Menikah itu jalan yang diberikan sang Rabb untuk memenuhi fitroh manusia. Ghoriziyah yang tak bisa dipungkiri ada dalam diri semua manusia. Naluriah, fitroh dan sunatullah. Bahwa seorang lelaki akan terpikat pada perempuan dan sebaliknya perempuan akan luluh pada pesona seorang lelaki.Maka tak layak juga manusia yang penuh kurang dan ketidakberdayaan ini menutup fitrah tersebut dengan alasan yang hanya disandarkan pada logika manusia itu sendiri. Dimana dikatakan fitroh adanya saling ketertarikan antara dua jenis manusia, lelaki dan perempuan merupakan perwujudan setan. Membuat manusia lalai pada Tuhannya dan melakukan aktivitas biologis itu layaknya hewan. Setidaknya itu pemikiran sebuah kepercayaan tertentu mengenai fitroh manusia tentang ketertarikan pada lawan jenis. Hingga mereka membuat sebuah aturan agama bahwa jika ingin fokus mengabdi pada Tuhan, tidak terganggu dengan keinginan biologis dan benar-benar ingin masuk surga dalam keadaan suci maka jangan pernah menikah.
Menciptakan sebuah paradoks hanya dari asumsi manusia memandang dirinya sendiri. Jauh dari kata sahih, benar apalagi sempurna. Aturan yang terlihat indah dan suci agar seorang manusia fokus menyembah Tuhannya malah sejatinya menentang apa yang sebenarnya telah Tuhan berikan pada diri manusia itu sendiri.
Jatuh cinta itu fitroh. Suka kepada lawan jenis itu lumrah. Berangan ingin menikah, memiliki anak dan menyalurkan hasrat biologis itu sunatullah. Memang sang Rabb yang memberi. Hingga ada yang namanya hormon khusus seperti estrogen untuk wanita dan testosteron untuk lelaki. Ada alat kelamin khusus bernama sperma untuk pria dan ovum untuk perempuan. Belum lagi sejumlah hormon yang jika diteliti merupakan pendorong seseorang memiliki rasa sayang, cinta dan ingin memiliki pasangan.
Maka tak perlu manusia menahan, mengekang apalagi memblokir fitroh tersebut. Seperti menggugat dan menyalahkan sang Pencipta, untuk apa menciptakan perangkat tubuh, hormon dan dorongan seperti itu. Karena nyatanya bukan sang Pencipta yang salah, manusia sendiri yang sok tahu atas dirinya sendiri yang minim pengetahuan.
Tugas manusia seharusnya memahami. Taat dan tunduk pada aturan Al Khaliq. Beres. Habis masalah. Bahwa hasrat yang secara fitroh ada untuk jatuh cinta, memiliki keluarga, menyalurkan keinginan biologis bukan untuk diblokir tapi diarahkan. Ada fiqih munakahat. Ada fiqih adab pergaulan. Ada fiqih thoharoh untuk bersuci. Ada fiqih mawaris. Itu semua bila ditarik garis lurus berhubungan dengan pernikahan, anak, istri dan suami, hubungan keluarga yang semuanya berawal dari sebuah penyaluran ghariziyah tadi. Ilmu itu utama, amal lebih penting. Dan yang terpenting tunduk dan taat pada ilmu yang diberikan Al Khaliq sebagai Pencipta merefleksikan amalan yang sahih. Hidup berilmu dan beramal dengan tuntunan sempurna milik sang Pencipta, Allah Azza wa Jalla. Maka nyamanlah hidup kita.
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" ( Quran Surah Asy Syams : 9-10)
Pagi sudah menampakkan wajahnya. Suara burung berkicau dan semilir angin pagi seolah makin membuat suasana rumah besar milik abi Faqih terlihat syahdu. Syahdu karena seluruh penghuni rumah pagi itu diliputi kebahagiaan. Senyum menawan tampak di semua wajah penghuni rumah. Iya hari ini keluarga Faqih kembali mengadakan perhelatan besar. Sebuah momen yang pastinya dinanti buat siapa saja yang memiliki anak perempuan. Menikahkan mereka. Melepaskan tanggungjawab dan mengalihkannya pada lelaki yang telah menikahinya.
"Wah bu Aida kenapa jadi seperti remaja 20 tahuan sih kalau dandan begini" seru umi Namira mengomentari penampilan tante Aida yang memang selalu tampak cantik. Tapi khusus pagi ini, kecantikannya makin nyata dengan mengenakan gamis seragam yang sudah dipilihkan oleh umi Najwa.
"Hmm, umi Namira ngeledek nih. Ya jelas lebih mantul cantiknya umi lah kemana-mana" sahut tante Aida.
"Kemana memang?" Tanya umi Najwa ikut nimbrung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)
SpiritüelMenemukan pelabuhan hati di kehidupan dunia tentu saja harapan tiap insan. Bertemu dengan orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Itu inginnya. Tanpa melebihkan pun mengurangkan tentang hakikat takdir. Asa yang selalu dilangitkan terjawab ijabah...