BAB XXXI

2.7K 291 22
                                    

Kedua kalinya, 2015. Alwitra Dwitama

Disela-sela istirahatku dengan rekan-rekan selepas berlatih menembak tadi. Kuperhatikan Bang Adin asyik begurau dengan seseorang di seberang sana. Aku sesekali hanya geleng-geleng kepala dibuatnya. Memang, senior serba bebas mau bertingkah macam apa pun.

Pluk!

"Minum. Jangan lihatin Bang Adin terus, Wi. Pengen punya pacar nanti."

"Bang Adin telfonan sama Mbak Mira?"

"Ya kelihatannya?" tanya balik Dwiki kepadaku.

Kuabaikan tentang dengan siapa Bang Adin tengah berteleponan. Kubuka tutup botol air mineral yang Dwiki berikan padaku. Mengucap basmalah, lalu meneguknya perlahan. Air tersebut terasa begitu nikmat di siang yang cukup terik ini.

Sayup-sayup kudengar langkah kaki melewatiku. "Iya. Terserah kamu saja. Sebahagia kamu, Anjani--"

"Uhukkk! Uhukkk.."

Tersedak karena satu nama yang disebut oleh Bang Adin. Aku yang tengah duduk di hamparan rumput hijau itu benar-benar merasakan sakitnya air yang masuk melalui mulut dan keluar paksa melalui hidung. Astaga, gara-gara Anjani!

Kutoleh ke samping, Dwiki telah tiada di tempatnya. Kemudian aku membalikkan badanku ke belakang. Ternyata Dwiki tengah mengikuti langkah Bang Adin yang masih tersambung telepon dengan Anjani. Ada apa dengan orang-orang? Masih saja berhubungan dengan orang sana.

Mita : Kamu jadi jemput aku malam mingguan nanti?

Sent to Mita : Jadi.

Mita : Jangan ingkar lagi ya? :)

Sent to Mita : Do'akan saja, Mita :)

Mita : Aamiin. Ditunggu, Prada Alwi..

Sent to Mita : Siap.

Begitulah isi percakapanku dengan Mita tadi sore. Gadis itu mengingatkanku untuk pergi bersamanya malam minggu ini. Ya, memang setelah kujelaskan semua tentang ketidakhadiranku di acara sidang skripsinya, ia mengerti. Bukannya kemarahannya masih berlanjut. Mita justru memelukku dan mengucapkan beberapa kalimat yang berisi pujian. Katanya, ia bangga padaku.

Mengingat malam itu, aku kerap tersenyum-senyum sendiri. Andai momen itu bisa kuabadikan menjadi sebuah foto. Betapa manisnya akan menghiasi dinding layar ponselku. Tetapi, hal tersebut tidak berlangsung lama. Bahkan terjadi dengan begitu cepat. Alih-alih mengabadikannya menjadi sebuah foto. Jantungku saja berdegup tidak karuan dua hari dua malam! Sial.

Kapan aku akan memberanikan diri untuk mengutarakan lagi perihal perasaanku kepadanya?

Apa aku sudah siap bila harus tertolak untuk kedua kalinya?

Siap tidak siap. Harus siap. Aku prajurit. Kerap kali menghadapi kenyataan pahit. Memang, kadang hidup tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi, tidak ada salahnya kembali mencoba.

Baru saja aku selesai menata rambut dan menyemprotkan parfum ke PDL yang kupakai. Tak tertinggal juga kusemprotkan parfum pada jaket berwarna biru dongker yang akan kupakai malam ini. Rengekan Dwiki terdengar lagi dan lagi. Bosan aku diikuti olehnya.

"Wi? Mau kemana? Ikut!"

"Kamu pergi sendiri saja. Lagian kenapa sih nggak ikut Bang Feri malam mingguan ke kafe?"

"Males. Palingan nongkrong sama letting, belum lagi ketambahan rekannya Bang Feri. Nggak beda jauh. Galak pasti. Nggak bisa gerak nanti aku di sana. Lirik cewek pun kayaknya nggak bisa! Aku ikut kamu ya Wi? Ayolah.. kita 'kan kawan." Dwiki mengulas lebar-lebar senyumnya.

BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang