Bagian 27

457 34 0
                                        

Happy reading guys

*****

"Katamu ... rasa cinta itu nggak salah. Lantas, kalau saya bilang saya mencintai kamu, apakah salah?"

"I said, i love you, Acha. I love you so much."

Kalimat yang dilontarkan Edward beberapa menit lalu masih menggema di kepala Acha. Ia merasa mendengarnya terus menerus. Acha menghela napas, berusaha menghilangkan gema kalimat Edward tadi. Jarinya sibuk mencoret-coret kaca mobil, membentuk tulisan abstrak yang hanya dimengerti oleh hatinya.

Biasanya, jika seorang gadis mendapatkan pernyataan cinta dari lelaki yang juga dicintainya, ia akan senang. Tapi tidak dengan Acha. Gadis itu justru merasa takut. Takut jika ia tidak bisa mengendalikan perasaan yang ia miliki. Takut jika nantinya ia bisa berbuat khilaf karena perasaan yang tak terkendali.

Acha tak mengerti, bagaimana bisa, hanya dengan beberapa kata yang keluar dari mulut Edward membuat dunianya terasa jungkir balik?
Bagaimana bisa, hanya dengan beberapa kata yang lolos dari mulut Edward membuat hatinya luluh lantah? Mengapa damage nya besar sekali? Entahlah.

Cairan bening lolos begitu saja dari matanya. Ia tak mengerti mengapa ia menangis. Namun, ia ingin sekali menangis saat ini. Entah, rasanya campur aduk. Ia mencoba beristighfar serta melantunkan shalawat. Berharap jika Sang Pembolak-balik Hati bisa meredakan rasa yang tak karuan ini. Tak sadar, pintu mobil bagian depan terbuka, menampilkan punggung Arka dan Novi.

Merasakan ada yang aneh, Arka dan Novi kompak berbalik ke belakang. Mereka dibuat melongo melihat Acha terisak. Ada apa dengan adiknya? Mengapa dia kembali secepat ini? Biasanya, Arka atau Novi harus menelpon Acha dahulu karena Acha tak mau menunggu di mobil. Lah ini, belum ditelepon sudah duduk manis di tempatnya.

"Cha, kamu kenapa? Cerita sama kakak, Cha. Bilang, siapa yang bikin kamu nangis gini." Arka memegang kedua bahu Acha. Lalu mengusap air mata yang masih mengalir. Arka tak tega melihat Acha sekarang. Matanya sembab, hidungnya merah, dan sesekali masih terisak.

"Ng-nggak papa kak. Acha nggak papa kok. Ini tadi cuma kelilipan biasa." Arka tak langsung percaya begitu saja. Mana ada orang kelilipan sampai menangis sesenggukan seperti ini? Arka rasa tidak ada.

"Nggak, kamu pasti bohong." Arka menggeleng, masih memegang bahu Acha.

"Setahu kakak nih ya, kalau ada cewek bilang nggak papa apalagi sambil nangis gini, kenyataannya malah dia lagi nggak baik-baik aja," tambah Arka.

"Udahlah, kak! Acha beneran nggak papa." Acha menepis pelan lengan kakaknya.

"Bisa nggak sih, sekarang kita langsung pulang aja? Acha capek. Pengen tidur."

"Yaudah, kita pulang sekarang. Tapi kamu ingat ya, kalau ada apa-apa yang bikin kamu sakit, nggak enak, atau nggak nyaman, baik kakak ataupun Kak Novi siap kok dengerin cerita kamu. Kapanpun kamu mau dan siap buat cerita, kita pasti ada di garis terdepan buat dengerin oke? Jadi jangan dipendam sendiri."

"Kita itu keluarga, Cha. Susah senang kita hadapi sama-sama. Suka maupun duka kita bagi sama-sama. Kalau ada salah satu yang sakit, kita juga ikut merasakan. Jadi, jangan merasa kalau kamu sendiri ya." Novi menimpali. Mengulas senyum yang mampu meneduhkan hati Acha.

"Makasih, Kak Arka, Kak Novi. Kalian berdua memang kakak paling the best deh pokoknya." Seiring dengan mobil yang mulai melaju, percakapan mereka berhenti. Acha tertidur karena kelelahan, sementara Arka fokus menyetir, dan Novi sibuk melihat pemandangan malam di luar jendela.

Takdir Cinta Acha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang