BAB XLIX

3.1K 278 19
                                    

Yang Tersembunyi, 2016. Binar Anjani

Setelah tadi pagi aku membantu ibuku untuk menyelesaikan pesanan kue-kue hingga beberapa hantaran untuk acara lamaran. Kini sore harinya kubantu ibu untuk memindahkan beberapa kotak-kotak yang telah dihias rapih nan cantik ini. Aksiku itu tidak bertahan lama. Karena berapa pria bertubuh kekar lebih dulu mengambil alih tugasku dan ibu. Sepertinya yang hendak melamar ini bukanlah pria biasa.

"Sudah, Bu. Biar rekan-rekan putra saya saja yang mengangkutnya. Boleh saya masuk ke dalam?" tanya seorang ibu yang kuketahui sebagai pemesan aneka kue dan hantaran lamaran ini.

Beliau sangat cantik dan anggun. Kuyakin, beliau bukanlah wanita sembarangan. Aku segera ke belakang, menyiapkan dua cangkir teh untuk ibuku dan seorang customernya. Kudengar saat mengantarkan teh yang telah kubuat, keduanya tengah membahas tentang total seluruh biaya jasa ibuku ini. Syukurlah.. bisnis ibuku kali ini berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan. Buktinya, senyum ibu cantik ini tidak luntur sejak tadi. Beliau seakan santai saja menikmati teh manis buatanku dan tidak mempedulikan beberapa rekan-rekan putranya yang mungkin sudah menunggu di dalam mobil.

"Ini.."

"Putri saya, Anjani Bu.."

"Oh ya, saya Bu Wika. Cantik sekali kamu Nduk.." pujinya sembari mengulurkan tangan kanannya untuk kucium.

"Kamu sudah bekerja atau—kuliah?"

"Kuliah, Bu. Alhamdulillah, dua tahun lagi lulus."

"Hmm, Alhamdulillah Nduk. Oh ya, mau ibu kenalkan dengan putra Ibu. Ganteng hloo.."

Aku tersenyum kikuk. Yang benar saja mau dikenalkan dengan seorang pria yang sebentar lagi akan melangsungkan acara lamarannya. Aku menggeleng-geleng sendirian dalam lamunku yang menyeramkan itu.

"Ini..coba lihat dulu!" Beliau dengan semangat empat-lima menunjukkan layar ponselnya yang tengah memperlihatkan sebuah potret dua orang pria. Yang satunya berhasil membuatku tercengang. Aku terkejut di tempat.

"Kenapa, Nduk?"

"........" Aku menggeleng. Tak ingin menebak siapa yang hendak melangsungkan acara lamaran ini. Karena aku dengan Bang Alwi pun juga sudah lama tidak bersua. Hah..beginikah akhir kisah cintaku. Lemas Bunda..

Bu Wika tersenyum melihat foto kedua pria yang kuyakini adalah foto kedua putranya itu. "Ini yang pakai pakaian dinas warna biru Kakaknya—Alwan—yang mau lamaran ini, kalau yang hijau ini adiknya, Alwi namanya. Seumuran dengan Anjani mungkin."

Bukan seumuran, lebih tua dariku Bu Wika. Dan yang lebih mengejutkannya lagi..kami sudah lama saling mengenal. Bahkan hatiku berhasil didapatkannya.

Aku hanya tersenyum tipis saat ibuku penasaran dengan foto yang ditunjukkan oleh Bu Wika. Alhasil Bu Wika pun menunjukkan foto tersebut pada ibuku juga. Dan sudah kuduga, adegan setelah ini adalah keterkejutan ibuku yang baru mengetahui bila Alwi yang diceritakan oleh Bu Wika adalah sosok prajurit gagah yang pernah mengabdi di desa kami dahulu.

Ya, Alwitra Dwitama..

Terjadilah obrolan seru antar ibu-ibu itu. Sementara aku hanya diam, menyimak dan sesekali membenarkan ucapan keduanya mengenai Bang Alwi. Hingga Bu Wika tiba-tiba menatapku. "Kamu sudah punya kekasih, Anjani?"

"......" Tanpa menjawabnya dengan sepatah kata pun, aku menggeleng sebagai tanda sebuah jawaban.

"Kabar bagus! Karena kamu dan Alwi sudah lama saling mengenal..mengapa kalian tidak mencoba saling mengenal lebih dalam lagi? Yaaa..kamu tahulah maksud Ibu, Nduk.."

BERBATAS (Bertanya Balas atau Lepas) [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang