-LP51|S2-

330 46 12
                                    

Sebelumnya, Zara yang baru saja kembali ke cafe melihat pertengkaran Hega dan juga Cheryl. Walau pertengkaran nya terlihat biasa saja, kata-kata dari keduanya sesekali mengucapkan nama Arkan. Ia mendekat perlahan untuk tau apa yang mereka perdebatkan.

Hega terlihat putus asa dengan Cheryl yang terlihat mendominasi dalam situasi saat ini. Wajah yang sebelumnya terlihat anggun serta lugu kini bertransformasi menjadi iblis? Itu sangat mengerikan. Apa yang sebenarnya di lakukan Arkan di kehidupan sebelumnya hingga di incar oleh para wanita yang hatinya busuk. Ini tak bisa di biarkan.

Langkahnya semakin dekat dengan mereka. Ia pun mulai menyembunyikan diri kemudian menguping pembicaraan Hega dengan sang pacar.

"Haha... jadi, selama ini kamu deketin aku cuma buat deket sama Arkan?"

"Ckckckck, naif banget gue ternyata selama ini karena gak percaya sama omongan sahabat gue sendiri."

Cheryl menyilang kan kedua tangannya di dada menatap Hega dengan sinis.

"Gue bodoh karena bisa ketipu sama kedok lo."

"Selama dua bulan ini, walaupun sebentar tapi gue udah sayang sama lo sebelum kita pacaran. Dan apa yang gue terima? hahahahah! shit!" Tawanya begitu menyedihkan dengan tatapan kosong menatap langit biru yang luas.

"Kak Hega, kita itu gak cocok, sebelum kita pacaran, saat kakak deketin aku kan udah bilang kita itu gak setara." Cheryl menatap kuku indahnya dan berkata dengan malas.

"Kakak juga harus sadar diri dong, aku anak CEO ternama di kota B, dan kakak? Heh, mendingan aku sama kak Arkan yang pasti jauh segalanya dari kakak."

Hega mentertawakan dirinya sendiri, bahkan ia ingin marah namun bingung akan melampiaskan nya pada siapa. Arkan? dia bahkan gak pernah lirik Cheryl sedikit pun. Cheryl? wanita ini memang licik ternyata. Akhirnya ia hanya mengumpat pada dirinya sendiri karena telah berhasil dibodohi oleh adik kelasnya.

Namun, saat ia hendak berbicara, sebuah tangan tiba-tiba merangkul pada pundaknya yang entah kapan terkulai lemas. Zara menepuk pundaknya dua kali membuat Hega tegak kembali.

"Cheryl?"

"Eh, iya kak? sejak kapan kakak di sini?" Wajahnya kembali seperti sedia kala seolah mereka baru saja bertemu. Indah, lugu dan sangat cantik, namun kata-kata Zara mampu menghancurkan semua topengnya.

"Berhenti bermimpi." Ucap Zara dengan dingin dan kembali mengeluarkan suaranya. "Lo mau jadi pacar Arkan? hahaha bahkan pegang tas nya aja lo gak akan pernah bisa."

"Karena Arkan— ada di tangan gue."

Cheryl menatap Zara dan Hega tajam. Ia pun menggertak kan gigi nya karena marah. Namun, sudut matanya melihat Arkan, Zio dan Ezar keluar dari cafe dan bersiap menghampiri mereka.

"Jadi kalian selingkuh di belakang aku? bahkan di belakang Arkan?!"

"Kenapa kalian jahat sama aku." Tangis yang keluar dari bibirnya terasa begitu alami. Zara pun yakin jika ia tidak melihat nya berakting dari awal, ia pasti mengira ia menangis sungguhan.

"Ada apa nih?"

Cheryl mendekat dengan tergesa kemudian meraih lengan Arkan. "Kak, aku liat mereka tadi disini mesra-mesraan. Bahkan mereka sempat ciuman, a- aku... hiks hiks.. kak Hega sama kak Zara kenapa jahat sama aku dan kak Arkan. Kenapa kalian seperti itu?"

Tangisan itu semakin kuat membuat beberapa pengguna jalan meliriknya dengan penasaran. Cheryl memerankan gadis kecil yang patah hati seolah ia tengah ditindas.

Arkan menatap Zara dan Hega bergantian. Namun, yang tidak di sangka oleh Cheryl adalah, mereka empat bersahabat dan Zara tertawa dengan kerasnya.

"Astaga!!!"

"Hahahahaha... Kan, lo— hahaha."

"Sial! diem lo." Sentak Arkan pada Zio namun malah mendengar suara tawa itu semakin kuat. Ia pun melepas pegangan tangan Cheryl pada lengannya dengan kasar. "Zaraaaa—"

"Hahahah gue kasian aja sama lo- hahaha, lo di taksir sama orang kek begini terus ya. Hahahaa sabar ya  Arkan."

"Sial! sini gak lo!" Arkan yang hendak menangkap Zara langsung kehilangan karena Zara menghindar dengan sangat cepat. Mereka berlarian di area parkir cafe yang luas. Ezar, Zio bahkan Hega malah terfokus pada dua sejoli itu. Cheryl yang saat ini menatap mereka dengan pandangan marah tak mendapatkan perhatian sedikitpun.

Tiba-tiba saja, Ezar berbalik menatap Cheryl di ikuti dengan dua lainnya. "Cheryl— lain kali, kalo lo mau main kayak gini lagi cari mangsa yang tepat okey."

"Hm, gue kasian aja— setelah apa yang lo lakuin hari ini, kedepannya akan sia-sia."

Zio menatap Ezar dengan pandangan penuh tanya, ia ingin sekali mengeluarkan suaranya namun alangkah baiknya ia diam terlebih dahulu.

Cheryl pergi dengan rasa kesal yang membengkak di hatinya. Ada apa dengan rencananya kali ini? biasanya ia akan berhasil dengan semua pesona yang ia miliki. Namun kali ini ia gagal.

Zara dan yang lainnya menatap kepergian Cheryl. Zion pun hanya bisa merangkul bahu sahabatnya seolah memberi kekuatan untuk Hega.

"Oke guys, gue sama Arkan cabut duluan ya."

"Loh? udahan nih nongkrong nya?"

"Hm..." Anggukan Zara sebagai jawaban membuat mereka akhirnya dengan pasrah membubarkan diri juga.

Arkan menatap Zara dengan pandangan menyelidik. "Sebenarnya ada apa sih?"

"Mau izin dong, sama adikku ini."

"Misi?"

"Bukan."

"Honeymoon?"

"Bukan juga."

"Terus?"

"Kita ke rumah sakit dulu buat cek mata lo. Nanti gue kasih tau."

"Hm."

Arkan mengikuti Zara berjalan ke arah motor sport nya. Dengan santai ia pun duduk di belakang Zara dan memeluknya erat.

"Lo bikin gue penasaran deh Zar."

"Sabar ya. Ini bukan sesuatu yang menyeramkan kok."

"Okey."

Mereka pergi menuju rumah sakit. Sesampainya di sana, Zara mengurus beberapa prosedur yang harus Arkan lengkapi. Dan ini saatnya Arkan memasuki ruangan.

Pemeriksaan yang sangat teliti itu pun di penuhi dengan ketegangan. Namun ada Zara di sampingnya. Ia tak perlu merasa khawatir. Begitu semua pemeriksaan telah selesai, dokter menyebutkan bahwa tak ada yang salah dengan mata Arkan. Walau, mines pada matanya semakin bertambah membuat Arkan di haruskan memakai kacamata.

Ia menurutinya.

Jalanan yang tenang pun teras nyaman, karena langit pun telah berubah menjadi gelapnya malam. Zara membawa motornya kembali ke rumah. "Katanya lo mau bilang sesuatu."

"Iya. Mandi dulu sana, nanti gue ke kamar lo."

Arkan pun patuh mengikuti semua ucapan Zara. Lima belas menit kemudian, suara ketukan pada pintu membuat Arkan kembali bersuara.

"Masuk."

Zara memasuki kamar Arkan dengan sesuatu di tangannya. "Gue mau pamit sama lo."

"Kemana?"

"Gue bakalan pergi buat jadi relawan di desa c."

"Relawan?"

"Hm, ada bencana tanah longsor di sana dan menyebabkan dua desa tertutup oleh tanah. Banyak korban jiwa dan terluka, gue di pilih jadi salah satu relawannya."

".... "

"Gue pasti jaga diri."

Arkan menatap Zara dengan pasrah, kali ini ia akan menjadi relawan. "Okey. Tapi— untuk malam ini, lo harus tidur di sini."

~~~~~

Up up up!!!! 🥰🥰🥰

LAST PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang