napas. Ia berdiri menghampiri putranya. Merangkul pundak putranya itu. "Tapi, Arka. Menurut ayah nih ya, kamu harusnya jujur saja sama Acha. Kasih tahu mengenai hal itu. Pelan-pelan aja ngasih tahunya. Ayah yakin kok, Acha nggak bakal marah. Palingan cuma ngambek aja sebentar."

"Iya yah, nanti bakal Arka kasih tahu."

"Hmm ... bagus." Revan mengacungkan dua jempol pada Arka, begitupun dengan Maudy.

Tak lama setelah percakapan itu berakhir, ponsel di genggaman Arka berdering berisik. Nama Fina tertera disana. Sontak saja, Arka langsung mengangkat teleponnya. Mendengarkan laporan Fina mengenai Acha yang belum pulang-pulang.

Dari seberang sana, Fina juga terkejut. Pasalnya, usai mendengar penjelasan Nadine dan Edward tadi, Acha meminta untuk pulang. Karena rumah mereka beda arah, jadi mereka berpisah di persimpangan tadi.

"Yaudah kalau begitu, terima kasih untuk laporannya, Fina. Saya yang akan mencari Acha, jadi kamu jangan khawatir. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, pak."

Arka menaruh ponselnya di nakas. Diiringi dengan lantunan istighfar dari bibirnya, ia berkali-kali menghirup dan membuang napas. Menenangkan diri terlebih dahulu. Ia lalu meraih kunci mobil yang tergeletak.

"Ayah, bunda, Arka pergi nyari Acha dulu ya. Arka khawatir, soalnya Acha belum pulang juga. Kalau ayah sama bunda mau tahu, bisa buka ponsel Arka. Disitu ada rekaman laporan Fina tadi. Ayah sama bunda bisa dengerin."

Takdir Cinta Acha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang