Happy reading
*****
Suara alarm mengalun berisik. Dua orang yang tengah terlelap terusik, terbukti dari pergerakan mereka yang mengisyaratkan bahwa mereka terganggu. Salah satu dari mereka mengulurkan sebelah tangannya. Mencoba menggapai-gapai jam weker yang ada di nakas. Mematikan alarm yang terus berbunyi dengan tak santai.
Ia menyalakan lampu utama di kamar. Kedua sudut bibirnya tertarik, membentuk senyum tipis, akibat melihat istri tercintanya tidur sembari memeluk lengannya. Edward menepuk-nepuk pipi Acha perlahan.
"Cantik, bangun dulu yuk. Kita shalat tahajjud bersama," bisik Edward tepat di telinga istrinya sembari mengelus lembut rambut panjang milik Acha.
Acha menggeliat. Mata cantiknya mengerjap-ngerjap beberapa kali. Menyesuaikan cahaya yang masuk. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah suaminya.
Setiap kali mengingat itu, Acha merasa bahagia. Tak menyangka bahwa akan seperti ini takdir dari Sang Maha Cinta. "Ayo, Mas. Maaf ya, aku susah bangun." Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kasur. Meluruskan kakinya.
"It's okay, honey. Kamu tidak perlu meminta maaf begitu. Karena membangunkanmu serta mengingatkanmu untuk beribadah itu juga salah satu kewajibanku. Dan aku suka melakukannya. Ambil wudhu dulu, yuk. Habis itu kamu mandi, siap-siap. Aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Aku yakin, kamu akan suka tempatnya."
"Ke tempat mana, Mas pagi buta seperti ini?" Kening Acha berkerut dalam. Berusaha menebak tempat yang disinggung Edward.
"Tempat wisata mana ada yang buka kalau jam segini. Terus ... nanti gimana shalat subuh nya? Nggak mungkin kan, kita nggak shalat subuh?" lanjutnya.
"Hahaha ..." tawa Edward mengudara. Karena gemas, ia mencubit pelan pipi Acha. "Ya kita bisa mampir shalat di masjid dong, sayang. Ayolah, ada sesuatu yang spesial yang mau aku tunjukkan ke kamu. Dan itu adanya pagi. Please ...."
"Okay, okay," jawab Acha. "Ayo shalat tahajjud dulu. Keasyikan ngobrol nanti malah waktunya habis." Ia beranjak dari tempat tidur, ingin mengambil wudhu.
Satu hal manis yang ia temukan dari Edward adalah lelaki itu suka sekali mengingatkannya untuk beribadah. Bagi Acha, itu adalah sebuah hal yang bagus. Saling mengingatkan satu sama lain dalam hal kebaikan.
*****
Acha keluar dari kamar mandi dengan keadaan lebih segar. Kedua tangannya memegangi handuk yang dari tadi ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.
Melihat hal itu, Edward jadi punya sebuah ide. Lelaki itu menutup buku yang ia baca, tanpa berkata apapun, ia menuntun Acha untuk duduk di kursi riasnya.
Tentu saja, tingkah Edward yang tiba-tiba ini menimbulkan tanda tanya di benak Acha.
"Mau ngapain, Mas? Kok aku disuruh duduk?"
"Udah, diam dulu disitu." Edward mengambil sesuatu dari lemari. Lantas menghubungkan kabelnya dengan stop kontak. Ternyata, dirinya mengambil hair dryer untuk membantu mengeringkan rambut Acha.
Dengan telaten, Edward mulai menyisir rambut panjang Acha, mengeringkannya sedikit demi sedikit. Mendapat perlakuan seperti itu, Acha hanya mampu duduk menunduk tanpa berani melihat ke arah cermin besar di hadapannya.
Jika sampai ia melihat ke arah situ, maka Edward akan tahu kalau wajahnya sudah semerah kepiting rebus sekarang.
"Yak, sudah kering, sayang." Hair dryer sudah mati, Edward menghentikan aktivitasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Acha ✓
Spiritual[ Sequel Maudya ] Kehidupan Acha-Arsha Indira Brawijaya yang semula tenang seketika berubah. Berawal dari pertemuan yang tak sengaja dengan Edward, seorang pemuda blasteran Indonesia-Australia, kini dunianya serasa dijungkir balikkan oleh Edward. Ac...
