Bagian 50

651 38 2
                                    

Happy reading

*****

Sepasang iris mata cokelat itu menatap nanar ke arah amplop yang ada di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang iris mata cokelat itu menatap nanar ke arah amplop yang ada di tangannya. Berbanding terbalik dengan mentari di luar sana yang bersinar dengan ceria, gadis itu justru mendung sekali. Wajahnya ia tekuk, senyum sama sekali tak terpatri di bibir pucatnya. Bahunya bergetar, bibirnya masih meloloskan suara isakan lirih.

Perlahan, ia mengusap air mata dengan punggung tangannya. Ia memutuskan untuk membuka amplop bergaya vintage itu. Amplop kesukaan Nadine. Acha tahu betul karena Nadine pernah menunjukkan amplop itu padanya. Ia menarik kertas di dalamnya. Mengurai tali rami yang mengikat rapih kertas itu.

Dear Acha

Hi Cha. Apa kabar kamu? Aku harap, kamu baik-baik saja disana. Maaf ya, Cha. Kayaknya, aku nggak bisa datang ke wisuda kamu sesuai janji aku saat itu. Aku sakit, Cha. Kata dokter ... aku kena penyakit ginjal. Well, aku sih nggak terlalu terkejut, mengingat kebiasaan ku yang suka makan makanan ringan dan minum minuman bersoda.

Acha menghentikan sejenak kegiatan membacanya. Kalau diurutkan lagi, berarti surat ini ditulis sebelum Acha di wisuda. Dan kata Edward tadi, Nadine sakit setelah dua bulan usia pernikahan mereka.

Berarti, Nadine sudah meninggal dari setengah tahun yang lalu. Sebelum Acha pulang ke Indonesia. Acha menguatkan dirinya sendiri untuk bisa melanjutkan membaca surat Nadine. Baru satu paragraf saja, rasanya ia sudah tidak sanggup untuk membacanya. Namun dirinya penasaran.

Ah, cukup tentang bahas penyakitku. Aku nggak mau kamu sedih saat membacanya. Aku rasa ... waktuku udah nggak banyak deh, Cha. Makanya aku nulis surat ini untukmu. Sebenarnya, aku nulis dua surat sih. Yang satu buat kamu, satunya lagi buat Edward.

Cha, makasih ya, udah mau jadi sahabat yang baik untuk aku selama ini. Haha ... aku jadi ingat deh, pertama kali kita ketemu kan kamu jatuhin buku setumpuk gitu gara-gara kesandung batu kecil banget. Kalau ingat itu, rasanya aku masih bisa ketawa keras deh.

Makasih, kamu sudah merelakan Edward waktu itu, pasti rasanya sakit sekali. Padahal, kamu bisa mengungkapkan perasaan mu padanya kemarin, kenapa malah merelakan? Apa demi aku?

Namun, terlepas dari semua itu, aku bangga pernah mengenal kamu. Aku bersyukur, karena Allah sudah mempertemukan kita berdua. Walaupun pertemuan kita hanya berlangsung singkat, tapi aku bahagia.

Aku senang bisa mengenal kamu, Cha. Terima kasih untuk semua kenangannya, Cha. Maafkan semua kesalahanku ya. Aku cuma manusia biasa yang punya banyak salah ke kamu maupun semua orang.

Oh iya Cha. Kalau aku ... minta sesuatu boleh? Ya, hitung-hitung sebagai permintaan terakhir gitu, hehe. Langsung aja ya, aku pengen kamu dan Edward menikah.

Takdir Cinta Acha ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang