21. Pura-Pura

86 9 0
                                    

Terimakasih yang udah mau mampir.

---

Ruangan bercat biru muda. Seorang pria kini tengah terbaring lemah dengan segala peralatan yang terpasang di sekujur tubuhnya. Matanya memejam.

Perlahan, jari pria itu bergerak. Layar komputer yang berada di sebuah meja menunjukkan garis naik turun dengan suara khasnya.

Pintu ruangan itu terbuka, menampakkan seorang wanita dan seorang pria paruh baya yang terlihat sangat rapi dan elegan. Sang wanita berlari dari arah pintu. Tangisnya pecah melihat kondisi pria yang kini tengah terbaring lemah itu.

Ibu Citra dan pak Nusa. Orang tua kandung Sandi.

"Sandi!" Wanita itu memeluk erat pria yang terlihat sangat pucat itu.

"Kamu kenapa sayang? Mama mohon, bangun sayang. Kamu adalah harta mama yang gak bisa digantiin sama apapun." Wanita itu menangis sejadinya. Sedangkan pak Nusa lebih cenderung bersikap acuh tak acuh terhadap putranya itu.

"Pa, gimana sama Sandi? Apa dia baik-baik aja?" Tanya ibu Citra pada suaminya.

Pak Nusa menggeleng. Ia kini tengah berada di depan ibu Citra, di samping Sandi juga tentunya.

"Papa sudah bilang, jangan terlalu memanjakan Sandi. Begini kan jadinya?" Ujar pak Nusa sedikit emosi.

Ibu Citra diam tak menanggapi.

"Seharusnya mama gak perlu turutin semua yang diminta sama Sandi. Kalau dulu mama setuju si Sandi ikut diasuh sama bi Asih, dia gak bakal manja seperti ini ma."

"Kok papa nyalahin mama?"

"Papa nyalahin mama karena mama salah. Udahlah, mending papa pergi aja dari sini."

Pak Nusa berjalan keluar dari ruangan Sandi. Sedangkan ibu Citra masih setia menunggui sang putra yang terbaring lemah. Ia tak mampu menahan sang suami agar tidak meninggalkannya bersama Sandi. Tapi apa daya, menahan air matanya saja sudah cukup sulit, apalagi menahan orang lain.

Jari-jari tangan Sandi mulai bergerak dengan sendirinya. Makin lama makin cepat, pria itu membuka matanya yang terpejam selama hampir 12 jam.

"Mama, papa?"

"Sandi?"

***

"Selamat datang Fani!"

"Ya ampun Vin, kok lo bisa disini sih?" Tanya Fani yang masih dalam kondisi terkejut akibat surprise dari kedua temannya itu. "Sumpah, gue gak nyangka kalo kalian bakal se-total ini!" Kagum Fani.

Nata mendorong kursi roda Fani ke arah meja tempat tersedianya berbagai macam sambutan. Rencananya untuk syukuran kepulangan Fani, tapi sudahlah. Kevin memang rakus, hampir semua makanan yang tersedia sudah ia cicipi.

"Sebenernya makanannya banyak Fani. Cuma si Kevin aja yang sedikit rakus, bukan sedikit sih. Emang rakus." Ujar Nata.

"Heh, gue bukan rakus ya, gue laper!" Kevin tak terima.

Nata melepas pegangannya pada kursi roda Fani. "Baku hantam yuk?" Nata menggulung lengan bajunya sampai ke atas siku.

Kevin tak mau kalah, ia mengikuti apa yang dilakukan oleh Nata, menggulung lengan kemeja kotak-kotaknya sampai ke atas siku.

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang