Agustus, 2014. Alwitra Dwitama.
Kulupakan sejenak teguran Dwiki mengenai sikap kejamku pada gadis itu tadi siang. Persetan dengan tatapan abang-abang atau rekan-rekanku perihal kejadian tadi siang. Toh, memang salahnya yang mendudukki seragamku.
Malam ini, kami semua dikumpulkan oleh Bang Feri di depan markas yang sering juga kami sebut rumah. Ada beberapa anggota yang masih menyalakan api unggun, katanya demi menghalau udara dingin malam ini. Mumpung hujan juga tidak datang hari ini. Bang Feri membiarkannya saja. Abangku yang satu itu memegang kertas hvs yang dilipatnya.
Sembari menunggu beberapa orang yang tengah menyalakan api unggun. Bang Feri sesekali memainkan gulungan kertas hvs putih ditangannya itu. Diketuk-ketukkannya pada telapak tangan hingga ia gunakan juga untuk menggaruk rambut tipisnya.
Aku tak bisa lagi menahan rasa penasaranku. Kududukkan diriku agak mendekat padanya. Aku bertanya, "Izin Bang. Tumben bawa-bawa kertas, Bang? Ada arahan baru dari atasan?"
"......" Bang Feri menggeleng.
"Izin Bang. Lalu, kertas apa itu?" Sudah melebihi si dora aku ini!
"Surat cinta Abang buat Bu Airin."
"Uhukk!!"
Kulirik Bang Adin dan Dwiki terbatuk-batuk saat keduanya menyeruput kopi. Seperti biasanya, Bang Adin selalu minta dibuatkan kopi oleh Dwiki. Hingga menyebabkan rekanku yang katanya tengah galau tujuh turunan, putus cinta dari kekasihnya yang ditinggal tugas itu turut menyukai kopi. Padahal aku tahu, Dwiki dulunya tak pernah sekalipun ngopi.
Susah payah kutelan air liurku sendiri. Sejak kapan Bang Feri mengkisahkan dirinya cinta-cinta-an dengan teman gadis itu? Memang ya.. tidak di kota, tidak di perbatasan. Dimana pun itu, Bang Feri selalu bisa mencari wanita. Entah untuk dikencaninya atau sekedarnya saja. Banyak wanita-wanita yang selalu dibereskan oleh adiknya. Kebanyakan dari mereka merasa Bang Feri ini memberikan harapan palsu. Hm..
Pikirku selama ini, bukan abangku yang salah. Tapi wanita-wanita itu yang terlalu percaya diri.
Kembali padanya. Kini api unggun telah menyala. Bang Feri pun membuka pertemuan malam ini dengan suasana formal di awal. Karena memang sekaligus melaksanakan apel malam sebelum kembali pada tugas masing-masing. Entah berjaga, atau beristirahat guna melaksanakan tugas esok hari.
Setelah selesai apel, kali ini sedikit berbeda. Bang Feri tak kunjung membubarkan kami semua. Abangku itu menunda acara istirahatku saja! Titahnya yang meminta kami semua untuk sikap duduk pun, kami laksanakan. Kami semua duduk melingkari api unggun yang masih setia menyala dan menghangatkan tubuh kami itu.
Malam semakin dingin, tetapi Bang Feri masih tetap semangat empat lima untuk menyampaikan pidatonya tentang hari merdeka yang akan kami peringati perbatasan ini. Ada sedikit rasa sedih yang membuatku ingin sekali segera mengusaikan tugasku di sini. Kembali ke kota dan kesatuanku.
Mengapa? Karena di sana lebih ramai dan pastinya saat-saat seperti ini banyak kegiatan. Tidak hanya melibatkan anggota saja. Istri-istri anggota juga pastinya. Tetapi di sini? Masih sangat sepi. Padahal terhitung tinggal dua hari lagi.
Aku kembali fokus menyimak abangku yang berbicara panjang lebar itu. Takutnya ketika aku melamun dan ditanya tidak bisa menjawab, mendapat hadiah spesial nantinya!
"Saya sempat berbincang tadi. Bersama ekhm.. Bu Airin--tenaga pendidik di SD desa ini. Beliau akan mengadakan perlombaan meriah untuk murid-muridnya. Jika kalian semua berkenan, bisakan kita setidaknya membantu atau bahkan turut meramaikan menjadi pesertanya. Pasti akan sangat menyenangkan!" Kulihat kedua mata Bang Feri berbinar.

KAMU SEDANG MEMBACA
BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]
RomanceKisah Binar Anjani yang tanpa sadar mengagumi sosok Alwitra Dwitama. Kekagumannya tersebut lantas berujung pada rasa cinta dalam diam. Keduanya terpisahkan karena tugas Alwi telah usai. Hingga Tuhan kembali mempertemukan lagi keduanya di kondisi y...