53. Usai

172 6 0
                                    

Nata menatap rumah besar itu dengan tatapan kosong. Sebentar lagi, akan terkubur semua kisah beserta kenangannya.

"Gue sayang sama kalian." Nata berbisik, pada gerbang besi yang baru saja dicat kemarin, agar saat Nata dan pak Hutama kembali nanti, rumah itu tidak terlihat tak terawat.

Biar bagaimanapun, kenangan Nata adalah sebagian dari hidupnya, dan tidak mungkin Nata sampai di titik ini tanpa adanya kenangan itu.

Andai bisa diulang, Nata tidak ingin menghabiskan waktunya kemarin untuk disini. Terlalu banyak kenangan pahit yang tidak seharusnya ia terima. Banyak sekali tangisan disini, hingga Nata pun tak sadar ia turut menangis mengenang semua kenangan itu.

Nata akan selalu ingat, dimana terakhir kali ia memeluk sang cintanya. Sandi Antariksa yang mengakhiri hidupnya disini.

"Seenggaknya rumah ini udah ada yang jaga. Selamat tinggal, Sandi. Sampai jumpa di tahun-tahun berikutnya. Jaga rumah gue, ya!"

"Sayang, kamu ngomong sama siapa?"

"Nggak kok, Pa. Aku nggak ngomong sama siapapun."

"Sabar, jalan hidup kita memang seperti ini. Kita nggak boleh terus-terusan sedih, toh, dengan bersedih nggak akan mengembalikan semuanya kan?"

Nata mengangguk, mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah. Menangis lagi untuk kesekian kali.

"Papa nggak memaksa kamu untuk ikut sama papa, kalau kamu nggak ingin pergi, its okay."

Nata menarik ranselnya, "benar kata papa, kita nggak boleh terus-terusan sedih. Aku ikut papa, kita pergi sekarang ya, Pa!"

Tiga koper besar beserta beberapa perabotan mulai dinaikan ke truk. Sedan kuno berwarna marun juga sudah berada di depan truk itu, menunggu sang empunya yang masih enggan beranjak.

Satu kotak kecil sudah berada di tangan Nata, beserta satu lembar kertas yang tertempel perangko.

"Kita ke kantor pos dulu ya, Pa. Aku mau ngirim sesuatu buat Fani."

Pak Hutama mengelus rambut Nata, pria itu masuk ke mobil terlebih dahulu.

Sekali lagi Nata memandang seisi pekarangan.
Pasti Sandi nggak rela gue pergi.

"Sampai jumpa, San. Lo boleh tinggal disini, asal jangan bawa temen-temen Lo juga." Nata tersenyum.

Di sudut pintu tampak seperti bayangkan Sandi yang melambaikan tangan kepadanya.

"Gue bakal rindu sama semuanya!"

Selamat tinggal, selamat tinggal untuk semua rasa sakit yang udah terlalui.

***

"Mama nggak ada hak buat larang kamu ikut sama papa kandung kamu." Bu Citra tersenyum.

Bagas menatap mamanya iba, biar bagaimanapun, ibu Citra adalah orang yang merawat dan membesarkannya sampai saat ini. Ya, meskipun banyak sekali waktu yang tidak pernah ibu Citra luangkan untuk Bagas.

"Hal yang paling sulit di dunia ini adalah kehilangan. Aku nggak mau kehilangan semuanya, termasuk… "

"Mama?"

Bagas reflek memeluk Bu Citra, mengeluarkan semua keluh kesah disana. Air mata yang turun membasahi jas biru mudah milik ibu Citra.

Ketulusan dan cinta. Bagas tidak ingin memilih satu diantara keduanya. Ia ingin keduanya, bukan salah satunya. Seperti dua kakinya, ia tidak akan berfungsi dengan baik jika harus memilih salah satunya.

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang