41. Mengungkap

74 2 0
                                    

Jam dinding di kamar Nata masih berdetak sedari tadi. Gadis itu masih setia memandang ke arah luar melalui jendela kamarnya. Padahal, tidak ada gunanya ia melakukan itu.

Sebenarnya Nata sedang menyesal, menyesali tindakannya yang menuduh Daren adalah Sandi. Padahal sangat jelas bahwa mereka adalah orang yang berbeda.

"Kok gue bisa sampe semarah itu sih tadi? Terus di Daren baperan banget, kan gue cuma nanya doang. Apa mungkin dia itu emang Sandi?"

Nata berjalan menuju ke sebuah laci kecil di dekat meja belajarnya. Diambilnya sebuah laci kecil, miliknya dan Fani. Sahabat yang hilang ditelan kekayaan.

"Andai lo masih jadi sahabat gue, Fan! Mungkin laci ini nggak bakal kehilangan kuncinya, salah gue sih, terlalu ceroboh. Apa mungkin kebawa sama mbak Ana ya?" tanya Nata curiga.

Kecurigaan Nata memuncak setelah ia ingat bahwa orang terakhir yang membuka laci itu adalah mbak Ana, asisten modelnya yang beralih menjadi pembantu Fani saat Fani menempati rumah besarnya itu. Ia ingat saat mbak Ana meneleponnya dan memberitahu tentang hal itu sewaktu ia tak tinggal di rumah besar itu.

"Gue tanya sama mbak Ana langsung aja deh!"

***

"Permisi!"

"Cari siapa, mbak Nata?"

"Mbak Ana ada, Pak? Pembantu barunya Fani."

Satpam tampak berpikir, "disini nggak ada yang namanya Ana, cuma ada Nona Fani, sama Nyonya Rika. Memang kenapa?"

"Hah? Nggak ada?" reflek, Nata berteriak.

"Perasaan baru seminggu yang lalu dia disini, yakin nggak ada yang namanya Ana, Pak?" ulang Nata.

"Nggak ada, mbak Nata! Apa perlu saya panggilkan Nona Fani untuk meyakinkan mbak Nata?" tawar satpam itu setengah tak yakin.

Nata menggeleng kecewa, "nggak usah deh, Pak! Saya pamit pulang aja!"

"Baik, silahkan."

Nata pulang dengan perasaan kecewa. Kuncinya untuk membuka kebusukan Fani tak terlaksana. Faktanya, Ana tidak ada di rumah Fani. Dan Nata berpikir bahwa Ana bukanlah orang yang membuat Rika Suryani dan putrinya itu hidup diatas penderitaannya.

"Gue harus ketemu Daren!" serunya, seketika ia langsung berlari menghampiri taksi yang berlalu di persimpangan depannya.

Di perjalanan, Nata masih tak habis pikir dengan Ana yang tiba-tiba menghilang dari rumah Fani. Bahkan, satpam di rumah Fani pun tidak memberitahukan perihal Ana kepadanya. Padahal dengan jelas, Nata melihat Ana berada di pesta ulang tahun Fani, dan bertindak layaknya pembantu di rumah Fani.

***

Sebuah mobil mewah baru saja meninggalkan pekarangan rumah Daren. Tapi Nata yakin, itu bukanlah milik keluarga Daren. Terlebih, rumah Daren yang terkesan sederhana, mana mungkin mereka mampu membeli bahkan memiliki mobil yang baru saja keluar dari pekarangan itu?

Setelah membayar ongkos taksi, Nata melangkah menuju ke rumah Daren. Rumah itu tampak sepi dan banyak debu di sekitarnya, Nata yakin, Daren atau keluarganya tak pernah membersihkan rumah itu dalam waktu yang lama.

"Permisi!" Nata mengetuk pintu yang gagangnya sudah berkarat.

Nata heran, dulu Daren datang ke sekolahnya dengan penampilan yang lumayan mewah, namun nyatanya, rumah Daren aslinya seperti itu, dinding mengelupas, gagang pintu berkarat, dan debu yang beterbangan dimana-mana. Pantas saja, mama Daren pernah meminta pak Hutama mengijinkan Daren tinggal di rumahnya.

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang