"Bagaimana kalau kamu abah jodohkan sama Jihan aja Dil..."Semua mata saling berpandangan. Ammar, Izzan, Taqi dan Nizam sedikit tegang. Pasalnya mereka telah dengan gamblang memberi lampu hijau pada Abizar untuk maju.
"Bah..."Taqi sudah hendak mengajak bicara abahnya ketika Jihan lebih dahulu memotong pembicaraan.
"Maaf pakde Jauhar. Jihan masih kecil belum mikirin nikah..." sahut Jihan dengan ekspresi santai tanpa beban.
Ustadz Jauhar tertawa kecil mendengar jawaban Jihan. Aslinya tadi ustadz kharismatik itu cuma asal bicara. Terbersit ide begitu saja.
"Begitu ya Han. Padahal umur 20 tahun itu sudah cukup untuk menikah" Ustadz Jauhar menanggapi jawaban Jihan.
" Itu kan dulu, Bah. Sekarang mah beda" terdengar sahutan umi Namira ikut menanggapi.
"Nah, bude Mira betul pakde. Jihan masih belum bisa masak" sahut Jihan lagi sambil nyengir.
Dokter Harlan, malah tertawa. Jihan gadis yang ceria dan cerdas. Khas anak jaman now. Lugas dan pandai menjawab.
"Lha jaman sekarang kan banyak go food gak harus pinter masak" dokter Harlan masih kekeuh menggoda Jihan.
Jihan sempat melirik Abdillah yang hanya diam saja. Tapi Jihan yang memang pernah tumbuh dan dekat di pesantren milik ustadz Jauhar tersebut sudah mengenal baik seorang Abdillah Tsary. Pendiam,tak banyak bicara namun tegas.
"Tapi kak Abdillah tuh maunya yang pinter masak, ya kan kak Abdil?" Jihan sengaja menyentil nama Abdillah. Berharap lelaki itu ikut bersuara.
Kanaya hanya sedikit menggeleng melihat adiknya. Kalau dirinya yang digoda, mungkin hanya diam dan menunduk tak berani menjawab apalagi membantah. Tapi Jihan memang berbeda dengan Kanaya, meski basic didikan mereka sama. Jihan lebih ekspresif dan bisa menyampaikan apa yang dirasakannya.
Abdillah yang awalnya diam karena bingung bicara apa akhirnya menerbitkan sedikit senyum.
"Eh iya bah. Abdil pingin istri yang seperti bu Sisca Soewitomo" jawab Abdillah asal. Ia pernah menonton acara memasak di youtube.
"Lha tahu gitu kamu umi jodohin sama ndalem yang jago masak, Dil" seloroh umi diiringi tawa yang lain.
"Wah, kelihatannya saya tak berhasil menjodohkan mereka ini. Gimana ini pak Harlan" ustadz Jauhar terkekeh melihat kekonpakan Abdillah dan Jihan menolak idenya.
"Biarlah takdir yang bicara Bah. Pada siapa hati berlabuh, ke arah mana cinta tertambat. Kalau jodoh pasti jadi juga kok Bah" sahut dokter Harlan berfilosofi.
"Nah, mungkin abah langsung aja bilang ke dik Faqih" ustadz Jauhar menaik turunkan alis masih dalam rangka menggoda keponakannya itu.
"Kasihan Jihan tuh Bah. Datang-datang ditodong tema aneh begini" Taqi hendak menyudahi pembicaraan perihal jodoh menjodohkan.
"Iya Bah. Belum makan tuh si Jihan..." timpal Aisyah ikut setuju ucapan suaminya.
"Sini Han, ini lauknya masih banyak. Ada bakso juga lho..." seru Rissa dari arah ruang tengah.
Yes. Jihan merasa terselamatkan. Sejujurnya tak enak juga nih berdiri di ruang tamu diantara para bapak muda dan dua senior yang Jihan hormati sepenuh hati. Dua lelaki yang sudah dianggap seperti abinya sendiri.
"Mana mbak, mana baksonya" Jihan bisa bernapas lega kala bisa menyingkir di meja makan ditemani Rissa dan Kanaya.
"Nih baksonya. Jangan banyak-banyak nanti pipinya bulet kaya pentol" ucap Kanaya yang sudah berganti menggendong Haikal. Kedua kembarnya sudah terlihat nyenyak. Hakim tampak nyenyak dalam gendongan papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)
Tâm linhMenemukan pelabuhan hati di kehidupan dunia tentu saja harapan tiap insan. Bertemu dengan orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Itu inginnya. Tanpa melebihkan pun mengurangkan tentang hakikat takdir. Asa yang selalu dilangitkan terjawab ijabah...