-LP06|S2-

1K 108 35
                                    

Empat bulan, selama itulah hidup Arkan tanpa sang kakak. Bukan hanya tak dapat bertemu, tapi juga tak dapat berkomunikasi. Bisa di yakinkan jika misi ini sangat berbahaya untuk kakaknya.

Zara di nyatakan pindah dari AIS dan melanjutkannya dengan homeschooling, itulah yang mereka tau. Memang benar, namun ada rahasia di balik keluarnya Zara dari sekolah. Ya, misi.

Arkan kembali menjadi pribadi yang tertutup dan bermulut tajam. Bibir yang biasanya tersenyum semenjak ada Zara, kini kembali surut karena tak ada sang kakak di sampingnya.

Jam pelajaran telah selesai, mereka akan berkumpul di sebuah cafe yang akhir-akhir ini selalu mereka datangi. Arkan pun hanya bisa mengikuti para sahabatnya dengan malas.

Sesampainya di cafe, mereka menempati meja yang biasa mereka tempati. Setelah memesan makanan juga minuman, mereka pun berbincang-bincang hingga hal sensitif pun di bicarakan oleh para sahabatnya.

"Lo putus sama kak Zara?" Tanya Zio yang amat sangat penasaran akan tingkah Arkan yang kembali seperti dulu.

"Gak."

"Serius? Kok kita gak pernah liat dia lagi sih?" Tanya Zio lagi karena rasa penasaran yang menumpuk di kepalanya.

"Iya ya, Arkan juga berubah kayak dulu lagi."

"Jangan-jangan kak Zara punya pacar baru?!" Provokasi Ezar membuat Arkan yang sedari tadi diam pun langsung menatap ke arah Ezar dengan tajam.

"Hehehe, becanda kali Kan, serius amat sih lo."

Ketiga sahabatnya tertawa bersama karena senang mengejek temannya yang dingin ini. Ia terlihat seperti orang patah hati. Dan hal itu jarang di lihat oleh Zio, Hega dan Ezar.

"Permisi, ini pesanan kalian." Ucap seorang pelayan seraya membawa pesanan mereka.

"Loh, kayaknya baru liat. Pegawai baru?" Tebak Ezar sambil memiringkan kepalanya untuk meneliti perempuan di hadapannya saat ini.

"Emm- i-iya, aku kerja paruh waktu." Jawabnya dengan suara kecil namun masih terdengar oleh mereka.

Arkan yang tak peduli pun langsung memakan makanan di hadapannya. Beda dengan teman-temannya yang kini tengah mengintograsi pelayan baru cafe langganan mereka.

"Ohh... jadi kamu sekolah di Antariksa."

"Iya-"

"Kelas berapa?" Tanya Hega yang ikut penasaran juga.

"Kelas 2."

"Sama kayak kita dong. Tapi kita sekolah di AIS."

"Wahh... kalian hebat."

"Biasa aja kali, oh iya, nanti kalo kita kesini lagi, pastiin lo yang layani ya. Kita pasti beri tips lebih."

"Makasih banyak, kalo gitu aku permisi karena masih banyak kerjaan."

"Okey, bye Vio." Ucap ketiganya serempak tanpa Arkan.

Dia Violina, gadis sederhana yang mendapat beasiswa di sekolah Antariksa. Termasuk dalam jajaran siswa paling cerdas. Namun karena keterbatasan ekonomi yang di milikinya, membuat Violin selalu merasa tersingkir dari teman-teman lainnya.

Kini ia bertemu dengan musuh sekolahnya sendiri. Bukan musuh sebenarnya, tapi ia masih merasa terkesan akan kepintaran yang dimiliki salah satu dari teman mereka yaitu Arkan.

Violina merupakan perwakilan dari Antariksa untuk melawan AIS kala itu. Segala kepintaran yang di milikinya terasa anjlok kala Arkan menjawab semua pertanyaan juri dengan mudahnya. Ia merasa tersanjung akan hal itu. Walau ia kalah, namun masih terbayang dengan jelas bagaimana kecerdasan Arkan yang membuatnya terpukau.

LAST PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang