43. The Last Try

634 148 63
                                    

Kanjeng papa tampak begitu sumpringah ketika secara berkala sang anak bungsu pulang ke rumah. Ia kini punya bahan pembicaraan lain selain tanaman yang memenuhi kebun.

Berbeda dengan mama Tama, wanita itu merasa ada yang salah dengan anak bungsunya. Tama cenderung lebih diam dari biasanya, sebagai seorang ibu ia yakin ada sesuatu yang menimpa sang anak.

"Kalo misalkan Tama ambil double degree ke Belanda gimana?" Tanpa ada petir dan badai kalimat tanya itu dilepaskan begitu saja dari si anak bungsu.

"Papa nggak masalah sih, cuma kamu itu nggak bisa bahasa Belanda. Mending Suriname aja, di sana pakai bahasa Jawa," kata papanya terdengar seperti sedang melucu, tapi tidak bagi Tama.

"Suriname juga nggak apa-apa."

Mama Tama meletakkan sendok dan garpunya kemudian mulai sesi curhat dong, Tam. Ia yakin dibalik kuliah di luar negeri ada sesuatu yang ingin anaknya itu hindari.

"Mau kabur dari siapa?" tanya mamanya to the point.

"Paling perkara cinta," celetuk papa Tama, kadang Tama heran bagaimana bisa mamanya memilih papanya yang aneh itu.

"Iya, ini memang masalah cinta."

"Kamu ditolak?" tanya mama Tama dan dibalas gelengan oleh Tama.

"Terus kenapa kabur?" Pertanyaan yang berkali-kali ditanyakan oelh Tama untuk dirinya sendiri.

"Karena Tama tahu dia nggak bakal milih Tama dan juga Tama udah nggak ada muka buat berjuang buat dapetin dia." Tama menunduk, suaranya pecah seolah ada tangis yang hendak lelaki itu tahan.

"Kenapa? Dia milih Yudi?" Tama menggeleng, ia tak tahu apa Anne sudah memilih Yudi.

"Anne udah tahu alasan Yudi mutusin dia dan Tama yakin kalo nggak butuh waktu lama mereka bakal balikan." Kanjeng papa dan mamanya menghela napas, melihat anak lelakinya terpuruk karena cinta membuat mereka menyadari bahwa Tama sudah besar.

"Belum tentu, selama mereka belum resmi bersama kamu masih punya kesempatan. Papa dulu juga rebutan sama temen papa buat dapetin mama kamu. Lihat nih sekarang mama kamu jadi istri papa. Sebagai lelaki kamu nggak boleh nyerah gitu aja."

Tama menggelengkan, ia pikir ia sudah tak boleh berjuang dan mengambil kebahagiaan Yudi. Dia tak semenderita Yudi, dia punya orang tua sementara Yudi hanya punya ibu. Tama selalu mendapat dukungan dari keluarga sementara selama ini Yudi selalu mendapat kekerasan. Ia masih punya segalanya jika Anne pergi darinya, tapi jika Anne pergi dari sisi Yudi, apa yang Yudi punya selain kesendirian?

"Menurut Papa, apa Tama bakal ngerebut punya temen setelah mama Yudi mohon-mohon dan bilang kalo yang dipunya Yudi sekarang Cuma Anne sementara Tama punya segalanya."

"Bukan gitu, Tam."

"Nggak Ma, semuanya bener. Tama nggak bakal kehilangan apa pun kalo Anne milih Yudi. Tapi, Yudi dia bakal semakin terpuruk." Mamanya menggebrak meja, ia tak suka dengan semua perkataan Tama dan hal yang lebih tak ia suka adalah mama Yudi yang ikut campur pada masalah anak-anak dna itu artinya ia harus ikut terlibat.

"Kamu nggak kehilangan apa pun? Lihat diri kamu Tam? Apa itu bentuk ornag yang nggak kehilangan apa pun? Cinta itu bukan berdasar kasihan, Nak."

"Ma, Tama nggak mau egois."

"Kamu udah egois Tama." Tama kaget dengan ucapan papanya.

"Kalo kamu nggak egois, kamu bakal biarin Anne memilih bukan mengedepankan ego kamu untuk mengalah. Bagaimana jika sebenarnya Anne menyukaimu?" Tama diam, dia tak pernah berani membayangkan hal itu sekalipun keinginan untuk dicintai oleh anne begitu membumbung.

✅hopeless loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang