Brakkk"Sandi!"
Nata memekik dari balkon kamarnya. Di bawah sana terlihat Sandi yang tergeletak tak sadarkan diri dengan Fani disampingnya.
Gadis itu buru-buru keluar dan menuruni tangga. Dua pegawai di rumah Nata berlari keluar menghampiri sumber suara.
Nata yang panik seolah tidak peduli dengan tangga yang dipijaknya.
Nahas, di pijakan tangga terakhir, kaki kanannya terkilir dan tangannya terluka karena tergores pegangan tangga.
Nata meringis kesakitan. Tapi gadis itu buru-buru bangkit dan berjalan dengan menyeret kaki kanannya, darah di tangannya ia biarkan menetes, bercampur dengan air matanya yang terus mengalir.
Nata tidak ingin Sandi pergi dari dunia. Ia hanya ingin Sandi pergi dari hidupnya, dari hatinya, dan mengubur segala perasaan yang pernah ada.
Sebab, pak Nusa dan pak Hutama tidak akan berdamai, dan selamanya tidak akan pernah!
"Sandi, gue gak serius tentang gue yang gak suka sama Lo! Gue mohon Lo banguuun!" tangis Nata pecah di depan Sandi yang tergeletak dengan darah yang keluar dari hidungnya.
Gadis itu terus mengguncangkan tubuh yang lemah tak berdaya itu.
"Kalian semua bodoh ya?" Nata membentak. "Panggil ambulan cepet!" ujarnya kasar.
"San, bangun. Jangan jadi orang bodoh! Please bangun!"
Sandi tidak perlu naik ke lantai paling atas di Nusa Citra Company. Ia juga tidak perlu naik tangga untuk sampai kesana. Ia tahu, naik tangga itu sangat melelahkan. Belum lagi dengan orang lain yang pasti akan menganggapnya gila. Mereka saja yang tidak tahu bahwa Sandi sudah berpikir bahwa lift akan rusak.
Tapi, jauh sebelum itu, balkon kamar Nata menjadi pilihan terbaik bagi Sandi. Tentunya hal ini tidak akan terliput dalam berita. Rumit sekali menjadi bahan pembicaraan di koran dan media elektronik.
***
IGD
Nata mengerjakan matanya. Entah sudah berapa lama ia terbaring di atas kasur yang keras itu. Yang jelas, bau obat-obatan telah menusuk hidungnya.
"Halo my boss!" pria itu melambaikan tangannya kepada Nata.
Nata masih menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam matanya. Ia ingin mengucek matanya, tapi kedua tangannya terbelenggu peralatan medis.
Tangan kiri Nata tertusuk jarum infus. Dan tangan kanannya terbalut perban berwarna putih.
"Sandi? Lo ada disini?" Nata mengehela napas.
"Huh, gue kira Lo beneran lompat dari kamar gue. Nanti rumah gue jadi angker, jadi Lo jangan pernah lakuin hal itu." Nata memperingatkan.
Pria didepannya itu hanya tersenyum, "bener kata Lo, kita gak bisa nikah. Susah banget buat nyatuin dua keluarga yang berbeda." ia menunduk kecewa.
"Santai aja, kita masih bisa temenan kok." Nata tersenyum datar. Gadis itu membenarkan posisi tidurnya hingga setengah duduk. "Ribet ya kalo sakit!" keluhnya.
Nata balik menatap Sandi. Mata Sandi yang sedikit sayu itu membuat Nata berpikir bahwa ucapan Sandi mengenai perasaannya adalah benar.
Nata juga tidak ingin benar-benar berbohong tentang perasaannya. Setidaknya untuk mencegah tindakan bodoh yang akan dilakukan oleh Sandi.
![](https://img.wattpad.com/cover/222269980-288-k762482.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMPRAMENTAL (selesai)
Teen FictionNata. Siapa yang tak mengenal Natania Amira? Model cantik yang terkenal di seluruh penjuru negeri. Seperti model-model lainnya, ia dibanjiri job untuk mengisi klub-klub malam yang memang membutuhkan gadis sepertinya, tentunya dengan bayaran yang tak...