Happy reading
*****
"Jadi ... sekarang kakak bakal jawab pertanyaan kamu yang bertubi-tubi tadi di jalan," Rendra membuka suara. Ia melihat ke arah kaca, memastikan bahwa Acha mendengarkannya.
"Pertama, kakak tadi sebenarnya mau ngajak kamu jalan-jalan, tapi ternyata kamu nya udah pergi duluan. Kedua, kakak nyusul kamu nggak disuruh siapa-siapa kok. Beneran. Kakak pengen aja nyusul kamu, pengen ngobrol bareng. Soalnya, kemarin kita belum sempat ngobrol bareng. Mumpung kamu lagi di Indonesia, kan nggak papa. Ntar kalau udah balik, kamu sibuk sama pendikanmu," jelas Rendra panjang lebar. Sementara Acha hanya manggut-manggut.
"Oh, kita mampir ke rumah makan dulu ya Cha? Ini udah jam makan siang. Kita makan dulu." Rendra menghentikan mobilnya di salah satu parkiran restoran di dekat situ.
"Mm ... boleh kak. Aku juga agak lapar sih sebenarnya." Rendra tersenyum tipis, bahkan hampir tak terlihat oleh Acha. Ia membuka pintu mobilnya, lalu berlari ke belakang untuk membukakan pintu Acha.
"Umm ... Kak Rendra. Nanti jangan begini ya, malu dilihatin orang. Nanti dikiranya, kakak supir aku lagi. Aku jadi nggak enak sama kakak," ucap Acha seraya tersenyum canggung. Sungguh dia merasa tidak enak pada orang yang telah ia anggap sebagai kakaknya sendiri itu.
"Kenapa nggak enak Cha? Kakak senang kok bisa bukain pintu buat kamu. Emangnya ... tindakan kakak salah ya? Atau berlebihan?"
Acha menghela napas. "Bukannya salah kak, cuma Acha nggak mau aja kalau nanti ada rumor tentang kakak yang nggak nggak. Kakak kan direktur muda di salah satu perusahaan Om Farhan, otomatis semuanya kenal dong. Apalagi, wajah kakak kan pernah muncul di koran dulu. Jadi ... aku nggak mau ada gosip nggak enak tentang kakak. Gitu."
Rendra kembali terkekeh. "Ya Allah Cha, kakak kira kenapa. Yaudah kalau itu mau kamu. Sebenarnya, kakak sih nggak keberatan. Yuk masuk, kita makan dulu." Seperti tadi, Rendra berjalan mendahului Acha, dan Acha mengikutinya dari belakang.
Rendra memilih untuk duduk di meja yang ada di dekat jendela. Ia lalu mengambil buku menu yang terletak di atas meja, begitupun Acha. "Cha, kamu mau makan apa?"
"Aku ... samain aja sama kakak deh. Bingung juga mau milih." Acha meletakkan buku menu yang dipegangnya. Menunggu Rendra saja yang memilih.
"Mbak!," panggil Rendra pada pelayan restoran. "Saya pesan ayam bakar madu nya dua porsi, sama es jeruknya dua ya."
"Baik, tolong tunggu pesanannya sampai ya mbak mas." Usai mencatat semua pesanan Rendra dan Acha, pelayan itu langsung meninggalkan mereka.
"Kak Rendra apa kabar?," tanya Acha terlebih dahulu. Pertanyaan umum yang biasa ditanyakan orang ketika sudah lama tak berjumpa.
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana? Apa kamu baik-baik aja selama di Australia?," balas Rendra.
Acha mengangguk. "Ya, Alhamdulillah aku juga baik-baik aja selama disana. Dan sepertinya, aku bakal menetap sementara disana sampai S2 ku selesai."
"Wah, hebat nih Acha! Udah mau lanjut kuliah S2 aja," Rendra tersenyum di sela kalimatnya. "Kamu nanti mau hadiah apa kalau wisuda? Bilang aja ke kakak," lanjutnya kemudian.
Apa katamya tadi? Hadiah untuk wisuda? Ayolah, Acha saja belum mulai kuliah, ini sudah ditanya mau hadiah apa untuk wisuda. Mungkin ... jika perempuan lain, mereka akan senang ketika diberi hadiah dari orang terdekatnya. Namun, Acha justru merasa tak enak
"Ya Allah kak, aku aja belum mulai kuliah. Ini udah ditanya mau hadiah apa pas wisuda. Kakak aneh-aneh aja. Sudah kak, nggak usah. Aku nggak minta apa-apa kok."
"Udah nggak papa, kakak kan belum ngasih hadiah pas kamu wisuda S1 dulu. Sebagai gantinya, kakak ngasih hadiahnya pas wisuda S2 besok. Sekarang, bilang sama kakak, kamu mau hadiah apa?"
Acha terlihat bingung, sampai akhirnya sebuah ide brilian muncul di kepalanya. Ia yakin, jika ia meminta ini pada Rendra, itu tidak akan merepotkan Rendra. "Aku mau minta doa dari kakak aja deh. Doain biar aku bisa lulus dengan nilai baik, terus biar bisa bantuin ayah sama Kak Arka buat ngelola perusahaan. Biar ayah bisa istirahat."
"Wah, pilihan hadiah yang bagus Cha. Semoga doa mu bisa terkabul ya. Aamiin." Selang beberapa menit, makanan yang mereka pesan tiba. Acha dan Rendra langsung saja memakan hidangan yang tersaji. Diam-diam, Rendra tersenyum melihat Acha menyantap makanannya dengan lahap. Diam-diam juga, Rendra mengagumi sosok Acha. Walaupun usia Acha lebih muda darinya, namun pemikirannya dewasa. Itulah yang membuat Rendra menyukainya.
*****
Waktu terus berjalan. Hari sudah semakin sore dan taman sudah semakin sepi, namun Edward tak kunjung beranjak dari sana. Mata hazelnya terus saja mengedar ke sekitaran taman, berharap seseorang yang ditunggunya akan muncul secara tiba-tiba dan menyapanya. Namun tampaknya, harapan itu harus pupus seiring dengan mentari yang sudah terbenam sempurna. Menyisakan gelapnya malam dan hawa dingin yang menusuk kulitnya.
Edward berdiri, berjalan menuju sepedanya yang terparkir di ujung jalan sana. Sudahlah, mungkin hari ini ia belum beruntung, seperti hari-hari sebelumnya. Ia melajukan sepedanya meninggalkan taman. Ah, sepertinya, gadis itu sibuk, hingga dia tak pernah datang ke taman lagi. Atau mungkin, dia hanya pendatang yang sedang berlibur kesini, dan sekarang sudah kembali lagi ke tempat asalnya? Apapun itu, Edward harap suatu hari nanti ia bisa bertemu kembali dengan gadis itu—Acha.
Jujur saja, Edward masih penasaran dengan perkataan Acha saat di taman waktu itu. Ia sudah berusaha mencari-cari di google perihal masalah yang berkaitan dengannya, namun ia tidak menemukan apapun. Dan ya, keanehan kembali ia rasakan.
Beberapa hari yang lalu, sepulang dari kantor ia memutuskan untuk refreshing dengan memainkan game online yang ada di ponselnya. tiba-tiba ada iklan aplikasi pengingat waktu shalat. Dalam iklan itu, Edward mendengar suara adzan yang dikumandangkan. Begitu merdu dan syahdu. Lagi-lagi, hatinya kembali bergetar, seakan ia menemukan separuh jiwa yang telah lama hilang. Seolah ia sangat merindukan suara adzan itu.
Entah, apa sebenarnya yang sedang terjadi pada dirinya. Namun, ia tahu, ia tak mungkin menceritakan semua ini pada ayahnya. Edward takut, ayahnya akan marah besar ketika mendengar ceritanya.
Kemarin saja, karena Edward menunggu Acha di taman hingga ia lupa bahwa ada meeting penting dengan klien, ayahnya marah besar serta menilainya tidak bertanggung jawab pada pekerjaannya. Untunglah, klien ayahnya bisa memakluminya. Karena Edward dianggap masih baru terjun ke dunia bisnis.
Maka dari itu, Edward rasa, mencari Acha adalah jalan yang terbaik dari masalahnya ini. Karena semua keanehan yang terjadi pada dirinya, bermula saat ia bertemu dengan gadis unik itu—Acha.
*****
Terima kasih yang udah mau baca
See you next chapter.....24 Februari 2021
dif_ran

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Acha ✓
Spiritual[ Sequel Maudya ] Kehidupan Acha-Arsha Indira Brawijaya yang semula tenang seketika berubah. Berawal dari pertemuan yang tak sengaja dengan Edward, seorang pemuda blasteran Indonesia-Australia, kini dunianya serasa dijungkir balikkan oleh Edward. Ac...