-LP53|S2-

308 26 10
                                    

Segala kekacauan yang terjadi masih belum selesai. Beberapa dokter yang datang serta para calon dokter terus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan banyaknya korban saat ini. Ada banyak sekali anak-anak serta orang tua yang terluka parah. Ada pula lelaki dewasa dan remaja yang membantu proses evakuasi korban agar lebih cepat untuk membantu mereka.

Teriakan saling bersahutan dengan air hujan yang mulai turun kembali. Matahari tertutup oleh awan hitam dan petir terus menyambar. Angin berhembus sangat kencang membuat mereka dengan terpaksa menghentikan pencarian untuk sementara.

Karina mendekati Zara yang kini tengah menatap jam di pergelangan tangannya. "Nih minum dulu." Ucap nya seraya memberikan segelas air putih hangat untuknya.

"Thanks."

"Hm... oh ya, gimana keadaan bayi tadi?" Lanjut Zara bertanya pada Karina.

"Bayi selamat. Dia udah dapet infus. Kasian banget, gue sampe gak tega liatnya."

"Hm... sama. Kebayang aja gimana rasanya gue kalo ada di posisi ibu itu."

"Yang pasti kita harus selalu menjaga mereka dengan sekuat tenaga. Ya kan Zar?"

"Ya."

Obrolan mereka terus berlanjut walau Zara hanya menanggapinya dengan beberapa kata saja. Karina terus berceloteh seraya menatap ke segala arah. Dan— tiba-tiba saja, tatapan nya terhenti pada dua sosok pria jangkung dengan setelan santai dan jas dokter yang tengah di kenakan nya.

"Zar— Zar, jangan-jangan mereka dokter dari RUISH itu?"

Zara melihat ke arah dimana Karina menatap dan ternyata benar. Sebuah nama rumah sakit terkenal itu pun terjahit dengan rapi di bagian dada sebelah kiri mereka.

Karena cuaca yang buruk, Karina maupun Zara sulit untuk melihat dengan jelas wajah mereka. Namun kemudian, setelah mendekat— "astagaaaaa!!!"

"Sssssttttttt!!!!! berisik banget lo." Tukas Zara dengan cepat seraya menutup mulut sahabatnya dengan cepat.

"Hhm..  hmm.. hmmm!!!" Berontak Karina seraya memukul punggung tangan Zara yang kini bertengger kuat di bibirnya.

"Gak bakalan gue lepas."

"Hmmm hmmm!!!!"

"Jangan teriak."

Karina membuat oke dengan jarinya hingga Zara pun melepaskan tangannya. "Jahat banget sih lo Zar..."

Kedua dokter yang baru saja datang itu pun semakin mendekat. Namun, begitu tiba di hadapan mereka, keduanya mengangguk sebagai salam dan lanjut berjalan ke arah tenda khusus dokter.

Dengan langkah lebar, bahu tegap dan paras nya yang tampan, salah satu dari mereka berbicara dengan alis terangkat mencoba mengingat sesuatu.

"Kayaknya kenal deh, tapi siapa ya?"

"Lo tau gak?" Tanya nya pada dokter di samping kirinya yang bername tag Rezan.

"Hm."

"Serius?"

"Ya."

"Siapa— oh shit!! dia kan yang di rumah sakit waktu itu?!!" Teriaknya sambil membisikkan kata itu pada dokter Razen.

"Ya."

"Cantik ya?"

"Ya."  Razen langsung membelalakkan mata tak percaya saat sadar akan pertanyaan yang terserap dalam otak cerdas nya itu.

"Cantik juga ya ...." Goda temannya membuat ujung telinga Razen sedikit memerah. "Tapi sayang, bini orang."

Dan ucapan terakhir membuat api dalam  hati Razen langsung surut kembali. "Ya."

Langkah mereka semakin mendekat ke arah dimana Zara berada, dan tiba-tiba suara teriakan terdengar dari arah reruntuhan sebuah rumah. Zara, Kinan, Razen juga temannya menuju ke arah suara itu berada.

"Tolong—"

"Kami disini. Bisakah Anda memberitahu kami dengan siapa anda disana?"

"Aku sendiri."

"Apakah kamu bisa bergerak?"

"Tidak."

Zara bertatapan dengan Razen kemudian menganggukkan kepala dan mulai menggali tumpukan rumah itu sedikit demi sedikit. Masih banyak orang yang saling bahu-membahu untuk menggali reruntuhan membuat mereka langsung turun tangan untuk penyelamatan.

Setelah lama menggali, akhirnya mereka mendapatkan hasil dan dengan perlahan korban di cek terlebih dahulu. Kondisinya hampir sama, dehidrasi parah. Setelah Karina mengambil tandu, mereka langsung membawanya ke tenda gawat darurat.

Begitulah hari Zara selama berada di daerah itu. Namun, semakin hari korban semakin berkurang membuat mereka bersyukur dalam hati. Kedekatan para dokter dan tim penyelamat lainnya pun semakin erat. Mereka bisa mengobrol dan bertukar nomer handphone agar bisa saling menghubungi.

Itulah yang di pikirkan Razen seraya menatap ponselnya. Disana, tertera nomer Zara dengan foto cantiknya sebagai profil. Senyum tipis tumbuh di sudut bibirnya namun dengan cepat ia menutupi hal tersebut dengan tangannya.

Kepulangan mereka pun tiba. Beberapa mobil telah siap mengangkut para petugas medis dan tim penyelamat lainnya. Ucapan terima kasih mereka dapatkan dari beberapa korban yang telah selamat.

Zara duduk tepat di dekat kaca dan kursi sebelahnya kosong. Ia mengenakan headphone nya dan menatap jendela dengan kosong. Namun tak berselang lama, seseorang menduduki bangku sebelahnya .

"Dokter Razen." Sapa Zara singkat sekedar menyapa.

"Ya."

"Maaf, tapi ini tempat duduk teman saya."

"Tapi teman kamu sudah duduk dengan teman saya." Setelah mengucapkan itu, Razen menunjuk dua orang yang kini duduk di kursi depan nya.

"Jadi, saya duduk disini."

Zara menganggukkan kepala tanda setuju namun kembali ke kegiatan sebelumnya. Razen menatap Zara dengan tatapan yang tak bisa di artikan.

"Bagaimana bisa aku seperti ini?" pikirnya dengan cepat segera di hilangkan.

Mobil yang mereka tumpangi pun mulai pergi meninggalkan kota C. Banyak yang tersenyum senang karena akhirnya mereka bisa pulang dan bertemu keluarga lagi. Zara memejamkan mata selama perjalanan, Razen? ia menutup mata hanya untuk mengistirahatkan tubuhnya saja namun kesadarannya tetap ada.

Sebuah kepala tiba-tiba jatuh di pundaknya membuat ia membuka mata dan perlahan menatap ke samping dimana Zara tengah bersandar di pundaknya. Senyum pun kembali muncul di bibirnya.

"Sstttt... bini orang! jangan sampe Lo embat juga bro." Bisik seseorang di depannya yang kini menatap ia dengan senyum nakal membuat Razen memutar bola matanya malas.

"Balik!"

"Ck, tapi kalo Lo suka, kejar aja kali... siapa tau kepincut?" Alisnya yang nakal di naik turunkan membuat Razen semakin kesal.

"Sial!"

Tawa dari temannya membuat beberapa orang yang masih terjaga menatap mereka. "Hehehe maaf maaf... silahkan lanjutkan istirahatnya. " Ucapnya dengan tak enak.

Namun, ia masih sempat menggoda temannya."Zara cantik, sayang ada yang punya, tapi kalo dia kepincut sama Lo, gue yakin Lo yang paling beruntung disini."

"Hm." Razen mengakui hal itu. Jika ia mendapatkan Zara, maka ia lah yang paling bahagia karena Zara menjadi miliknya.

Kali ini tawa nya ia tahan, namun tetap saja membuat Razen tau bahwa temannya ini sangat senang melihat Razen akhirnya membuka hati untuk perempuan. Sayang seribu sayang, perempuan itu sudah memiliki suami. Namun, ia pikir banyak yang telah menikah tapi bercerai? bisakah Zara pun memiliki nasib yang sama?

Jika iya, maka ia akan mengambilnya dan menjadikannya sebagai wanita satu-satunya.

LAST PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang