29. Murid Baru

87 5 1
                                    

Silahkan mampir. Kuy vote and comment..

---

Hening.
Suasana kelas IPS 3 benar-benar hening. Mengapa tidak, hari ini kelas IPS 3 kedatangan seseorang paling penting di SMA Hutama, Bapak Hutama Kertawijaya.

"Terimakasih untuk perhatiannya. Disini saya akan menyampaikan bahwa kelas ini akan kedatangan seorang murid baru." Ucap pak Hutama. "Tapi saya harap kalian semua, para siswi tentunya, bisa menerima keadaan teman baru kalian. Dia sedikit mengalami gangguan mental, namun dia pandai seperti kalian. Dan saya berpesan supaya kalian jangan pernah menanyakan asal usulnya." Terang pak Hutama.

Seluruh siswa kompak membicarakan sosok murid baru itu. Ia adalah seorang penderita gangguan mental, namun mengapa ia bisa masuk ke SMA Hutama yang notabenenya berisi siswa keren dan berkantong tebal? Serta tidak ada cacat sedikitpun?

Seorang pria berkacamata masuk ke kelas IPS 3. Ia menunduk, kedua tangannya memegang tepi almamater merah yang dikenakannya. Langkahnya sangat pelan, hampir sama seperti siput. Terkadang, tangannya bergerak sendiri, tubuhnya pun juga sering menunjukkan gerakan aneh.

Ia berdiri di depan pak Hutama. Perlahan, ia menunjukkan wajahnya.

"Sandi?" Pekik Nata. Gadis itu terlihat sangat kaget.

Pria itu melambaikan tangannya pada Nata.

"Bukan Sandi. Sekilas, dia memang mirip Sandi Antariksa, teman kalian. Tetapi ini bukan Sandi, ini pindahan dari-" Pak Hutama memotong kalimatnya. "Maaf, tidak baik membicarakan asal usulnya. Silahkan perkenalkan namamu."

Pria itu tersenyum, namun kepalanya masih sedikit menunduk. "Hai semua, saya Daren. Asal usul saya tidak penting, terimakasih telah menjadi sahabat saya." Ucapnya.

"Sahabat? Siapa yang mau punya sahabat yang item dan burik kayak lo? Ngimpi!!" Teriak Fani yang duduk di belakang, disambut sorakan siswa yang ikut meneriaki Daren, siswa baru itu.

Belum genap satu hari Fani tidak bersahabat dengan Nata, gadis itu sudah sangat berubah. Kepolosan dan keluguannya berubah 180 derajat.

"Heh, Fan! Jangan kayak gitu, dia juga berhak belajar kayak kita, kalo lo gak mau sahabatan sama dia, seenggaknya lo jangan pernah hina dia kayak gitu, dia manusia, punya perasaan juga Fan!" Nata menoleh ke belakang, ke arah Fani yang sedang berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya di dada.

Fani bisa berdiri! Dia tidak lumpuh, sandiwaranya di depan Nata sudah cukup. Saatnya ia melancarkan aksi bersama maminya, menjadi bagian dari keluarga Hutama tanpa mengandalkan belas kasihan.

"Wajar sih ya, lo kan cinta mati sama si Sandi, berhubung si anak arang ini mirip Sandi, jadi lo pengen deket sama dia kan?" Lagi, Fani membuat Nata kesal.

"Cukup!" Pak Hutama membentak. "Fani, tidak seharusnya kamu berkata demikian. Benar kata Nata, Daren juga manusia, dia berhak belajar seperti kalian. Jadi, jangan pernah memandang orang lain dari segi fisik saja."

Fani memainkan rambut panjangnya, "Ini juga wajar sih, si bapak belain anaknya." Fani tertawa. Gadis itu sudah kelewatan.

"Sudah. Sekarang kamu duduk, supaya belajar kamu maksimal, kamu duduk di tengah depan, Devano, kamu ke belakang."

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang