-LP32-

1.4K 154 32
                                    

Zara telah sampai kelasnya. Ia pun duduk kemudian membuka headphone yang sedari tadi ia gunakan dan menatap sekitar. Ternyata mereka tengah memperhatikan gerak-gerik Zara. Hal itu pun menjadi pertanyaan besar untuknya.

Kemudian, salah satu dari mereka datang menghampiri Zara.

"Hai Riz, kamu udah sembuh?" Tanya sangat ketua kelas dengan tangan yang saling bertautan karena menahan rasa senang juga jantung yang berdetak cepat.

"Udah–" seakan teringat akan satu hal kala melihat name tag di bajunya. Dan, tangan Zara pun langsung mengambil sesuatu dari dalam tasnya kemudian memberikannya pada Jack. "Ini... makasih ya bukunya."

"Ah... iya, sama-sama. Udah belajar kan? soalnya sekarang ada ulangan harian."

Zara menganggukkan kepala seraya tersenyum ke arah Jack membuat lelaki itu semakin mengembangkan senyumannya.

"Okey, bye Riz." Setelah Jack pergi, Zara mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu pada Teo.

Pemuda tampan itu kini tengah berkutat pada laptop di hadapannya. Beberapa kali dirinya mencoba meneliti akan rencana apa yang di lakukan oleh sang penjahat kali ini.

Hingga, sebuah ide muncul di otaknya begitu saja.

Ia mengetikkan sebuah pesan pada Zara. "Earphone. Now!"

Zara mendapatkan pesan itu pun tepat sebelum bel berbunyi. Dengan cepat gadis itu memakainya tanpa terlihat oleh siapa pun. Sang guru masuk dan mengumumkan bahwa kelas mereka akan melakukan ulangan harian.

Lembar soal telah ia Terima dengan tenggat waktu dua jam untuk mengisi lima belas soal essay matematika.

Zara dengan santai mengisi soal-soal yang ada di tangannya saat ini. Bersamaan dengan itu, Teo kini tengah memberikan sebuah rencana penangkapan untuk si pelaku.

~~~~~

Di sisi lain, ruangan pengap penuh debu juga tak terurus membuat Arkan terbatuk-batuk kala menghirup udaranya. Ia melihat ke arah sekitar mencoba untuk meneliti tempatnya di sekap saat ini.

Tapi dalam sekejap, mata Arkan kembali terpejam karena mendengar suara langkah kaki dari luar dengan suara obrolan yang terdengar seperti tengah berbisik. Bisa di pastikan jika suara itu adalah pria dan wanita.

Saat pintu terbuka, suara keduanya semakin terdengar jelas. "Jadi, kita apakan anak ini?"

"Kita tunggu instruksi selanjutnya. Jangan gegabah."

Suara tawa dari si pria membuat wanita itu sedikit mengerutkan alisnya. "Kenapa?"

"Gue salut aja sama lo, padahal umur lo udah dua puluh tahun, tapi waktu pake seragam, jadi kayak bocah lagi, hahahaha."

"Sialan lo, gue juga males pake gituan. Mana harus berlagak lemah lembut. Aduhh bukan gue banget." Ucap Felly seraya mengibaskan rambut pendeknya.

"Oh ya, lo gak akan nyesel kalo di benci sama tuh bocah?"

"Gak lah, lagian dia bukan tipe gue."

"Serius nih? Tapi, gue rasa ini bocah ada perasaan sama lo. Liat aja tadi gimana dia lindungi lo dari kita-kita." Goda temannya itu pada Felly.

"Hahahaha... gak mungkin lah, lagian dia udah punya cewek, cantik pula. Gue yakin tuh cewek turunan ningrat, kaya banget, gila! Liat apa yang dia pakai, barangnya branded semua. Tapi satu hal yang selalu jadi pikiran gue."

"Apa?"

"Dia, misterius."

"Kenapa?"

"Hm... Dia selalu tiba-tiba ngilang gitu aja, beberapa hari baru muncul lagi. Dan terakhir yang gue tau tuh kemarin. Itu cewek datang bareng Arkan tapi keadaannya kayak yang lemah gitu."

"Hmm... Jangan-jangan, dia setan?"

"Lo setan nya!"

"Okey okey, balik ke topik utama. Jadi, lo gak ngarep sama dia karena dia udah punya cewek, gitu?"

"Gue gak tertarik sama berondong."

"Alahhh... tunggu aja sepuluh tahun lagi, gue yakin lo bakalan kelepek-klepek sama tuh anak."

"Itu pun kalo gue masih hidup." Ucapnya dengan tatapan datar yang kini tengah melihat ke arah depan.

"Woi! Jangan gitu lah, lo bikin gue takut, sialan!"

"Lo tau gak sih, seberapa bahaya nya misi kita ini?"

"Cuma culik dia doang kan? Seperti biasa kita culik anak orang."

"Kalo seperti biasa, gue gak akan perlu nyamar segala. Hufffttt... Gue yakin, sekarang nyawa kita ada antara hidup dan mati."

"Jangan bikin gue takut, monica!" Ucap temannya itu memanggil Felly dengan nama aslinya.

"Panggil gue Felly, gue gak mau kehidupan gue yang sebenarnya terbongkar dan jadi bahaya buat keluarga gue."

"Gak akan lah, toh dia masih pingsan."

"Yang kita culik sekarang ini bukan anak biasa, tapi dia anak dari pembunuh bayaran nomer satu."

"Hah? Black Jack?"

"Hm."

"Sumpah lo? Astaga... kenapa lo gak kasih tau gue sih? tau gini, gue gak akan ambil misi ini. Gue gak mau mati sekarang."

"Tapi, ada satu hal yang janggal."

"Kenapa kita dengan mudah culik anak ini kalau ternyata dia anak pembunuh bayaran? Atau jangan-jangan, kita hanya di jadikan umpan?"

"Hm... terima aja, kematian udah di depan mata."

"Ha?"

"Tuh!" Tunjuk nya pada seseorang yang baru saja memasuki ruangan tersebut lewat jendela.

Pakaian serba hitam dengan masker yang ia gunakan mampu menyamarkan wajahnya dari mereka. Kita bisa tau bahwa itu Zara, namun tidak bagi mereka. Ia berjalan secara perlahan mendekati keduanya.

"Mana bos kalian?!" Tanya nya dengan sangat datar membuat kedua orang tersebut merinding ketakutan.

"B-bos ada di–"

"Disini." Ucap seseorang yang baru saja masuk ruangan tersebut dengan beberapa pria berbadan kekar di belakangnya.

"Maju." Tantang Zara membuat mereka dengan segera berlari menuju ke arahnya.

Baku hantam terjadi di antara mereka. Sang bos pun hanya duduk terdiam menonton semua kejadian itu seraya duduk di samping Arkan yang masih pura-pura pingsan.

Beberapa kali Zara menghindari pukulan yang hampir saja mengenai wajah dan bagian perutnya. Dan, suara tembakan pun terdengar begitu nyaring di telinga Arkan.

Ia tau, orang yang menembakkan pelurunya adalah orang yang di sampingnya saat ini. Tapi, apakah kakaknya baik-baik saja? banyak pikiran negatif yang masuk dalam otaknya.

Hingga, suara tawa yang terdengar membuat Arkan muak dan ingin cepat membantu kakaknya.

"Jadi ini, tangan kanan Satria? Lemah!" Lanjut nya seraya bangkit dari tempat yang ia duduki sebelumnya.

Ia melihat Zara yang kini tengah terkapar dengan luka di dada nya. Nafasnya sedikit terengah membuat lelaki itu tanpa waspada mendekat dan jongkok di samping Zara.

"Hahahaha... Semudah ini? Kita akan bunuh keduanya dan kita kirimkan pada Satria."

Tawa menggelegar dari mereka mampu memunculkan smirk menakutkan Zara.

Bugghhh, DORRR!!!!

Lelaki itu pun tewas tepat di hadapan mereka karena mendapat tembakan tepat pada kepalanya. Zara bangkit, kemudian ia pun menarik pelatuknya lagi dan menembakkan semua amunisi nya pada mereka.

"I Win!" Ucapnya dengan bangga kemudian mendekat ke arah Arkan yang tengah mengembangkan senyumnya.

"Kakak terhebat!"

Kenapa bisa? Karena sebenarnya, mereka lah yang masuk dalam jebakan yang di buat oleh Teo dan Zara.

~~~~~~

Maaf kalo banyak typo...

Gimana????

Masih mau lanjut gak??? Vote dan Comment nya jangan lupa yaaaa... 🥰

LAST PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang