Bagian 25

493 32 0
                                        

Happy reading guys

*****

Sepanjang perjalanan pulang, Acha terus saja memikirkan kejadian hari ini. Makian dari ayah Edward serta sikap Nadine yang aneh terus membayangi dirinya. Bak adegan dalam sebuah film yang diputar berulang-ulang. Namun, daripada makian dari ayah Edward, Acha lebih khawatir pada Nadine. Ada apa dengan sahabatnya itu? Tadi, Acha sempat mendengar Nadine dan mamanya dipaksa. Tapi dipaksa untuk apa? Dan oleh siapa?

Mengapa Nadine menampilkan wajah yang begitu sendu tadi? Seolah pundaknya sedang dipenuhi oleh beban berat. Dan jangan lupakan saat Nadine mengatakan bahwa dia tidak baik-baik saja. Pengakuan Nadine membuat Acha semakin khawatir. Selain itu, di hatinya terbersit sedikit rasa gelisah. Ah, mungkin Acha sedang lelah karena seharian ini berkeliling. Sampai di rumah nanti, Acha akan beristirahat dan menelpon Nadine. Menanyakan kelanjutan ceritanya tadi.

*****

"Edward, daddy mau bicara sama kamu! Cepat duduk!"

Edward yang mendengar teriakan daddy nya langsung datang dari arah dapur. Sambil mengunyah muffin, dirinya duduk di sofa. "Daddy mau muffin nya? Enak loh, nanti nyesel kalau nggak nyobain." Ia menyodorkan salah satu muffin yang belum ia sentuh.

Joan menggeleng. "Singkirkan kue itu dari hadapan daddy sekarang! Melihat kue itu sama saja dengan mengingat wajah hina ibumu!" Perintahnya. Ia memalingkan wajah, mengalihkan pandangannya seolah muffin itu adalah barang kotor nan menjijikkan yang harus dibuang.

Edward mengendikkan bahunya acuh. Yasudah kalau daddy nya tak mau. Itu berarti, dia bisa memakan semua muffin yang dipesannya dari Acha. Sembari menunggu hal yang akan dibicarakan Joan dengannya, Edward terus memakan muffin itu hingga habis tak bersisa.

"Edward, kamu masih ingat kan pembicaraan kita tentang Alexander's Corporation beberapa hari yang lalu?" Tanya Joan. Ia mulai menggiring Edward masuk ke topik pembicaraan mereka.

Edward mengangguk. Mana mungkin dia bisa lupa kalau artikel tentang perusahaan itu sedang menjadi trending topic saat ini. "Ingat dad, kenapa ya memangnya? Apa ada hubungannya sama kita?"

"Jelas ada dong. Kamu juga ingat kan, kalau daddy sudah menjalin kerja sama dengan mereka?" Lagi, Edward mengangguk.

"Kerja sama itu ada syaratnya. Dan daddy rasa, ini adalah saat yang tepat untuk membicarakannya denganmu. Karena syarat ini berkaitan denganmu." Joan berusaha setenang mungkin untuk hal ini.

Kedua alis Edward bertaut. Berkaitan dengannya? Apakah ia benar-benar harus terlibat? Sesungguhnya, dia tak mau. "Syaratnya apa dad?"

"Kami membuat kesepakatan bahwa jika daddy memberikan suntikan modal ke Alexander's Corporation, maka putri tunggal mereka harus bersedia menikah denganmu dan pindah keyakinan sesuai keyakinan kita."

Tunggu, apa? Menikah? Dijodohkan? Jadi ... dengan kata lain, dia dan putri rekan daddy nya dijadikan alat kesepakatan? Begitu? Edward tak bisa menyetujui yang satu ini.

"Nggak daddy, Edward nggak setuju dengan kesepakatan konyol ini! Begini, selama ini, Edward terima kalau daddy memilihkan semuanya termasuk kuliah, tempat kuliah, dan lain-lain. Tapi tidak untuk menikah dad! Setidaknya, untuk hal yang satu ini, biarkan Edward yang menentukannya sendiri. Biarkan Edward yang memilih calon istri Edward sendiri! Apakah tidak bisa?"

Joan menggeleng. "Tidak! Ini sudah daddy atur sedemikian rupa, Edward. Kamu hanya tinggal menjalaninya saja. Apa susahnya sih, setidaknya kamu jalani dulu. Kamu saja belum berkenalan kan dengan calon istri mu!" Lantas Joan mengeluarkan ponselnya, mengutak-atik nya sebentar dan menyodorkannya pada Edward.

Kini, di layar ponsel Joan terpampang jelas foto seorang gadis berkerudung yang sedang tersenyum. "Nadine?" Lirih Edward.

Oh, ia semakin yakin jika dirinya tak bisa menyetujui hal ini. Ini sudah di luar perkiraannya. "Edward nggak bisa daddy. Nggak bisa. Edward yakin, kalau gadis ini dipaksa untuk pindah keyakinan. Bukan dari kemauannya sendiri. Dan ya, Edward nggak mencintai Nadine. Edward nggak mau kalau nantinya malah menyakiti Nadine. Edward sudah mencintai gadis lain!"

Akhirnya, Edward berani mengakuinya. Tentu kalian tahu, siapa gadis yang dimaksud Edward. Mendengar reaksi Edward, Joan berdecih sinis. Ia tahu, putranya itu mencintai tukang kue yang tadi siang datang ke rumahnya. Ia tahu semua itu dari tatapan Edward. Dan Joan tentunya tak akan membiarkan mereka bisa bersatu. Pokoknya, Edward harus menikah dengan gadis pilihannya. Titik.

"Daddy tahu, kamu suka sama tukang kue miskin tadi kan?! Dengarkan daddy, Edward! Kalian berdua itu tidak cocok! Kalian berbeda kasta! Dia hanya tukang kue biasa, nak. Sementara Nadine, dia itu putri pemilik Alexander Corporation yang sudah bisa dipastikan bibit, bobot, dan bebetnya! Nadine sudah pasti lebih berpendidikan dari gadis yang kamu cintai itu!" Jelas Joan melebar kemana-mana.

Edward tak habis pikir dengan daddy nya. Bertemu Acha juga baru sekali sekilas pandang, mengapa daddy nya langsung melabeli Acha dengan hal yang buruk-buruk?

"Asal daddy tahu, Acha dan Nadine itu satu kampus sama Edward. Level pendidikan mereka sama daddy!"

"Terus saja Edward, terus saja. Bela dia! Bela gadis itu! Sudah daddy bilang, kamu dan dia itu berbeda! Kalian juga berbeda keyakinan! Nggak mungkin bersatu!" Sinis Joan.

Edward tak mau kalah. "Terus, apa bedanya dengan Nadine? Dia juga seorang muslim daddy."

"Jelas beda, Nadine akan pindah keyakinan sesuai dengan keyakinan kita! Tapi tukang kue itu? Jelas saja dia tidak akan mau! Dengar Edward, daddy bilang seperti ini karena daddy nggak mau kamu mengulang kesalahan daddy dulu! Kamu tahu itu? Daddy nggak mau kamu menyesal karena memilih tukang kue itu!"

Sudah cukup! Edward lelah! Hidupnya selalu diatur oleh daddy nya seakan dirinya tak berwenang untuk mengatur hidupnya sendiri. "Edward nggak akan menyesal karena mencintai Acha! Karena Edward yang akan masuk islam nantinya! Bukan Acha yang pindah keyakinan!"

PLAKK

Satu tamparan yang amat keras mengenai pipi kanan Edward. Suaranya bahkan menggema di penjuru ruangan. Rahang Joan mengeras, menandakan ia amat murka. Suaranya meninggi, menggelegar. Membuat para maid yang sedang bekerja terkejut.

"EDWARD! KETERLALUAN KAMU! JANGAN BERANI MELAKUKAN ITU ATAU KAMU KELUAR DARI SINI!"

Edward sedikit tertegun. Namun itu tak berlangsung lama. Wajahnya memerah. "Fine! Kalau itu mau daddy, Edward bakal keluar dari sini!" Usai mengatakan itu, Edward berlari sekencang-kencangnya keluar dari rumah. Menyisakan teriakan Joan yang menyuruh Edward untuk kembali. Agaknya, Joan sedikit menyesal telah menampar Edward tadi.

Namun, Edward tak peduli. Ia sudah lelah. Ia berlari dan terus berlari tanpa tujuan. Yang ia inginkan saat ini hanyalah melampiaskan gemuruh yang ada di dadanya. Melampiaskan segala emosi di hatinya. Mengapa? Mengapa begini? Apakah tidak bisa barang sekali saja dia memilih? Apakah dia tidak bisa memilih pendamping hidupnya sendiri? Apakah hidupnya akan selalu disetir oleh daddy nya?

*****

Terima kasih yang udah mau baca

See you next chapter.....


13 Mei 2021

dif_ran



Takdir Cinta Acha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang