BAB XXII

2.7K 255 13
                                    

Bukan Cinta Segitiga, 2014.

Didatangi tanpa diberitahu oleh lelaki itu sudah biasa bagi Ella. Kehadirannya dahulu memang selalu membuat Ella cemas. Bagaimana tidak? Lelaki itu tidak banyak bicara, tapi sekalinya mengeluarkan kata-kata. Ella dapat bungkam seketika. Ia jadi teringat tentang pertama kali Ella memutuskan untuk berpindah agama. Ya, menjadi seorang mualaf tidak pernah terbayangkan oleh Ella sebelumnya.

"Apa yang membuatmu yakin untuk memeluk Tuhanku?"

"Apa sebatas meminta keamanan dari keluargaku?"

Ella menatap Devaryo dengan tatapan tajamnya. Matanya memanas seketika. Baru saja setengah jam yang lalu ia kembali dari masjid seusai mengucapkan kalimat syahadat. Tetapi, Devaryo kini justru menodongnya dengan kalimat-kalimat tanya yang tidak masuk akal seperti itu.

"Tidak pernah sekalipun saya menjadikan siapapun sebagai alasan untuk melepas keimanan saya sebelumnya. Asal, Kakak tahu. Saya menjadi mualaf atas keinginan saya sendiri. Saya mencintai Allah Swt., Tuhan saya."

Devaryo mengulas senyumnya. Ia berlalu begitu saja. Sudah cukup baginya memastikan jawaban yang sempat ia ragukan. Ternyata, Ella bukanlah wanita buruk yang selalu ia bayangkan kelak akan membuatnya pusing tujuh keliling. Nyatanya Ella cukup cerdas dan bijak. Bapak tidak salah pilih menjodohkannya dengan gadis belia itu.

"Diminum Kak, keburu dingin.."

"Hm." Devaryo mulai menyeruput secangkir teh hangat yang dibuatkan oleh Ella--calon istrinya.

"Bagaimana kuliah Kakak? Lancar?"

"Alhamdulillah, El."

El. Panggilan yang hanya diserukan oleh satu orang saja selama ini. Yang tak lain dan bukan adalah Devaryo--lelaki yang sudah setahun belakangan ini dijodohkan dengannya. Tinggal menunggu satu tahun lagi, Devaryo lulus kuliah. Mengapa bisa cepat? Karena Devaryo mahasiswa cerdas yang memilih program kuliah cepat. Tujuannya adalah untuk segera menunaikan bakti pengabdiannya pada desa sendiri. Serta, segera menikah dengan Ella guna melindungi gadis itu. Tak lupa juga dengan rencana yang telah disusun rapih beberapa tahun ini yakni, untuk menjebloskan para manusia-manusia biadab yang telah membunuh ayah Ella ke penjara.

"Kak?"

"Ya?"

"Tentang pernikahan kita.."

"Kenapa?"

"Apa kita akan tetap menikah?"

"Memangnya kenapa?"

"Hati Kakak untuk siapa?" tanya Ella dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan sejak berbulan-bulan yang lalu. Tepatnya terakhir kali ia dan Devaryo berbincang seperti ini. Mereka berdua memang senang berbincang menggunakan Bahasa Indonesia, jarang menggunakan dialek asal daerahnya ini.

"Jika saya menjawabnya, apakah kamu akan membenci gadis itu?"

Ella menggeleng pasti.

"Anjani." Dengan mantap Devaryo menjawabnya sembari menatap lekat kedua mata Ella. Tatapan Ella seketika membelalak. Mungkin Ella terkejut, selama ini ia tak pernah menyangka bahwa Devaryo juga mengenal sosok Anjani--teman sejawatnya.

"Anjani gadis yang cerdas dan baik. Kakak tidak salah menjatuhkan hati."

"Kamu cemburu, El?"

"Tidak. Saya siapa.." tanya Ella menggantung. Ia sadar betul, siapa dirinya? Yang tak berhak menuntut. Hubungannya dengan Devaryo selama ini juga terkesan ditutup rapat-rapat dan dirahasiakan. Mungkin kelak ketika mereka berdua menikah, seisi desa akan gempar.

"Tentu saja kamu calon istri saya. Sebentar lagi kita akan menikah."

"Ya. Menikah. Hanya status saja yang berubah."

Devaryo mulai menghentikan aksinya yang berusaha menggoda Ella. Sejujurnya memang dahulu Devaryo pernah mencintai Anjani. Melebihi kecintaannya pada seorang saudara, adik misalnya. Tetapi kini, ia sadar. Hatinya tengah berlabuh mendekati dermaga dimana tempat Ella selalu berdiri seorang diri dengan menggenggam kesabarannya.

Dengan berani Devaryo mengusap lembut kepala Ella yang terlapisi jilbab instan itu. Ella sedikit terkejut, tapi tak bisa menepis tangan Devaryo yang bergerak cepat tanpa aba-aba itu. "Meskipun saya mencintai Anjani, kami tidak akan pernah bersama. Saya mempunyai jalan cinta sendiri, pun juga dia."

"Bila kalian berjodoh, apakah Kakak akan berkata demikian?"

Devaryo mengerutkan dahinya. "Tidak mungkin berjodoh sepertinya. Apalagi hubungan kami sekarang sudah selayaknya seorang kakak beradik."

"Kakak ingin lebih dari kakak beradik?"

"Tidak." Devaryo menggeleng. Sebenarnya apa mau lelaki yang satu ini? Bukankah bila cinta, dikejar sampai dapat.

"Saya tidak mengerti dengan keinginan Kak Devaryo. Bukankah cinta harusnya diperjuangkan!"

"Iya. Tetapi, saya dan Anjani berbeda kini."

"Kini?" Ella menaikkan sebelah alisnya. Sementara Devaryo mengangguk pasti. Kemudian berdiri dari posisi duduknya.

Sebelum beranjak meninggalkan teras rumah Ella. Devaryo sempat berucap, "Kini Anjani mungkin diam-diam telah jatuh hati kepada lelaki yang membencinya itu. Sedangkan saya, kini hati saya sangat senang ketika melihat kamu cemberut."

"Memangnya saya cemberut? Tidak! Nih.. senyum." Ella menunjukkan senyum manisnya di depan Devaryo tanpa malu-malu lagi. Rasanya, bertatapan dengan Devaryo kini sudah biasa bagi Ella. Tak ada lagi rasa canggung yang berlebihan seperti dahulu.

Devaryo menjawab, "Senyum kamu palsu. Kamu cemburu dengan Anjani 'kan?"

Langkah Devaryo yang semakin menjauh membuat Ella geram dibuatnya. Memangnya siapa yang cemburu? Ella hanya terkejut dengan pengakuan Devaryo tentang Anjani barusan. Bagaimana bisa seorang lelaki mencintai wanita, namun tidak mau memperjuangkannya!? Drama macam apa ini..

Ella jadi teringat mengenai ucapan Devaryo barusan. Tentang ekspresi cemberut Ella. "Memangnya aku benaran cemberut? Ah..enggak! Kak Devaryo mengarang."

Puas mendumel seorang diri di teras rumahnya. Ella membawa cangkir teh yang telah kosong itu untuk masuk ke dalam rumah. Tak lupa menutup pintu dengan menguncinya. Meski belum larut malam, cukup bahaya bila berada di luar rumah. Apapun bisa terjadi, termasuk menghalu tentang Devaryo yang kembali lagi karena lupa mengucapkan salam perpisahan padanya!

"Datang tiba-tiba, pergi pun tanpa mengucap apa-apa."

"Kak Devaryo-Kak Devaryo.." Ella menggeleng-gelengkan kepalanya.






***

Jangan lupa vote dan komen 💚

Tenang, Devaryo udah nggak ada rasa ya sama Anjani..
Bukan cinta segitiga juga woi 🤣🤣 terlalu menyakitkan :v

BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang