24. Ana dan Rahasia

98 6 0
                                    

Maafkan segala typonya ya!
Ini penulis amatir.

---

Nusa Citra Company.
Gedung berlantai banyak ini tampak sepi, tidak seperti biasanya. Mungkin sebagian besar pegawai diliburkan mengingat putra tersayang keluarga Nusa Citra Company mengalami kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit.

Tidak masalah. Tidak ada pria itu, Nata bisa bebas bergerak semaunya.

"Mbak Ana? Itu nanti langsung dibawa ke atas aja, sama kayak kemaren." Kata Nata kepada asistennya yang hanya dibalas oleh anggukan kepala.

Ana sedikit aneh belakangan ini. Ia cenderung pendiam, misterius. Padahal, beberapa minggu yang lalu Ana masih terlihat biasa saja. Entahlah, mungkin Ana sedang malas.

***

Natania Amira.
Nama Natania Amira terpampang jelas di depan pintu sebuah ruangan. Hal itu menandakan bahwa ruangan tersebut nantinya ditempati oleh Nata.

Nata melangkah masuk ke dalam ruangan. Disusul oleh Ana di belakangnya dengan berbagai macam perlengkapan milik Nata.

"Saya permisi keluar sebentar!" Ujar Ana. Wanita berhijab itu keluar dengan tergesa-gesa.

Belum sempat Nata mengiyakan, Ana sudah lebih dulu pergi. Ana benar-benar mencurigakan!

"Ibu Citra?" Nata melihat seorang wanita masuk ke dalam ruangannya. Tentu saja itu adalah calon mertuanya, salah, itu maminya Sandi.

Ibu Citra mengangguk, tersenyum kecil, kemudian mengulurkan tangannya pada Nata. "Terimakasih." Ujarnya lirih.

"Untuk?"

"Karena kamu, Sandi sudah sadar saat ini. Saya tidak perlu khawatir lagi." Ibu Citra memeluk Nata tiba-tiba. Nata yang belum sempat membalas uluran tangan ibu Citra kini sudah berada di dalam dekapan wanita yang berusia 43 tahunan itu.

"Bukan karena saya, dokter telah bersusah payah mengobati Sandi."

"Kamu adalah jodoh yang dikirim untuk anak saya, Sandi." Ibu Citra bersikeras bahwa Nata adalah penyelamat hidup putranya. Lebay ih, padahal itu kan cuma biar Nata kebujuk sama rayuannya ibu Citra!

Nata tidak menjawab sepatah katapun. Ia masih dalam dekapan ibu Citra. Dadanya sesak, ibu Citra terlalu gemuk untuk memeluk dirinya yang sekurus lidi.

"Iya bu." Nata menjawab sekenanya. Alhasil, pelukan ibu Citra terlepas.

"Saya pemotretan tanpa Sandi. Bagaimana kalau saya langsung berbenah, setelah ini saya akan kembali ke rumah sakit."

Ibu Citra mengangguk. Wanita itu menyalami Nata, kemudian keluar dari ruangan itu tanpa mengucapkan kalimat apapun selain isakan yang terus menerus keluar dari mulutnya. Dramaqueen!

Selepas kepergian ibu Citra, Ana kembali lagi dengan membawa sekotak peralatan make up untuk Nata. Khusus untuk Nata. Karena tidak ada siapapun yang boleh memakainya kecuali Nata, sekalipun itu adalah Fani, sahabat terkasihnya.

***

"Aduh, kok gatel ya?" Nata menggaruki tangannya yang kini memperlihatkan bintik-bintik berwarna merah.

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang