47. Saatnya Memulai Apa yang Seharusnya Dimulai

65 2 0
                                    

Udah sampe part jauh dan ceritanya masih muter-muter? Maafkan author amatir ini ya:)

------

Sandi terbangun dari tidurnya. Ia mendapati sebuah selimut menutupi tubuhnya. Namun, ia masih berada di atas sofa, lalu siapakah yang memberikan selimut itu padanya?

"Nata?"

Sandi terkejut mendapati Nata tidak berada di tempat tidurnya. Ia buru-buru berlari ke kamar mandi dan mengecek apakah Nata tengah berada di dalam.

"Nat? Lo lagi mandi ya?" Sandi mengetuk pintu.

Hening, tidak ada jawaban. Bahkan suara gemericik air pun tidak ia dengarkan. Ia mencoba membuka pintu kamar mandi, pintunya tidak dikunci, dan Nata tidak berada di dalam.

Sandi beralih ke tempat tidur Nata yang sudah rapi. Selimut dan infusan pun sudah tidak ada disana.

"Apa Nata udah pulang ya?" gumam Sandi.

Sandi merogoh saku celananya, "HP gue?"

Sandi menyadari bahwa benda itu tidak ada disana. Padahal Sandi ingat betul bahwa HP nya ikut terbawa saat ia mengantar Nata ke rumah sakit.

Pandangannya lantas tertuju pada meja di samping sofa tempatnya tertidur. Dan benda yang ia cari berada di atasnya.

"Ah, mungkin gue lupa." Sandi menghampiri meja tersebut dan mengambil benda itu.

Ia menekan beberapa angka untuk membuka kunci HP nya. Wallpaper berwarna hitam dengan tulisan di atasnya menjadi perhatian pria itu.

Sori, gue nulis pesan di wallpaper Lo. Gue dijemput sama mbak Ana, gue pinjem HP Lo waktu Lo tidur. Makasih udah nganter dan nemenin gue. Maaf ya, gue pulang duluan, gue takut Siska bakal lakuin hal yang lain ke gue. Selimutnya bawa pulang aja, itu punya gue. Administrasinya udah dibayarin sama mbak Ana, Lo tinggal pulang dan istirahat.

Salam sayang : Natania Amira

"Salam sayang?" Sandi terkekeh, "artinya dia sayang sama gue dong?" katanya penuh percaya diri.

Sandi buru-buru memungut selimut bermotif capung dari lantai. Ia melipatnya menjadi beberapa bagian, ia lantas pergi dari ruangan itu sembari tersenyum.

***

"Permisi!" Siska mengetuk pintu dengan gagang payung berwarna hitam yang ia bawa.

Gadis itu bersama kelima dayang-dayangnya berada di depan rumah kayu berukuran kecil yang bisa dibilang tidak terawat.

Siska yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya itu tampak senang menanti keluarnya seseorang dari dalam rumah itu.

Yang pasti, Siska akan senang melihat orang di dalam sana merasa terkejut akan kehadirannya yang sangat tiba-tiba itu.

"Permisi, excuse me!" katanya lagi. Kali ini ia tidak menggunakan gagang payung sebagai alat untuk mengetuk pintu.

Masih tidak ada jawaban. Siska mengulangi hal yang sama untuk ketiga kalinya.

Akhirnya, terdengar suara kunci diputar dari dalam. Seorang pria paruh baya keluar dengan pakaian lusuh.

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang