-LP43|S2-

508 78 22
                                    

Ruangan luas dengan beberapa buku juga bunga yang tertata rapi memenuhi setiap sudutnya membuat wangi itu menguar memasuki indera penciuman Arkan. Tatapan matanya melihat sekeliling dengan cermat kemudian melihat sebuah foto keluarga yang tertempel di dinding. Arkan mendekat— namun dengan cepat di cegah oleh Aura dan ia membawanya ke sebuah pintu lagi.

Arkan ingin bertanya namun di urungkan kala melihat sebuah kamar dengan tataan rapi dan menyejukkan mata. Kamar yang minimalis namun sangat nyaman untuk di tempati. "Ini kamar kakak aku."

"Terus, kamu bawa aku ke kamar kakak kamu? Itu gak baik Aura."

"Gapapa, kakak duduk dulu disini, aku mau ambil minum dulu buat kakak."

Arkan mengikuti perintah Aura. Dirinya kembali menatap sekitar hingga dering pada ponselnya membuat Arkan mengalihkan tatapan nya.

"Halo?"

"Lo dimana?"

"Toko bunga di persimpangan jalan sebelum rumah Aura."

"Ngapain lo di sana?"

"Nemenin Aura. Dan ternyata toko bunganya emang milik kakaknya."

"Ohh... gue kesana."

"Ngapain?"

"Udah tunggu aja di sana. Gue sama yang lain otw sekarang."

"Hm."

Panggilan di matikan bersamaan  dengan Aura yang masuk sambil membawa minuman untuk dirinya dan Arkan. "Orange juice. Gapapa kan kak?"

"No problem."

"Di minum dulu kak."

"Thanks."

Arkan meminumnya tanpa ragu membuat Aura tersenyum di sela minumnya. Gadis manis itu pun bangkit kemudian duduk tepat di samping Arkan.

Arkan menaikkan sebelah alisnya kemudian bertanya, "kenapa?"

"Kak," tangannya tak tinggal diam. Ia menggenggam tangan Arkan dan lirikan matanya pun terlihat berbeda.

"Hm?"

"Kakak tau gak, kalo sebenarnya kak Arkan sama kak Mariska itu pernah ketemu?"

"Hm, sebelumnya gue pernah beli bunga disini."

"Bukan, tapi jauh sebelum itu."

Arkan mencoba untuk mengingatnya— namun nihil. Ia merasa tak pernah jumpa dengan kakak Aura. "Hmm... sayang banget. Padahal kakak aku pernah suka loh sama kak Arkan."

"Suka? sama gue?"

"Aku kak— kok jadi gue lagi sih."

"Ekhem... belum terbiasa."

"Okey gapapa. Jadi— inget gak nih?"

Arkan mencoba mengingat siapa itu Mariska. Berulang kali Arkan memijat pelipis nya yang entah kenapa kini mulai terasa pening.

"Gu— aku gak inget dia."

Arkan menutup mulutnya dengan cepat saat tiba-tiba perutnya terasa bergejolak dan meminta untuk di keluarkan secara paksa.

Bluuurbbp, setetes demi setetes cairan merah keluar dari sela jari Arkan. Ia menatap ke arah Aura dengan pandangan terkejut. Dan, yang lebih mengejutkannya lagi, Aura kini tengah tersenyum memperlihatkan gigi putihnya dengan mata yang berbinar merasa bahagia.

"Ini! Ini dia yang aku tunggu! yaaayyyy!"

Bluuurbbp, lagi-lagi Arkan memuntahkan darahnya yang kini sudah tak tertahan lagi. Cairan kental berwarna merah itu bercampur dengan warna kehitaman tertanda bahwa ia kini tengah keracunan.

LAST PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang