BAB XXXIII

2.7K 276 5
                                    

Di Tempat yang Sama, Binar Anjani. 2015

1 Bulan berlalu.

Februari, aku tidak pernah seyakin ini menilai perasaanku sendiri. Sesekali kuingat memori dimana Bang Adin memarahiku karena tak jujurkan perasaanku yang terpendam pada Bang Alwi. Tanpa kusadari, ucapan Bang Adin memang benar kini.

Usai bertanya tentang kabar masing-masing. Calon pengantin itu kemudian bertanya kembali kepadaku.

"Gimana, Anjani? Kamu sudah merasa kehilangan belum?"

Aku yang memang tidak mengerti arah pembicaraan Bang Adin pun hanya mengerutkan dahiku. Sebenarnya siapa yang tengah dibahas di sini? Dirinya?

"Ya kehilangan-lah Bang! Kangen candaan Bang Adin. Nggak ada lagi yang ngejahilin Anjani pagi-pagi buta Bang.." jujurku pada akhirnya. Sejak kepergian Bang Adin memang sepi pagiku.

"Bukan Abang, Anjani. Tapi, si es kutub. Itu dia lagi istirahat. Baru saja selesai berlatih menembak. Kamu mau ngobrol sama dia mungkin?"

Seketika langsung kutolak tawaran Bang Adin barusan. Bisa-bisanya lelaki itu menawarkanku untuk bersalaman dengan malaikat maut! Mengingat perihal lelaki bernama Alwi itu, aku jadi teringat malam pergantian tahun. Di sana terjadi suatu adegan yang selama ini masih membekas bahkan ketika lawan mainku sudah tak lagi bisa kulihat wajahnya dengan jelas di sini.

Astaga.. kamu mikirin apa Anjani!?

"Bang Adin nggak usah mancing-mancing soal Bang Alwi gitu ya, Bang! Kalau orangnya dengar, dikiranya aku tanya-tanya dia. Nanti keGR-an lagi.."

"Iya. Terserah kamu saja. Sebahagia kamu, Anjani.."

Kudengar ada suara berisik di seberang sana. "Halo Dek Anjani! Ingat Abang nggak? Bang Dwiki, yang paling baik, tidak sombong dan tampan pastinya."

"Halo juga Bang Dwiki."

Kudengar Bang Adin tengah memarahi Bang Dwiki yang turut menyahuti percakapan kami berdua. Namun hal tersebut segera kulerai. Aku rindu pada kedua abdi negara yang sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri ini. Andaikan kita bisa bercengkerama kembali..

Sejak kepergiannya satu bulan yang lalu. Aku merasa menjadi ABG seutuhnya. Terkadang sensian. Tak jarang menangis tanpa suara sendirian di depan rumah seperti ini. Bukan di teras pastinya. Agak menjauh dari ke depan. Menyandarkan tubuhku pada pohon besar. Kumulai menuliskan beberapa kata pada buku catatanku.

Bukan perihal minggu kelabu. Mengingat hari ini hari minggu. Minggu pagi yang sudah kuawali dengan menyapu dan melakukan kegiatan yang sudah selayaknya dikerjakan seorang anak gadis. Kini saatnya waktuku untuk mencurahkan segalanya pada buku catatan yang kertasnya tidak pernah habis ini. Entah aku pemalas untuk memenuhi isi buku ini dengan tulisan-tulisanku? Atau 'kah buku ini hanya kubutuhkan ketika aku dan perasaanku tengah tak sejalan? Entahlah..

Pada rindu yang tak tentu
Aku merindukanmu setiap waktu
Ruang tunggu terasa menyesakkan
Saat kehadiranmu tak lagi kurasakan

Abang..
Bila kelak kau kembali
Apa masaku telah berlalu?
Mungkinkah kau telah membuka lembar baru?

Aku hanya debu yang tertiup angin dengan mudahnya
Sementara kau, batu yang tak mungkin akan tergerak oleh angin meski tertiup dengan kencangnya

Kupasrahkan segalanya pada Tuhan kita
Selagi menengadah dan bersujud pada bumi yang sama, kuyakin kau dekat..
Meski tak terjangkau mata
Nyatanya kaulah si pemilik rasa yang bertahta

BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang