Bagian 7

892 58 2
                                    

Happy reading

*****

Ketukan pintu mengejutkan gadis itu, membuatnya terlonjak dan terpaksa bangkit dari ranjangnya yang nyaman. Tak lupa, ia melepas headset yang masih menggantung di telinganya itu. Mematikan murrotal Al-Qur'an yang sedang didengarkannya. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju ke arah pintu, membukanya seraya berusaha memasang wajah cerianya. Sebenarnya, ia baru saja bangun tidur sekitar sepuluh menit yang lalu, wajar jika wajahnya terlihat masih sedikit mengantuk.

"Ada apa bunda?," tanya Acha langsung begitu mendapati Maudy yang mengetuk pintu kamarnya.

"Bantuin bunda sama Kak Novi masak yuk? Nanti, biar bunda sama Kak Novi yang masak makanannya. Kamu bikin kue. Gimana?"

Acha mengernyit, kedua alisnya otomatis bertaut. "Emangnya ada acara apa bun? Kok sampai bikin kue segala? Ada yang ulang tahun?"

Maudy terkekeh. "Nggak ada yang ulang tahun sayang. Cuma ... nanti malam bunda sama ayah ngundang Tante Aira sama keluarganya buat makan malam bareng disini. Sekalian silaturahmi, kan kamu sama Arka juga udah lama nggak ketemu mereka. Nah, kamu ingat kan, kalau Tante Aira suka sama kue buatanmu?"

"Ingat bunda. Tante Aira sukanya kue lapis legit kan? Acha bakal buatin yang spesial buat Tante Aira." Beginilah putrinya jika sudah membicarakan soal kue. Semangatnya langsung melonjak naik.

"Yaudah, ayo ke dapur. Nanti nggak keburu lagi masaknya." Maudy merangkul Acha menuntunnya menuju ke dapur.

Sesampainya di dapur, dua wanita berbeda generasi itu langsung mengenakan celemeknya masing-masing. Ternyata, Novi sudah berada disana, tengah menyiapkan bahan-bahan untuk memasak yang sudah tertata rapi di meja dapur.

"Bunda, ini bahannya udah siap semua. Tinggal masak aja." Maudy tersenyum, menantunya yang satu ini memang bisa diandalkan. Maudy bersyukur, memiliki menantu seperti Novi. Maudy harap, kelak Acha akan menemukan pendamping hidup yang baik, sama seperti Novi.

"Bunda, emang kita mau masak apa sih?," tanya Acha menginterupsi.

Maudy berjalan menuju ke meja dapur. "Kita mau masak nasi liwet, sama ayam goreng. Nanti Novi bikin ayam goreng sama sambal, bunda bikin nasi liwetnya, kalau Acha bikin kuenya ya? Oke?"

"Siap bunda!" Koor Acha serta Novi bersama-sama. Mereka bertiga memulai memasak. Sibuk kesana-kemari dengan cekatan namun dapur tetap dalam keadaan rapi.

Di belakang sana, dibalik pintu yang menghubungkan ruang tamu dan dapur, diam-diam Revan tersenyum melihat aktivitas ketiga perempuan itu. Revan bersyukur, amat bersyukur karena dikaruniai keluarga seperti mereka, sungguh Allah Maha Baik.

Ah, jika seperti ini, Revan jadi ingat saat dulu ia masih amnesia dan tinggal di Solo. Ia tak menyangka, jika gadis ceroboh yang mengejar copet di pasar kala itu, kini berada disini. Menjadi pelengkap separuh imannya, serta telah bertaruh nyawa untuk melahirkan anak kembarnya ke dunia ini. Ya, dia Azza. Revan sangat mencintainya. Bahkan, jauh sebelum dia dan Azza bertemu kembali di Solo. Memang, Revan sudah menaruh hati pada Azza sejak dulu, namun Revan tak berani mengungkapkannya. Dan disaat bersamaan, dia dihadapkan kenyataan untuk meninggalkan Azza dan mengikuti papanya pindah ke Solo.

"DOR!" Belum selesai Revan mengenang masa-masa nya dulu, ia sudah dikagetkan dari belakang oleh seseorang. Alhasil, ia terlonjak dan sedikit oleng. Masuk ke dapur. Tiga perempuan yang tadinya sedang memasak, kini serempak menatapnya dengan bingung sekaligus menahan tawa.

Revan bangkit dan menoleh, ternyata itu putranya—Arka. "Kamu ngapain sih Ka? Ngagetin aja! Emangnya nggak ada kerjaan lain apa?!", sungut Revan sedikit marah.

Takdir Cinta Acha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang