45. Akhir Bahagia

67 3 0
                                    

Kejadian yang menimpa sang mama membuat Fani tersadar bahwa setiap tindakan pasti ada timbal baliknya.

Teringat Fani akan hal buruk yang pernah ia lakukan terhadap Nata dan Daren.

"Ngapain juga gue mikirin Nata sama cowok aneh itu. Ini semua terjadi bukan karena gue jahat sama mereka, cuma karena mama aja yang terlalu ceroboh!" maki Fani.

Gadis itu masih berada di gang sempit menuju ke rumah papanya. Sedikit penyesalan bahwa ia memilih ikut bersama papanya.

"Gue juga bodoh banget sih, harusnya gue milih tinggal di rumah mama. Ya, meskipun mama udah dipenjara." gerutunya. "Kenapa hidup gue berantakan kayak gini?" Fani berteriak frustasi.

"Cantik-cantik kok gila." deretan anak kecil yang berjalan di depan Fani tampak tertawa melihat tingkah Fani.

"Heh, apa kalian bilang? Siapa yang gila?" bentak Fani.

Gerombolan anak kecil itu tak menggubris, malahan, mereka berlari menjauhi Fani sambil menertawai gadis itu.

"Mama, Fani sengsara!"

***

Jam menunjukkan pukul 4 sore, dan Nata masih berada di dalam kelas IPS 2.

Entah kenapa belakangan ini ia mengubah sikapnya. Sikapnya yang angkuh perlahan mulai memudar, dan kesombongannya perlahan juga mulai terhenti.

"Gue rasa selama ini gue terlalu bangga sama diri sendiri. Ya, gue salah, ternyata sederhana itu jauh lebih indah daripada yang gue kira." gumamnya.

Nata melirik jam tangannya sekilas. Sudah sore, dan ia masih berada di kelas, demi sebuah keinginan yang selama ini belum sempat ia utarakan pada siapapun.

"Hai!"

Kedatangan seorang cowok di depannya mengejutkan Nata.

"Sandi?"

Sandi tersenyum.

"Ngapain disini? Gak mau pulang gitu?" tanya Nata salah tingkah.

"Ngapain disini? Suka-suka gue lah, ini juga kelas gue kok."

"Oh," balas Nata singkat. Nata mengemasi tasnya, "gue duluan ya, gak enak sama Siska, takutnya gue yang jadi sasaran." Nata buru-buru meninggalkan Sandi.

Sandi meraih pergelangan tangan Nata, membuat gadis itu menoleh dan menatapnya.

"Lo takut sama Siska? Sejak kapan?" tanya Sandi.

Nata menarik tangannya, namun Sandi mencengkeramnya begitu kuat.

"Lo berubah, Nat. Gue jadi makin suka sama Lo, apa Lo juga suka sama gue?" tanya Sandi serius.

Mana mungkin gue gak suka sama Lo, sedangkan gue udah minta sama papa buat jodohin gue sama Lo.

"Ya dari awal kita kan emang jadian." jawab Nata gugup.

"Really, bukan gue aja yang akhirnya jatuh cinta sama pacar setingan."

"Bukan berarti gue suka sama Lo karena kita udah jadian. Lo inget tujuan Lo? Lo pacarin gue cuma biar bisa balik ke IPS 2 kan? Dan sekarang, Lo udah dapet itu!"

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang