BAB XL

2.9K 300 9
                                    

Canda Serius, 2016. Binar Anjani.

Hari jum'at berarti ada sedikit kelonggaran. Mata kuliahku hanya satu hari ini, dan sudah usai beberapa menit yang lalu. Kini aku dan Dinda sedang tidak mengerjakan apa-apa. Kami berdua masih setia duduk di kursi kami masing-masing. Aku yang asyik menonton video memasak. Sementara Dinda yang tengah asyik kesengsem menonton drama korea andalannya! Selalu saja..memangnya tidak bosan setiap hari menonton orang-orang tampan? Eh!

"Din, kapan balik? Mending tiduran di rumah sambil nyalain kipas. Pasti nikmat banget.."

"Bentar! Aku mau COD-an sama sepupuku hari ini!"

"Kamu beli barang?"

"Nggak. Cuman say hay, katanya habis sholat jum'at nanti dia mau nongkrong di sekitar kampus kita."

"Ya terus?"

"Ya ini kesempatan yang langka buat ketemu sama dia, Anjani."

"Kenapa? Anaknya Presiden? Menteri? Atau jangan-jangan anak DPR!?"

Dinda yang kesal karena pertanyaan beruntunku kemudian menepuk dahinya sendiri. "Dia anggota. Jadinya susah keluar-keluar—"

"Wahh, ini nggak benar Din. Dia pasti kabur," kataku yang memang sedikit banyak tahu mengenai dunia mereka.

Bukannya sama curiga sepertiku, Dinda justru menunjukkan senyum kikuknya, "memang."

"Ya sudah deh, terserah kamu! Aku pulang duluan ya?" pamitku yang sudah tidak sabar untuk merebahkan diri di kasur super nyamanku. Dari pada di sini dan ujung-ujungnya terlibat masalah, bukannya lebih baik ngisis di rumah. Tapi sayangnya, usahaku melarikan diri ini hanya sia-sia saja. Setelah kaum pria meninggalkan masjib besar yang letaknya tidak jauh dari kampusku. Dinda langsung menyeretku ke sana untuk menunaikan ibadah zuhur.

Kelanjutannya, kalian sudah tahu bukan?

Ya, saat ini tanganku tengah digandeng erat oleh Dinda. Gadis berambut curly hitam legam dan berpakaian kemeja dan celana kain ciri khasnya itu, menyeretku ke sebuah kafe yang letaknya juga ada di sekitar kampus kami. Letak yang sungguh strategis, dan memanfaatkan sasaran pembeli mahasiswa kampusku. Untung saja Dinda sudah sangat peka sehingga memesankan aku segelas minuman dingin pereda haus, mengingat siang ini begitu terik. Aku dan Dinda pun segera mencari tempat duduk yang nyaman. Dinda memilih tempat duduk yang kursinya cukup banyak. Memangnya sepupunya itu hendak mengajak satu batalyonnya apa!?

"Kenapa? Ayo duduk manis.."

"Yakin duduk di sini? Nggak kebanyakan kursinya?"

"Abangku—Bang Agung itu ngajak dua temannya. Sudahlah, duduk saja. Kami nggak macam-macam kok, Anjani. Sekedar mengobrol santai saja."

"Hm." Kuseruput Blue Ocean Soda yang dipesankan tepat oleh Dinda ini. Hahh..sangat segar. Nikmat.

Namun tidak lama kemudian kenikmatanku berakhir karena ada tiga orang pria berseragam loreng yang menghampiri meja kami—aku dan Dinda. Apalagi setelah Dinda melambaikan tangannya pada salah seorang dari mereka. Sontak kututupi wajahku dengan buku paket yang kebetulan ada di pangkuanku ini. Berpura-pura sibuk mungkin mereka tidak akan menyenggolku. Semoga..

Karena apa kalian tahu?

Ada dua orang yang tidak mungkin aku salah mengenali wajah mereka!

"Bang!?"

"Abang kira kamu nggak datang. Padahal ada hal penting yang mau Abang bicarakan."

"Ada apa? Bukan rahasia negara 'kan? Soalnya 'kan Abang tahu kalau Dinda sukanya keceplosan."

BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang