BAB XX

3K 290 13
                                    

Say, "Hi!" to Sister, 2014. Binar Anjani

Kedatangan Bang Adin ke rumahku ternyata bukan tanpa alasan. Ia banyak berbincang dengan bapak sebelum bapak dan ibu meninggalkan aku berdua saja dengannya. Maklum, bapak ibuku akan kembali dinas ke ladangnya. Mengingat pagi ini sinar mentari cukup terik.

Satu yang aku heran, pagi-pagi seperti ini untuk apa Bang Adin kemari? Apakah untuk mencari sinyal? Bisa jadi! Kulihat ia tidak terburu-buru. Bahkan sangat tenang menyeruput kopi yang kubuatkan itu. Sedangkan kulihat di sampingnya meletakkan gelas kopi, kopi bapak telah habis. Akhirnya kuputuskan saja membawa cangkir bekas kopi itu ke belakang. Lalu, mencucinya.

Tak lama, aku kembali. Dan, kejutan! Aku tidak mendapati Bang Adin di ruang tamu kecil rumahku ini. Kemana ia? Mungkinkah apel pagi dadakan lalu ia terburu-buru turun sampai tidak sempat berpamitan denganku? Tetapi tidak mungkin rasanya. Tadi saja ia sangat santai.

Kulangkahkan kakiku hingga teras rumah. Mataku menyipit ketika kulihat Bang Adin berdiri di sana. Ia sempat tertawa kecil, tangannya yang tidak bisa diam itu memetik beberapa daun yang telah kering. Aku yang belum sempat menyapu pun, jadi teringat akan tugasku yang satu itu. Akhirnya tanpa kupedulikan Bang Adin yang berbicara dengan ponselnya itu. Aku mulai melaksanakan tugasku sebagai seorang gadis. Membersihkan halaman rumahku..

"..tumben kamu sudah bangun, Yang? Aku kira masih tidur cantik, Bidadari Abang yang satu ini.." Bang Adin ini tengah berbicara dengan orang yang berada di dalam ponselnya. Namun sisi menyebalkannya itu justru membuatku bergidik ngeri.

Bang Adin menaik-turunkan alisnya dan menatapku yang tengah menyapu halaman ini. Kesalku dalam hati, mengapa ia sangat santai? Tidak menawarkan bantuan padaku pula.

"Abang belum sarapan, Sayang. Tapi Abang sudah ngopi. Dibuatkan Anjani.."

Seketika mataku melotot. Sapu yang kugenggam ini terangkat. Bibirku komat-kamit. Aku takut bila nanti Mbak Elmira salah paham lagi seperti yang sudah-sudah. Memang ya.. Bang Adin diam-diam tingkahnya tidak ada obatnya!

"Wihh..Sayang, ada sapu lidi mau melayang nih! Lihat deh.." Bang Adin mengarahkan kameranya kepadaku. Apa dia sedang melakukan panggilan video saat ini?

"Bang! Apaan sih? Saya belum mandi."

"Ya memangnya apa bedanya belum mandi dan sesudah mandi. Sama saja! Jomlo 'kan?"

"Hahahaha. Sudah dong, Abangku Sayang. Jangan gangguin Anjani. Dia teman aku loh! Hai, Anjani? Apa kabar? Lama tidak melihat wajah cantik dan imut kamu.." sapa seseorang yang suaranya jelas bersumber dari ponsel canggih milik Bang Adin.

Kuletakkan sapu lidiku sembarangan. Kemudian aku berjalan mendekati Bang Adin sembari tangannya bergerak merapikan rambutku yang berantakan terkena angin pagi ini. Bang Adin dengan suka rela tersenyum memberikan ponsel di tangannya itu kepadaku.

"Sapa pacar, Abang! Biar kalian berdua akur. Siapa tahu tentara boleh punya dua istri."

"Ha!?"

"Abang kalau pulang nggak usah lagi main ke rumah! Semua pintu udah aku gembok tiga rangkap!"

"Ya-ya! Langsung ke KUA saja, Sayang." Bang Adin mengedipkan sebelah matanya. Kemudian meninggalkanku berdua saja dengan Mbak Elmira yang gambarnya terlihat jelas di ponsel yang kupegang sekarang ini.

Pantas saja Bang Adin sangat mencintai Mbak Elmira. Gadis itu sangat sederhana. Penampilannya benar-benar apa adanya. Bangun tidur tetap cantik meski tanpa pensil alis dan lipstik. Bajunya saja daster rumahan. Duh.. serasinya mereka berdua. Bagaimana ya nanti bila sudah mempunyai anak? Pasti akan cantik dan tampan seperti ayah dan ibunya..

BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang