4. Dia?

317 42 0
                                    

Update lagi!!!
Vote ya, gratis loh!!

***

Rumah besar itu terlihat sangat sepi. Wajar saja, hanya empat orang yang menghuninya. Bapak Hutama Kertawijaya, Natania Amira putrinya, Abdulkarim supirnya, dan Bi Uma pembantu kesayangan keluarga Hutama.

Pria itu masih berdiri di depan pintu gerbang. Wajahnya cukup tampan. Usianya masih sekitar 17-18 tahunan dengan peci kecil yang menutup bagian atas rambutnya. Kulitnya putih, ada kumis tipis yang menghiasi wajah pria muda tersebut. Ia membawa dua buah ransel besar dan sebuah kardus berukuran sedang yang sepertinya berisi sayuran.

Pria itu menekan bel, tetapi belum ada tanda-tanda seseorang akan membukakan gerbang. Bahkan, suasana sepi itu malah membuat rumah itu berkesan angker dan menyeramkan.

Menyadari bahwa pintu gerbang tidak kunjung ada yang membukakan, pria itu berinisiatif untuk menekan bel sekali lagi. Ia pun menunggu selama beberapa saat.

5 menit kemudian..
Belum ada reaksi dari penghuni rumah.

Ia sudah hampir kehilangan kesabaran.

"Permisi." Kali ini pria itu berteriak.

Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua dengan gamis panjang layaknya daster ala ibu-ibu rumahan.

"Mau cari siapa?" Tanya wanita yang tak lain adalah pembantu di rumah keluarga Hutama, bi Uma.

Pria itu menoleh kesana dan kemari seperti sedang mencari sesuatu.

"Apakah ini benar rumah pak Hutama?" Tanyanya sopan.

"Iya benar mas. Mau cari siapa? Tapi maaf, mas ini siapa ya?"

Pria itu tersenyum, "Oh, saya temennya Nata dari kampung. Saya sengaja kesini karena neneknya Nata yang menyuruh. Ini surat dari neneknya Nata. Silahkan ibu baca, itu dari nenek Rumi." Pria itu menyodorkan sebuah amplop biru bertuliskan alamat lengkap rumah keluarga Hutama, dan sepucuk surat yang berada di dalamnya.

Bi Uma menerima sodoran surat tersebut. Kemudian membacanya.

Setelah membaca surat tersebut, bi Uma terlihat sedang berpikir.

"Kamu yakin dapat surat ini dari nyonya Rumi? Jangan-jangan kamu orang jahat yang ingin mendapat keuntungan dengan mengaku menjadi teman mbak Nata?" Tanya bi Uma tidak yakin.

Sekali lagi, pria itu tersenyum, "Tidak bu, saya ada foto dimana saat itu saya, nenek Rumi, dan Nata sedang berada di kampung. Sebentar."

Pria itu menurunkan tas besar yang berada di gendongannya. Ia terlihat sedang mencari-cari sesuatu.

"Ini bu. Saya pastikan ini asli dan bukan editan."

Bi Uma menerima foto tersebut, sedangkan sepucuk surat tadi masih ada di tangan kirinya.

"Saya tanyakan mbak Nata dulu. Saya masih belum yakin dengan kamu. Maaf ya, kamu belum bisa saya perkenankan masuk."

"Silahkan bu. Tidak apa saya tunggu di gerbang."

Bi Uma kemudian masuk ke dalam rumah.

***

Selepas Fani keluar dari kamarnya, Nata sudah tertidur lelap. Bahkan sebelum Fani keluar. Ia tertidur sambil mengenakan seragam sekolah lengkap dengan atributnya, persis ketika ia berangkat sekilah pagi tadi. Hanya saja sepatu dan almamater sudah ia lepas terlebih dahulu. Sepertinya gadis itu cukup kelelahan berdebat dengan pria bernama Sandi yang sudah berani melecehkan dan memfitnahnya.

Terdengar ketukan di pintu. Membuat mata gadis itu terbuka dengan susah payah.

"Masuk!" Teriaknya dengan suara berat.

"Mbak Nata? Ini diluar ada yang ngaku temennya mbak Nata dari kampung. Ini fotonya, apa mbak Nata kenal?"

Nata yang merasa tidurnya terusik segera bangkit kemudian duduk di pinggiran kasur, sedangkan ia belum sadar betul dari tidur lelapnya.

"Mana?"

"Ini mbak."

Nata menerima uluran foto dari tangan bi Uma. Ia melihatnya sekilas, dan terlihat mengangguk.

"Oh, iya bi. Ini temen dari kampung. Suruh masuk aja, langsung tempatin di kamar tamu aja." Ucap Nata dengan keadaan setengah sadar.

"Baik mbak." Bi Uma pun keluar dari ruangan Nata.

Setelah memastikan bi Uma telah keluar, Nata pun kembali memejamkan mata kemudian membanting tubuhnya ke kasur. Penat dan rasa kantuk sudah tidak tertahankan lagi, dalam sekejap, ia sudah mulai tertidur pulas.

Belum sampai dua menit, tiba-tiba Nata terbangun lagi.

"Astagaa!! Tadi itu kan-" Kalimat Nata menggantung. Gadis itu terlihat panik dan ketakutan saat ini.

Ia segera melompat dari kasurnya, mencari sandal tidur yang terletak di bawah meja. Ia terlihat sangat tergesa-gesa, sampai-sampai ia tidak sadar bahwa sandal yang ia pakai terbalik, kanan dipakai kiri, dan sebaliknya.

Gadi itu buru-buru keluar kamar dan melangkah menuju ke ruang bawah, ia harus mencegah bi Uma supaya tidak jadi mengizinkan orang tadi masuk.

"Bi Uma tunggu dulu!!" Teriak Nata memenuhi seisi rumah.

Sudah terlambat!!!

Pria itu sudah berada di ruang tamu bersama bi Uma dan tentunya dengan barang-barangnya yang sangat banyak dan merepotkan.

Jantung Nata berdegup kencang, mendapati pria itu tengah tersenyum manis kepadanya.

"Hai Nata, apa kabar?" Tanya pria itu langsung membuat Nata serasa ingin pingsan.

"Lo kenapa bisa disini? Bi, usir dia, aku gak kenal sama dia!" Pekik Nata yang saat ini masih berada di tangga.

"Dia kan temen kamu, masa diusir sih? Dia bakal tinggal disini sampai dia lulus SMA, dan dia juga sekolah di sekolah kita." Bapak Hutama tiba-tiba muncul dari pintu depan. "Mulai sekarang, dia yang akan jagain kamu. Kemanapun kamu pergi, dia wajib ikut." Tambah bapak Hutama.

Pria itu lagi-lagi tersenyum, "Kita akan mengulang apa yang pernah terjadi di antara kita Nata. Aku janji, setelah ini aku gak bakal bikin kamu kecewa." Ujarnya.

Nata memegang kepalanya yang mulai pusing. Sedangkan tangan yang satunya lagi menopang tubuhnya agar tidak jatuh. Sayangnya, ia kehilangan kesadaran dan akhirnya terpeleset dan jatuh dari tangga.

"Nataaa!!!!" Teriak semua orang yang berada di ruangan itu.

-------------------

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang