-LP29|S2-

670 97 34
                                    

Kedatangan Zara membuat Arkan bangkit dari tidurannya. Bagaimana tidak? karena akhirnya yang sedari tadi ia tunggu datang juga. Tapi kenapa gadis asing ini menutupi penglihatannya?

"Minggir."

"Eh? o- oh iya." Aura mengesampingkan tubuh membuat Arkan melihat jelas Zara yang kini menatap Arkan penuh dengan tanya.

"Zara— sini."

Langkah kakinya ringan dengan nafas yang mulai teratur, tatapan mata biru sedalam lautan menatap Arkan penuh ketajaman. Namun, ada senyum di sudut bibir manis nan menggoda itu membuat sosok Zara terlihat semakin memesona.

Jas lab yang masih terpasang di tubuh Zara pun terlihat sedikit acak-acakan karena tertiup angin saat ia mengendarai motor dan berlari menuju ke tempat dimana Arkan berada.

Rambut yang biasa terurai panjang pun kini telah di ikat dengan asal. Namun hal itu malah semakin memperlihatkan kecantikan Zara. Aura merasa takjub akan sosok Zara, ia bahkan tak dapat berkedip karena takut kehilangan wanita di depannya saat ini.

"Kamu gapapa?"

"Ini." Tunjuk nya pada tubuh Arkan yang masih tertutup oleh seragam miliknya. Jelas saja hal itu membuat Zara menjambak rambut Arkan walau tanpa kekuatan penuh, namun mampu membuat sang empunya berteriak kesakitan.

"E- eh, ka- kasian dia." Cegahnya dengan suara yang makin terdengar lirih.

Keduanya menatap seseorang yang dengan berani mengintrupsi mereka.

"Lah? Gue kira dia udah pergi." Batin Arkan menatap tak suka ke arah Aura.

"Oh?" Zara melepasnya kemudian mulai membuka kancing seragam Arkan.

"Eh, jangan sentuh!" Teriaknya kemudian yang akhirnya membuat Zara memutar bola matanya jengah. "Sebenarnya ada apa dengan wanita ini?" Batinnya merasa tak suka.

"Di- dia gak suka di sentuh." Lirih Aura namun masih terdengar di telinga Arkan dan Zara.

Menanggapi hal itu, Zara mengangkat sebelah alisnya merasa tak tahan akan tingkah gadis tak di kenalnya ini.

"Maksud lo gini?" Zara membawa Arkan dalam rangkulannya kemudian mengecup pipi adiknya itu sedikit lama dengan senyum menghiasi bibir mereka.

Aura terbelalak kaget akan apa yang ia lihat saat ini. "Eh- em... a- aku permisi." Pamitnya kemudian lari tanpa menunggu jawaban Arkan dan Zara.

Masih dalam rangkulannya, Zara menatap ke arah Arkan, "siapa sih?"

"Murid baru."

"Oh— eh, mana luka lo?"

Arkan membuka seragamnya kemudian memperlihatkan badan yang kini sudah berubah menjadi merah karena panas dari kuah baso. "Lo jadi bego ya? kenapa gak lo buka dulu bajunya? Pasti gak akan parah kayak gini."

"Terus gue mesti liatin tubuh indah gue di depan cewek tadi?"

"Gapapa lah, kesehatan lo lebih penting dari pada itu!"

Arkan tersenyum kemudian memeluk Zara dan menyembunyikan kepalanya  dalam ceruk leher kakak kesayangannya, Zara.

"Zar—"

"Hm?"

"Lo nikah sama gue aja ya."

"Gila lo." Bantah Zara sedikit terkekeh karena merasa ucapan Arkan begitu konyol di telinganya.

"Hm... gue merasa kehilangan kakak gue semenjak lo tunangan sama om-om itu. Apalagi kalo lo udah nikah sama dia—"

"...."

LAST PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang