Sebutan Jelangkung mungkin akan disematkan Jenny kepada Jisa yang entah kerasukan setan mana datang ke rumah Jenny yang aman dan damai. Bagi Jenny kedatangan Jisa adalah sebuah ancaman padanya dan juga mamanya. Oleh karena itu gadis itu tak berniat memberikan senyuman atau basa-basi pemilik rumah sekalipun ada Johnny di sana.
"Ada apa?" tanya Jenny to the point.
"Nyokap lo minta cerai bukan karena dipaksa nyokap gue, 'kan?" tanya Jisa yang langsung pada pointnya.
"Hah? Siapa nyokap lo bisa perintah nyokap gue." Jisa menghembuskan napas lega yang malah membuat Jenny bertanya-tanya.
"Bagus deh."
"Maksud lo? Bagus nyokap gue cerai sama bokap gue?" Jenny mengeluarkan mulut pedasnya sementara Johnny berusaha untuk membuat Jenny tenang.
"Tenang, Jen. Tenang."
"Tenang, tenang! Kamu belain dia?" Johnny diam, kekasihnya sepertinya dalam mode senggol bacok.
"Nggak, Sayang. Kalo gitu semangat berantemnya. Aku support kamu dari sini." Johnny mundur teratur sementara Jenny kembali fokus pada Jisa.
"Bukan gitu. Gue tau hubungan kita nggak bagus. Lo, gue, nyokap gue dan nyokap lo." Jenny masih melipat tangannya di depan dada dengan wajah bitchi miliknya.
"Gue orang paling tahu Jen, gimana sakitnya berpegang sama orang yang nggak cinta lagi sama gue. Jadi, gue bersyukur ketika nyokap lo ngelepas bokap lo." Ekspresi Jenny melembut, apa yang dikatakan oleh Jisa ada benarnya.
"Lo mungkin mungkin bingung kenapa gue ada di sini dengan nggak tau malunya. Pertama gue minta maaf dengan apa yang terjadi sama kita, nyokap lo dan nyokap gue." Jenny menghela napas, kemudian menyibakkan rambutnya ke belakang.
"Bukan salah lo." Meskipun dengan nada ketus, Jisa bisa melihat bahwa ucapan Jenny tulus.
"Kalo ada yang mau disalahin itu bokap gue sama lo." Johnny agak bingung, dengan ucapan Jenny, tapi ia memilih untuk diam.
"Gue tau, gue cuma minta maaf karena gue diem dan nggak ngelarang nyokap. Gue salah." Jenny menghela napas kembali. Meskipun dia memiliki wajah segarang harimau, tapi dia selembut bulu kucing.
"Kalo lo ke sini cuma minta maaf. Lo udah gue maafin. Nyokap gue juga udah ikhlas. Jadi, silahkan pergi." Sebenarnya Jenny tak begitu tega mengusir Jisa.
"Nggak. Ada lagi." Jisa mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya kemudian memberikannya kepada Jenny.
"Lo gila ya?" tanya Jenny setelah membaca surat kuasa dari Jisa yang menyatakan bahwa segala harta dari papa Jenny yang jika nanti diberikan kepada Jisa akan dilimpahkan kepada Jenny.
"Iya. Nyokap gue marahin gue bahkan bilang nggak bakal nganggap gue anak lagi. Tapi, dengan ini gue lega, gue bisa liat lo tanpa malu lagi."
Jenny memijit keningnya, ini di luar ekspektasinya. Ia tahu bahwa Jisa itu tipe nekad, tapi ini berlebihan.
"Gue nggak masalah lo pake duit bokap. Dia bokap lo juga. Gue maafin lo, jadi nggak usah kayak gi—"
"Terima aja Jen." Mama Jenny keluar dari rumah.
"Ma!" Mama Jenny tersenyum kepada Jenny kemudian beralih pada Jisa masih dengan senyumannya.
"Kamu anak yang masih tahu malu. Saya terima maaf kamu dan juga surat ini." Mama Jenny mengambil kertas di tangan Jenny.
"Ma!" Jenny masih protes.
"Saya terima suratnya, tapi saya nggak nerima isinya." Mama Jenny merobek isi surat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅hopeless love
RomanceIni kisah tentang 4 gadis yang saling berhungan. Namun, kisah cinta mereka tak pernah semulus seperti cerita di novel. Selalu saja ada halangan yang mengganggu. Bisakah mereka menemukan cinta mereka?