49. Titik Temu

53 1 0
                                    

"Orang itu masih mencari anaknya sampai sekarang. Sebentar lagi dia akan keluar dari penjara, aku harap kamu berhati-hati!"

Dua orang yang duduk di sudut kafe itu tampak tengah serius dengan obrolannya. Tidak peduli dengan status dan tujuan mereka datang. Ini bisnis, dan bisnis akan menghasilkan uang.

Tampaknya Rika Suryani memang satu paket dengan Nusa. Sama-sama ambisius soal harta. Dan rela menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Sekalipun mengorbankan orang lain.

"Maksud kamu apa?"

"Anak pertama kamu akan diambil kembali olehnya. Hati-hati, dan jangan sampai dia mendapatkan miliknya kembali. Satu lagi, perjodohan anak kita harus tetap dilangsungkan!" ujar Rika setengah memaksa.

Nusa tampak menimbang, "apa itu nggak bermasalah buat mereka kedepannya? Aku rasa Bagas masih belum mau dijodohkan."

"Kamu jodohkan, atau aku yang bawa Bagas ke ayahnya?"

"Hei, jangan main kasar, Rika! Saya membayar mahal untuk anak itu, jangan sekali-kali bermain api dengan saya!"

"Terserah. Aku tidak peduli." jawab Rika acuh.

"Apa kamu kurang uang? Sampai-sampai kamu ingin mengorbankan anak kamu?"

"Anakku cinta sama Bagas. Aku nggak mau kalo anakku itu sampai sakit hati karena nggak bisa menikah sama Bagas. Lagipula anakku juga sudah dewasa, aku takut kalo Bagas malah salah mencintai perempuan desa yang tinggal di rumah pak Hutama itu."

"Maksudmu Ana?"

Rika mengangguk. "Perempuan desa, kampungan, norak, dan miskin!"

***

Wisuda kelulusan sudah dilaksanakan dua hari yang lalu. Nata tak kunjung bertemu dengan Sandi, pujaan hatinya. Mungkin Sandi kecewa atas sikap Nata yang dengan sengaja meninggalkan Sandi sendirian di rumah sakit.

"Kenapa gue jadi kangen sama dia ya? Padahal gue sendiri yang ninggalin dia di rumah sakit." ucap Nata kecewa.

Nata membuka lembaran demi lembaran kertas yang memuat tentang perjalanan hidupnya. Ya, Nata menulis buku diary. Rutinitas yang baru ia lakukan semenjak ia bertemu dengan Sandi. Sebuah rutinitas yang bisa dibilang sangat mainstream dan membosankan.

Lagi-lagi Nata diingatkan dengan Sandi!

Tentang motor kuning dan mbak-mbak sop buah di sekolah, Siska yang membuat spanduk tidak berguna, Sandi yang menyamar menjadi Daren, dan yang pertama, ketika Sandi menawar Nata akibat pekerjaannya sebagai model. Semuanya masih tersimpan rapi, dengan tulisan tangan yang sangat menyimpang dari kata rapi.

"San, gue kangen sama Lo! Andai aja pak Nusa dan papa nggak ada masalah, mungkin kita bisa ketemu. Atau nggak, gue bisa telpon kontak Lo. Sayangnya, papa jahat, tega banget hapus kontak Lo dari HP gue!"

Kemudian suasana menjadi hening. Nata tidak memiliki teman sekarang. Ana yang kecewa dengan Bagas memilih untuk pergi ke desa. Mengubur perasaannya yang amat dalam kepada Bagas.

"Tragis!"

Sebuah suara mengagetkan Nata. Reflek, Nata menoleh ke arah jendela kamarnya yang memang sengaja dibuka.

"Sandi?" ujarnya senang. "Hei, ngapain Lo disini? Dan why Lo bisa naik ke lantai atas?"

Sandi yang berjalan dari arah jendela langsung melompat ke kasur Nata dengan freestyle nya.

TEMPRAMENTAL (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang