Happy reading
*****
Dedaunan kering yang berwarna coklat kekuningan di taman belakang rumah keluarga Revan mulai berguguran satu persatu. Melihat itu, Acha langsung mengambil sapu dan peralatan bersih-bersih lain yang disimpan di bagian belakang dapur.
Niatnya, pagi ini ia akan membantu untuk membersihkan taman belakang. Karena, saat bersantai bersama orang tuanya kemarin, Acha merasa kalau taman itu sudah tampak kotor.
Maklum saja, kedua orang tuanya termasuk orang yang sibuk. Ayahnya pebisnis dan bundanya seorang dokter. Ditambah lagi, mereka berdua tidak menyewa pembantu.
Semuanya dikerjakan berdua oleh mereka. Dan mungkin, mereka belum sempat membersihkan taman ini. Jadi, mumpung Acha belum disibukkan dengan segala urusan bisnis, ia akan membantu membersihkan rumah. Dimulai dari taman belakang terlebih dahulu.
Dengan cekatan, gadis berjilbab army itu menyapu setiap sudut dari taman. Mengumpulkan sampah dan dedaunan yang berguguran di tengah. Ia memisahkan daun dengan sampah. Karena hanya sampahnya yang akan dibuang. Sedangkan daunnya akan dijadikan pupuk organik untuk tanaman-tanaman yang ada disini.
Dulu sekali, saat ia dan Arka masih kecil, Revan dan Maudy pernah mengajari mereka cara membuat pupuk organik sendiri. Caranya terbilang cukup mudah untuk dilakukan. Selain itu, dengan membuat pupuk sendiri akan lebih hemat juga.
"Alhamdulillah, akhirnya tugas buat nyapu taman selesai. Sekarang, aku bakal ngasih makan ikan dulu." Acha mengusap peluh yang mulai bercucuran dari dahinya. Ia menyandarkan sapu dan seroknya di tiang gazebo. Lantas, ia mengambil kotak kecil tempat makanan ikan.
Begitu mendekati kolam, suara gemericik air terdengar layaknya alunan nada dari alat musik. Ikan berwarna-warni berenang dengan gembira, membuat riak-riak kecil pada air kolam.
Lengkungan bulan sabit terpatri di bibirnya kala melihat ikan-ikan itu bergerak kesana-kemari. Ia mengambil segenggam makanan ikan, melemparnya beberapa kali ke kolam. Sontak, ikan-ikan yang ada di dalam sana langsung terlonjak-lonjak berebut makanan. Menjadikannya hiburan tersendiri bagi Acha.
"Kayaknya, udah cukup deh makannya. Lebih baik, sekarang aku masuk aja, terus mandi lagi." Gadis itu menyimpan kembali kotak makanan ikan. Mengambil sapu dan serok lalu berjalan masuk ke rumahnya.
*****
Dentingan sendok dan garpu yang saling beradu menggema, memenuhi ruang makan di pagi hari. Maudy, Revan, dan Acha tampak serius menikmati sarapannya hari ini. Kebiasaan sarapan pagi memang diharuskan di keluarga ini.
Tidak ada yang boleh melewatkan sarapan, karena hal itu sangat penting untuk menunjang aktivitas yang akan dilakukan. Selain itu, sarapan juga memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh. Oleh sebab itu, Maudy akan marah jika ada anggota keluarganya yang tidak sarapan.
"Cha, habis ini kamu siap-siap ya. Nanti ayah sama bunda mau ngajak kamu ke suatu tempat." Revan meletakkan sendok dan garpunya. Terlihat bahwa piringnya sudah kosong.
"Emangnya ... kita mau kemana, ayah?" tanya Acha. Ia juga sudah menyelesaikan sarapannya.
"Udahlah, ikut aja dulu. Nanti kalau udah sampai kamu juga bakalan tahu kok. Eh iya, ayah sarankan, kamu nggak usah bawa ponsel. Karena ayah jamin, kamu nggak butuh ponsel disana."
Acha mengangguk kecil. Ia beranjak dari kursinya. Membantu Maudy membereskan meja makan serta mencuci piring terlebih dahulu. Baru setelahnya, ia menuju ke kamar untuk bersiap-siap sejenak.
Ia mengganti bajunya dengan blouse berwarna moccha dan celana bahan berwarna cokelat tua. Begitu juga dengan jilbabnya. Kali ini, Acha memilih menggunakan pashmina berwarna senada.
"Ayo, yah, bun. Acha sudah siap kok." Acha membuka pintu belakang mobil. Ia duduk disana dengan diam. Menunggu mobil dilajukan oleh ayahnya yang ada dibalik kemudi.
Selepas berkendara selama dua puluh menit, mobil milik keluarga Revan berhenti di sebuah tempat. "Cha, tolong buka bagasi ya. Ambil barang yang ada disana." Pinta Maudy pada putrinya.
Gadis itu langsung turun, membuka bagasi. Dahinya mengernyit kala mendapati dua buah keranjang berisi bunga mawar dan melati, dua botol air, serta sebuket bunga lily putih.
"Sudah belum, nak? Sini, bunda bantu. Kamu bawa buket sama keranjangnya satu. Biar bunda yang bawa sisanya." Maudy mulai mengangkut barang yang ia sebutkan tadi. Diikuti dengan Acha di belakangnya, dan Revan.
Acha baru paham akan fungsi benda-benda yang dibawa bundanya, saat mendapati plang bertuliskan 'Pemakaman Umum' itu. Ia yakin, bahwa Maudy dan Revan akan membawanya ke tempat peristirahatan terakhir dari kakeknya.
Ia mengikuti Maudy, terus berjalan menuju ke suatu tempat di pemakaman itu. Hingga akhirnya, Maudy berhenti tepat di sebelah dua makam bertuliskan nama Julianne Windy Maddison dan Muhammad Fariz— kedua orang tua dari Maudy.
Mereka bertiga berjongkok di depan makam Fariz dan Windy. Refleks, jari jemari Acha menari, mencabuti rumput liar yang tumbuh di makam kakek dan neneknya.
Ah, ia jadi ingat hari itu. Hari terakhir ia berinteraksi dengan Fariz. Ia tak menyangka, jika pada hari itu, Fariz pergi meninggalkannya. Bukan hanya untuk sementara, melainkan untuk selama-lamanya.
"Bunga ini adalah kesukaannya nenek, Cha. Nenek meninggal pas bunda masih SMP. Waktu itu ... rasanya benar-benar berat buat bunda." Maudy meletakkan bunga lily putih itu di dekat nisan Windy.
Ia mengenang masa-masa itu. Namun, ia tetap tidak menceritakan bagaimana perlakuan Fariz padanya dulu. Ia tidak ingin putra dan putrinya mengetahui fakta kelam itu. Ia ingin, putra dan putrinya mengenal Fariz sebagai sosok kakek yang penuh kasih sayang dan baik.
"Nah, sekarang kamu siram ya pakai air mawar ini." Revan mengulurkan sebotol air mawar pada Acha. Gadis itu langsung membukanya dan menyiramkannya pada makam Fariz. "Yuk, kita berdoa. Buat kakek sama nenek." Ajak Revan.
Ia menengadahkan tangannya. memimpin anak dan istrinya untuk berdoa. Alasan mereka mengajak Acha kesini karena saat pemakaman Fariz dulu, Acha tidak bisa hadir.
Selain itu, Maudy dan Revan ingin anak mereka senantiasa mengingat adanya kematian. Mengingat bahwasanya setiap makhluk yang bernyawa itu pasti akan mati nantinya. Dan tugas mereka sebagai makhluk itu adalah menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya agar bisa selamat di akhirat nanti.
*****
Terima kasih yang udah mau baca
See you next chapter.....
3 Juli 2021
dif_ran

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Acha ✓
Espiritual[ Sequel Maudya ] Kehidupan Acha-Arsha Indira Brawijaya yang semula tenang seketika berubah. Berawal dari pertemuan yang tak sengaja dengan Edward, seorang pemuda blasteran Indonesia-Australia, kini dunianya serasa dijungkir balikkan oleh Edward. Ac...