26. Hidden Pain

862 199 36
                                    

Cuaca buruk membuat kesehatan Lisa ikut berdampak apalagi hobi anak itu yang suka memakai kurang bahan membuatnya harus merasakan meriang. Saat tak enak badan seperti ini alangkah enaknya jika ada orang yang menjaganya untuk sekedar membuatkan bubur atau memijit badannya yang terasa nyilu. Sayangnya, ia tak punya siapa pun di sisinya. Hanya ada kakaknya dan jelas bahwa ia tak ingin kena marah ibunya jika menyuruh kakaknya yang sakit-sakitan untuk merawatnya.

"Haus," ucapnya lirih.

Tenggorokannya terasa tercekat, ia bahkan kesulitan untuk menelan ludahnya sendiri. Dia butuh air, tapi ia malas keluar kamar. Namun, seberapa malas dia, dia harus keluar kamar karena ia tak ingin minum air toilet.

Langkahnya begitu pelan karena setiap tungkainya melangkah dunia seakan bergoncang seperti ada gempa. Baru saja dia sampai di dekat dapur dia melihat kakaknya yang sibuk berlari mengejar kucing milik Lisa. Sontak Lisa kaget, karena ia tahu jika kakaknya terlalu lelah kesehatannya akan terganggu. Dan benar saja tak lama kemudian Fira memegang dadanya dan dalam hitungan super sekon kakaknya pingsan.

Dengan panik Lisa memaksa dirinya berlari ke arah sang kakak mengguncang tubuh kakaknya untuk segera bangun, ia bahkan mencoba mempraktekkan CPR yang ia pelajari, tapi Fira tak kunjung bangun.

"Astaga Fira!" Mamanya datang panik, tangannya gemetar lalu menelpon ambulan untuk segera datang.

Sementara Fira dibawa ke ruang IGD, Lisa di hadapkan pada amarah ibunya.

"Sudah berapa kali mama bilang, kamu jaga kakakmu. Dia nggak kayak kamu Lisa, dia sakit. Bagaimana bisa kamu biarin dia kecapekan."

Ini memang bukan pertama kali dia mendapatkan amarah seperti itu, tapi suasana hati Lisa sekarang sedang tak baik dan semua perkataan itu membuat hati nyilu.

"Kenapa Mama selalu nyalahin Lisa kalo Mbak Fira kumat? Emang salah Lisa apa? Mbak Fira yang main sendiri, dia yang bikin dia kayak gitu. Kenapa Mama salahin Lisa?" Sebuah tamparan mengenai wajah Lisa.

"Kalo kamu bisa ngelarang mbakmu dia nggak akan jatuh sakit!" Lisa sudah lelah, kepalanya berdenging dan tamparan itu sungguh membuat hatinya tak hanya terasa nyilu tapi benar-benar retak.

"Iya semua gara-gara Lisa. Mbak sakit gara-gara Lisa, adek bandel gara-gara Lisa, semua masalah gara-gara Lisa." Lisa pergi meninggalkan ibunya menuju tempat persembunyian di tangga darurat.

Tak lama kemudian dia mendengar suara langkah kaki yang tak lain adalah ayahnya.

"Lisa." Papanya duduk di samping Lisa.

"Maafin mama, Nak, dia lagi emosi dan panik soalnya mbakmu—"

"Lisa juga sakit Pa, apa anak mama cuma mbak aja?" Papa Lisa juga menyadari sejak anak pertama mereka menderita penyakit mereka tak memberi banyak waktu untuk Lisa.

"Bukan gitu Nak, kamu anak Papa. Kamu udah dewasa dan papa harap kamu ngerti keadaan ini."

"Nggak pa, Lisa nggak dewasa. Lisa pura-pura dewasa. Papa bilang kalo anak baik dan pengertian pasti banyak disayang. Lisa udah jadi anak baik di depan Papa sama mama, tapi kenapa kalian nggak sayang sama Lisa. Kenapa selalu mbak sama adek? Lisa kapan?" Entah karena demam atau Lisa memang sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit yang ia tumpuk setiap harinya.

"Papa cuma bisa minta maaf, dan Lisa cuma bisa maafin dan pura-pura ngerti semuanya. Tapi, Lisa capek Pa. Lisa capek selalu kayak gini. Lisa capek pura-pura ngertiin Papa sama mama sementara kalian nggak sedikit pun pura-pura buat ngertiin Lisa."

Lisa mengatakan semuanya, dia mengatakan semua yang ada di dalam hatinya diiring sedu sedan yang menyayat hati orang tua mana pun. Anak itu sudah bekerja keras selama ini, tersenyum tatkala keluarganya secara tak sengaja menggores luka di hatinya.

✅hopeless loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang