2. Hukuman

650 52 2
                                    

"Pak, niat saya cuma becanda sama Nata, mau ditaruh mana muka papa saya kalo tau anak pemilik Nusa Citra Company dihukum di sekolah atas tuduhan pelecehan?" Sanggah Sandi yang sejak tadi mulai emosi.

"Itu namanya pelecehan! Gak semua orang yang jadi model bisa dibooking kayak yang lo tuduhin ke gue!" Ujar Nata kepada Sandi. "Gue yakin, itu bukan sekedar becandaan."

Nata duduk tepat di depan kepala sekolah, bapak Hutama Kertawijaya, tepatnya papa kandungnya sendiri yang selama ini kurang diketahui oleh orang banyak, kecuali orang yang benar-benar mengetahui seluk beluk PT. Hutama.

"Saya sebagai pihak yang dilecehkan merasa sangat tersinggung dengan ucapan saudara Sandi Antariksa!" Nata tersenyum sinis.

"Gue cuma becanda Nata!!" Pekik Sandi.

Nata menggebrak meja di depannya tanpa ada rasa ragu, toh papanya tidak akan memarahinya di depan Sandi, meskipun papanya juga menunjukkaan raut wajah marah.

"Apa lo bilang? Becanda ya? Asal lo tau, gue gak rela pipi sama dagu gue jadi becandaan lo!" Nata menampar Sandi untuk ketiga kalinya.

"Bapak Hutama yang terhormat, apakah gadis di depan saya ini sopan?"

"Lo yang makin gak sopan!!"

Bapak Hutama terlihat sedang berpikir keras dalam menangani masalah putrinya itu, "Bisa tidak kalian diam, kalian pikir membuat suatu keputusan itu mudah??"

Sandi dengan bangganya mengangkat tangan. Ingin memberikan sebuah kesaksian agar ia bisa dinyatakan tidak bersalah. "Saya tidak bersalah pak. Lagipula tidak ada saksi yang melihat kejadian sebenarnya kan?" Sandi menggeleng, mencoba meyakinkan sang kepala sekolah bahwa ia tidak bersalah.

Bapak Hutama mengangguk,
"Sandi, pernahkah kamu masuk klub malam?"

Sandi terlihat bingung dan sedikit merasa panik, "P..pernah pak."

"Seberapa sering?" Tanya bapak Hutama lagi.

"Seminggu bisa sampai tiga kali pak." Jawab Sandi canggung.

"Nata, pernahkah kamu datang ke klub malam?" Tanya bapak Hutama pada Nata.

"Tidak pernah!" Jawab Nata mantap.

Sandi langsung berdiri dan ikut menggebrak meja di depannya. Sama seperti Nata, ia berpikir bahwa bapak Hutama tidak akan menghukum dan memarahinya.

"Bohong pak!! Saya sering melihat Nata masuk ke klub malam bersama pria lain, sama om-om juga pernah, bahkan Nata juga sering minum di klub pak, sampai dia mabuk berat." Bohong Sandi untuk melindungi dirinya dari hukuman berat yang justru malah menjadikan kebohongannya sebagai akses untuk memberinya hukuman yang sangat berat, bahkan bisa sampai dikeluarkan.

"Bohong!" Ujar Nata tiba-tiba, wajahnya ikut memerah meskipun tuduhan dari Sandi itu tidak benar adanya.

Bapak Hutama tertawa, "Kamu pandai berbohong Sandi, sebaiknya kamu tidak usah sekolah, langsung saja daftar jadi pemain film."

"Loh? Kenapa bapak tertawa, bukankah yang dilakukan Nata sudah melampaui batas. Sedangkan apa yang saya lakukan di klub malam masih batas wajar kan pak? Dia yang seharusnya dihukum berat!" Sandi kembali menyanggah.

"Baiklah. Keputusan akhir dari saya, untuk Nata, akibat tindakan kamu yang kurang sopan tadi, kamu saya hukum menulis Visi Misi sekolah kita di spanduk besar yang nanti akan saya siapkan." Bapak Hutama terlihat tersenyum kepada Nata.

"Saya bebas hukuman kan pak?" Tanya Sandi dengan bangganya.

Bapak Hutama menggelengkan kepalanya, "Iya, kamu bebas dari hukuman. Sebagai gantinya, kamu langsung saya pindah ke kelas IPS 5 sampai kamu lulus dari sekolah ini. Jika tidak mau, kamu bisa mengundurkan diri dari sekolah ini."

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang