BAB XXVI

2.7K 290 24
                                    

Tanya, Before 00.00 WIT. Binar Anjani 

Seumur hidup tidak pernah terbayangkan olehku akan mendapatkan bantuan darinya. Bang Alwi, yang biasanya selalu menatapku penuh dengan kebencian. Bahkan dulu, ia mengutarakan kebenciannya secara langsung kepadaku. Tidak apa, lebih baik seperti itu dari pada menjelma menjadi seorang teman namun diam-diam meluluhlantakkan dari belakang. 

Jika ditanya tentang kesan tahun baru 2015, mungkin jawabanku tidak semeriah tahun-tahun biasanya yang hanya kurayakan bersama bapak dan ibu di depan rumah dengan membakar-bakar jagung hasil kebun kami. Kali ini berbeda dan tidak pernah kuharapkan. Aku merayakan tahun baru di rumah sakit dengan menemani bapak. Kulihat wajah ibu terlihat lelah dan beberapa kali kupergoki tengah menguap. Padahal jam masih menunjukkan pukul 19.00 WIT. 

"Bu, istirahat saja. Ibu tidur, biar Anjani yang jaga bapak."

"Ibu mengantuk sekali Anjani. Nanti gantian ya tidurnya. Nggak tega rasanya kalau bapak sampai tidak ada yang menjaga karena kita sama-sama mengantuk." Aku hanya mengangguk. Ibu pun keluar dari ruangan ini, entah kemana beliau. Mungkin memilih merebahkan diri di luar dan mempersilahkanku untuk duduk. 

Ngomong-ngomong tentang Bang Alwi, ia sudah beranjak tadi tatkala seruan azan magrib. Kukira ia hanya akan menunaikan sholat magrib dan kembali kemari. Namun nyatanya tidak. Entah kemana ia hingga tidak berpamitan kepadaku. Astaga! Kugelengkan kepalaku sejenak. Apa kataku? Berpamitan? Memangnya aku siapa.. 

"....Anjani, jangan mentang-mentang karena dia sudah tersenyum kepadamu. Kalian berdamai. Mana mungkin?" gumamku pada diri sendiri yang mulai berani mengharapkan sikap lebih dari sosok lelaki yang terang-terangan membenciku itu.

Hingga pukul pukul 23.00 WIT, aku masih setia terjaga di samping brankar bapak. Nyatanya bapak lebih suka tidur dari pada berbincang bersamaku membicarakan harapan di tahun baru ini. Ah, rasanya aku menyayangkan kejadian yang tidak termasuk ke dalam planningku tahun baru ini. Andai saja bapak tidak terbaring di sini..

Sudah, Anjani. Tidak ada yang perlu disesali. Semua ini terjadi karena takdir tengah menguji. Ya, Tuhan menginginkan bukan hanya sekedar bersenang-senang saja. Namun juga memeluk duka meski sejenak. Aku jadi teringat akan tanah kelahiranku, Tanah Jawa. Di sana mungkin tengah terjadi kemacetan dan hiruk-pikuknya lebih hidup dari pada di sini. Meski pada kenyataannya sekarang aku tengah berada di kota. Namun sedari tadi tak kujumpai sama sekali kembang api. Hm.. rasanya tetap saja sunyi. Mungkin juga karena ini kawasan rumah sakit, maka letaknya cukup jauh dari keramaian seperti taman atau alun-alun kota tempat semua orang berkumpul untuk merayakan malam tahun baru.

Ceklek...

Kulihat ibu baru saja masuk ke ruang rawat inap ini. Alhamdulillah.. wajahnya tidak selelah tadi. Agaknya beliau sudah lebih segar. Tampak wajahnya berseri karena masih terlihat sisa air yang membasahi wajahnya. "Ibu baru sholat isya'?"

"Iya, Nduk. Ibu ketiduran di masjid tadi. Bangun-bangun sudah setengah sebelas. Oh ya, Nak Alwi nggak ke sini?" Aku menggeleng guna memberikan jawaban kepada ibuku.

Memang benar bukan? Sedari tadi juga aku seorang diri di sini. Lelaki itu.. lenyap tak berpamitan bahkan kepada ibuku pun juga melalaikan.

"Sekarang gantian kamu istirahat gih! Tapi jangan lupa isya'-an dulu, Nduk." Sekali lagi aku mengangguk. Sebelum meninggalkan ruang rawat inap ini, kusempatkan untuk mencium tangan bapak dengan perlahan karena terdapat saluran infus di tangannya. Setidaknya inilah caraku berpamitan kepada bapak walau beliau tengah tidak sadarkan diri.

Menuruti perintah ibuku tersayang, aku menunaikan sholat isya' terlebih dahulu. Setelahnya barulah kusenderkan tubuhku di tembok yang menurutku sangat menenangkanku ini. Apakah ini karena aku tengah berada di rumah Allah Swt.? Sejujurnya, aku baru saja mengadukan segala hal tentang tahun baru yang cukup membuat hatiku bersedih. Bagaimana tidak? Kondisi bapak yang masih tetap sama, kuharap esok.. bapak membaik. Tak apa bila tahun ini kami tidak merayakan malam tahun baru seperti tahun-tahun sebelumnya.

BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang